Liputan6.com, Jakarta - Dampak dari krisis iklim tengah diwaspadai oleh setiap negara di dunia, termasuk Indonesia. Guna mengatasi itu, Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono mengusulkan agar dibentuk satu kementerian baru.
Diaz menegaskan, institusi yang disebut kementerian ekologi ini akan berfokus pada penanganan dampak dari krisis iklim. Dia menegaskan kalau hadirnya kementerian baru ini tak akan mengganggu kerja dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Advertisement
"Saya rasa beda misinya dan saya rasa untuk menjawab tantangan zaman dimana sekarang climate changes sudah menjadi ancaman yang lebih nyata dari tahun-tahun lalu. Saya rasa perlu ada kementerian baru yang misinya memang lebih spesifik untuk mengatasi climate changes," ujar Diaz Hendropriyono dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
"Jadi kementerian ekologi ini memang berbeda seharusnya dengan Kementerian LHK dan tidak akan bentrok, saya rasa ini akan berjalan beriringan bersama," sambungnya.
Diaz menyadari ada target pemerintah untuk menurunkan emisi hingga 0 persen di 2060 mendatang. Pada saat yang sama, ada upaya juga untuk mengejar implementasi dari ekonomi berbasis lingkungan atau ekonomi hijau yang disebutnya sebagai ecopreneur.
"Kita butuh dorongan dari pihak lain maka dari itu kita bertemu dengan para eco preneuers ini dari berbagai sektor dari energi, transportasi, agrikultur, sektor pangan, sektor pengolahan sampah konstruksi, itu ecopreneuers ini mempunya inovasi-inovasi sendiri yang dapat membantu Indonesia untuk menurunkan emisi," urai penulis buku berjudul 'Dangerous Humans: Towards Zero eMission’ ini.
Menurutnya, kementerian ekologi juga nantinya akan menjadi naungan bagi para pelaku ekonomi hijau yang disebutnya tadi. "Harus ada satu badan yang menaungi itu semua supaya inovasi-inovasi mereka berlanjut untuk mereka bisa supaya secara ekonomi lebih sustainable. Sehingga kita pun bisa mendapatkan Indonesia yang lebih bersih Indonesia yang lebih hijau," pungkasnya.
Kerja Sama Soal Perubahan Iklim Masih Minim, Jokowi Dorong APEC Fokus pada 3 Hal Ini
Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) baru saja menyelesaikan lawatan ke San Francisco, Amerika Serikat. Dalam kunjungannya ke AS kali ini, Presiden Jokowi menjalankan sejumlah kegiatan mulai dari menghadiri KTT APEC; menghadiri Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) Leaders' Summit; menjadi pembicara di APEC CEO Summit; menghadiri peluncuran ASEAN Cauces Day; menyampaikan policy speech di Universitas Stanford; pertemuan bilateral dengan Papua Nugini, Peru, dan Fiji; dan one on one meeting dengan CEO ExxonMobil dan CEO Vale.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjelaskan bahwa KTT APEC dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama membahas isu iklim, sustainability, dan transisi energi berkeadilan. Sementara sesi dua, membahas pembangunan yang inklusif dan tangguh.
Pada sesi pertama, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa kemajuan kerja sama dalam konteks perubahan iklim masih sangat terbatas. Oleh karena itu, APEC harus memfokuskan pada tiga hal.
"Pertama, mewujudkan transisi energi berkeadilan. APEC perlu mendorong kolaborasi yang setara dan saling menguntungkan sejalan dengan dokumen Bangkok mengenai BCG Economy dan Prinsip Transisi Energi yang adil. Dalam kaitan ini, presiden sampaikan bahwa Indonesia telah meluncurkan kolaborasi pengembangan Ekosistem EV antara pemerintah, BUMN, dan swasta. ASEAN juga telah menyepakati pengembangan ekosistem EV regional tahun ini," tutur Menlu Retno dalam press briefing, seperti dikutip pada Sabtu (18/11/2023).
Advertisement
Akses Teknologi Hijau yang Terjangkau
"Kedua, memastikan setiap ekonomi memiliki akses pada teknologi hijau yang terjangkau, berkelanjutan, dan modern. Untuk itu, diperlukan transfer teknologi, pengembangan kapasitas, dan akses terhadap mineral kritis. APEC harus mendorong kerja sama untuk menjami kelancaran rantai pasok, termasuk investasi pengembangan mineral kritis. Presiden juga menyampaikan Indonesia ingin menjalin kerja investasi pengelolaan cadangan nikel untuk ekosistem baterai EV guna memastikan energi bersih tersedia bagi semua, sesuai prinsip no one left behind."
Fokus ketiga, ujar Menlu Retno, mendorong mekanisme pembiayaan inovatif.
"Untuk itu diperlukan dukungan dari swasta dan lembaga keuangan internasional. Presiden mengusulkan agar skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dapat diperluas jangkauannya. Di akhir pidato Presiden menyerukan agar seluruh anggota APEC bersatu dan berkolaborasi, menjembatani perbedaan dan ketimpangan pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik," ujar Menlu Retno.