Liputan6.com, Moskow - Rak-rak di berbagai supermarket Moskow penuh dengan buah dan sayuran, keju dan daging. Tetapi banyak pembeli yang melihat pilihan ini dengan kecewa karena inflasi membuat mereka seperti tak punya uang.
Bank Sentral Rusia telah empat kali menaikkan suku bunga pinjaman utamanya pada tahun ini dalam upaya mengendalikan inflasi dan menstabilkan nilai tukar rubel untuk mengimbangi dampak operasi militer Rusia di Ukraina dan sanksi-sanksi Barat yang diberlakukan sebagai konsekuensinya.
Advertisement
Ketika suku bunga itu terakhir kali dinaikkan menjadi 15 persen, dua kali lipat daripada tingkat suku bunga pada awal tahun, bank mengatakan prihatin mengenai harga-harga yang meningkat dengan laju tahunan sekitar 12 persen. Bank kini memprakirakan inflasi untuk tahun ini, serta tahun depan, akan menjadi sekitar 7,5 persen.
Meskipun angka itu tinggi, tingkat inflasi yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (26/11/2023).
“Jika kita berbicara persentase, kemungkinan harga-harga naik 25 persen. Ini untuk daging, produk-produk kebutuhan pokok seperti produk susu, buah, sayuran, sosis. Suami saya tidak bisa hidup tanpa sosis! Saya sering terkejut dengan harga yang melonjak,” kata Roxana Gheltkova, pembeli di sebuah supermarket di Moskow.
Ketika ditanya apakah penghasilannya sebagai seorang pensiunan cukup untuk menyediakan makanan di meja, pembeli lainnya, Lilya Tsarkova mengatakan, “Tidak, tentu saja tidak. Saya mendapat bantuan dari anak-anak saya.” Tanpa bantuan mereka, kata perempuan berusia 70 tahun itu, ia tidak bisa membayar sewa rumah dan makanan.
Data dari biro statistik negara Rosstat yang dirilis pada 1 November menunjukkan lonjakan tajam harga-harga untuk sejumlah makanan dibandingkan dengan harga tahun 2022, 74 persen untuk kol, 72 persen untuk jeruk dan 47 persen untuk mentimun.
Anggaran dari Parlemen Rusia
Parlemen Rusia telah menyetujui anggaran 2024-2026 yang mengalokasikan jumlah belanja pertahanan yang mencapai rekor.
Maxim Blant, analis ekonomi Rusia yang berbasis di Latvia, menganggap hal itu sebagai indikasi bahwa harga-harga akan terus meningkat tajam.
“Mustahil menyelesaikan isu inflasi dalam kondisi .. ketika kompleks industri militer menerima dana tanpa batas, sewaktu semua yang mereka minta dikabulkan, sewaktu bagian dari kompleks industri militer ini di dalam ekonomi tumbuh dengan laju yang sangat pesat,” katanya kepada Associated Press.
Kenaikan suku bunga oleh bank sentral telah sedikit meredakan penurunan nilai tukar rubel – nilai tukarnya sekarang sekitar 88 per dolar AS dari sebelumnya yang mencapai 100. Tetapi ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tukar pada musim panas 2022, sekitar 60 per dolar AS.
Ini membuat biaya impor tetap tinggi, meskipun kemungkinan untuk ekspor menyusut karena adanya sanksi-sanksi Barat.
Advertisement