Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia dipastikan aman.
Maxi mengatakan bahwa pelepasan nyamuk Wolbachia berlandaskan hasil penelitian yang menunjukkan hasil apik dalam menekan kasus demam berdarah dengue. Penelitian tersebut juga dilakukan oleh para ahli.
Advertisement
“Penerapan teknologi nyamuk ber-wolbachia sudah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan 25 peneliti top Indonesia, dan hasilnya bagus, sudah diujicobakan di Yogyakarta sekitar 5-6 tahun lalu dan hasilnya sangat menggembirakan” kata Maxi saat menjadi pembicara dalam temu media bertajuk Mengatasi DBD Dengan Wolbachia pekan lalu.
Hasil penelitian dan efektivitas penelitian yang dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul tersebut kemudian dikirim ke Badan Kesehatan Dunia. Lalu, pada 2021 WHO merekomendasikan nyamuk Wolbachia sebagai salah satu upaya dalam menekan nyamuk Aedes aegypty.
Penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan hasil baik membuat Kemenkes RI memutuskan untuk memperluas area penyebaran nyamuk Wolbachia. Ada lima kota yang bakal jadi lokasi penyebaran yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.
Bakal Ada Monitoring dan Evaluasi
Kemenkes telah mengeluarkan Buku Pedoman Penanggulangan Dengue dengan metode nyamuk Wolbachia di lima kota. Tujuan kehadiran buku pedoman itu untuk memastikan implementasi Wolbachia berjalan baik sesuai dengan penelitian di Yogyakarta.
Setelah program tersebut berjalan, Maxi menekankan bakal tetap dilakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui perkembangan dari penyebaran nyamuk Wolbachia.
Nyamuk Wolbachia Tekan Kasus DBD Hingga 77 Persen
Peneliti Nyamuk Wolbachia dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Profesor Adi Utarini mengatakan bahwa penyebaran dengue di Kota Yogyakarta telah berjalan efektif sejak tahun 2016.
Hasil penelitian berskala luas di Yogyakarta menunjukkan nyamuk Aedes aegypti Wolbachia mampu menekan kasus demam berdarah (DBD) di lokasi pelepasan hingga 77 persen. Lalu, angka rawat inap di rumah sakit kasus DBD juga turun 86 persen.
Lalu, merujuk pada data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2023, kasus demam berdarah dengue tercatat hanya di angka 67 kasus. Jumlah ini merupakan yang terendah selama 30 tahun terakhir.
“Kami membandingkan kecenderungan dengue di Yogyakarta mundur 30 tahun, dari situ kami menyimpulkan memang angka kejadian dengue saat ini terendah sejak 30 tahun lalu. Hasil ini menjadi bukti penelitian di Yogyakarta sekaligus rekomendasi ke WHO untuk vector control advisory group,” kata sosok yang karib disapa Uut ini.
Advertisement
Tekan Anggaran Perawatan DBD
Uut mengatakan penyebaran nyamuk Wolbachia bukan cuma menurunkan kasus DBD tapi juga menghemat anggaran. Hal ini lantaran dengan kehadiran nyamuk yang mengandung Wolbachia itu bikin pembiayaan untuk fogging atau pengasapan berkurang drastis.
Penurunan frekuensi pengasapan bahkan sampai menghemat dana hingga ratusan juta rupiah.
“Karena tingginya kasus, fogging yang semula bisa 200 kali di tahun 2022, tapi kini bisa 9 kali di tahun ini. Penghematannya bisa sekitar 200-an juta, sehingga biayanya bisa di realokasi untuk hal lain,” kata Uut.
Kasus DBD Turun, Pembiayaan Pakai BPJS Kesehatan Turun Juga
Uut juga mengatakan bahwa penurunan kasus DBD rawat inap berarti bisa menghemat biaya perawatan pasien dengue yang menggunakan BPJS Kesehatan hingga miliaran rupiah.
“Sekitar tahun 2017-an di satu kabupaten bisa Rp 8-9 miliar untuk dengue. Jadi ini bisa menjadi potensi penghematan yang besar,” tutur Uut.
Di Indonesia sendiri, demam berdarah dengue masih menjadi masalah. Pada 2023, tercatat ada 76.449 kasus dengue dengan 571 kasus kematian mulai dari Januari-November.
Walau kasus ini sudah menurun dibanding tahun lalu tetapi masih ada kasus kematian per tahunnya.
Tahun 2022, dilaporkan ada 143.300 dengan 1.236 kematian. Kelompok umur dengan kematian tertinggi pada rentang usia 5-14 tahun.
Advertisement