Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Penguatan rupiah ini dipengaruhi oleh data ekonomi AS yang bergerak melemah.
Senin (27/11/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat sebesar 25 poin atau 0,16 persen menjadi 15.540 per dolar AS dari sebelumnya 15.565 per dolar AS.
Advertisement
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan rupiah naik di tengah melemahnya kinerja sektor manufaktur Amerika Serikat (AS).
"Dolar AS terdepresiasi terhadap mata uang global, didorong oleh data manufaktur PMI AS yang lebih lemah dari perkiraan," kata Josua dikutip dari Antara.
S&P Global US Manufacturing PMI AS turun menjadi 49,4, lebih rendah dari perkiraan 49,9, dan juga lebih rendah dari periode sebelumnya yang sebesar 50.
PMI manufaktur yang berada di bawah 50 mengindikasikan adanya fase kontraksi pada sektor manufaktur AS. Melemahnya kinerja sektor manufaktur AS mendorong menguatnya ekspektasi terhadap puncak Fed Funds Rate (FFR), sehingga mendorong depresiasi dolar AS.
Sementara itu, S&P Global US Service PMI naik menjadi 50,8 dari 50,6, lebih tinggi dari perkiraan pasar yang sebesar 50,3. Meskipun tercatat lebih kuat dari perkiraan, S&P global melaporkan bahwa lapangan kerja di sektor jasa menurun, yang merupakan penurunan pertama kalinya sejak 20 April.
Akibatnya, data PMI jasa hanya sedikit mempengaruhi sentimen. Secara keseluruhan, indeks dolar AS turun 0,50 persen menjadi 103,40.
Yield US Treasury
Berbeda dengan pergerakan dolar AS, imbal hasil surat utang AS atau yield US Treasury (UST) naik sebesar 6 basis poin (bps) menjadi 4,47 persen, dipengaruhi oleh yield obligasi Jerman yang naik pasca pengumuman pemerintah Jerman yang mengatakan bahwa mereka akan menangguhkan peraturan batas pinjaman sehingga meningkatkan kekhawatiran akan pasokan obligasi yang lebih tinggi.
Manufaktur Indonesia
Sementara itu, kinerja sektor manufaktur Indonesia tumbuh positif pada kuartal III-2023 mendukung pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri manufaktur tumbuh 5,20 persen secara year on year (yoy), berkontribusi 1,06 persen yoy terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Kuatnya permintaan domestik pada industri manufaktur ditopang oleh industri barang logam yang meliputi komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik yang tumbuh 13,68 persen yoy.
Di samping itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober masih terjaga pada level ekspansif, yakni 51,5. Meski melemah, namun capaian tersebut menandakan ekspansi manufaktur Indonesia terjaga berturut-turut selama 26 bulan terakhir.
Advertisement
Jaga Rupiah Tidak Loyo, BI Terbitkan Aturan Baru SVBI dan SUVBI
sebelumnya, Bank Indonesia resmi menerbitkan instrumen sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI) dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI) sebagai upaya memperkuat kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pengembangan pasar uang.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, menjelaskan, mekanisme kedua instrumen tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/14/PBI/2020 tentang Operasi Moneter. Ketentuan ini berlaku efektif pada 16 November 2023.
"Penerbitan SVBI dan SUVBI dilakukan untuk mengelola likuiditas valuta asing guna mendukung stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Erwin dalam keterangan BI, Senin (20/11/2023).
Kedua instrumen tersebut sejalan dengan mekanisme pasar (pro market) untuk mendukung pendalaman pasar uang dalam valuta asing guna mendukung efektivitas kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sinergi pembiayaan ekonomi.
Lebih lanjut, SVBI dan SUVBI memperluas akses penduduk dan bukan penduduk terhadap instrumen yang diterbitkan Bank Indonesia yang dapat mendukung upaya menarik arus investasi portofolio masuk (portfolio inflows) yang pada akhirnya memperkuat pencapaian stabilitas nilai tukar rupiah.
Penjelasan
Adapun Erwin menjabarkan karakteristik SVBI, diantaranya:
- menggunakan underlying asset berupa surat berharga dalam valuta asing;
- berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu;
- diterbitkan dalam valuta asing;diterbitkan tanpa warkat;
- diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
- dapat dipindahtangankan; dan
- dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
Sementara SUVBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
- menggunakan underlying asset berupa sukuk global milik Bank Indonesia;
- berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu;
- diterbitkan dalam valuta asing;
- diterbitkan tanpa warkat;hanya dapat dibeli oleh BUS dan UUS di pasar perdana;
- dapat dipindahtangankan di pasar sekunder; dan
- dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
Untuk lebih lanjut, kata Erwin, pengaturan teknis terkait SVBI dan SUVBI dijelaskan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 15 dan 16 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 22/22/PADG/2020 tentang Instrumen Operasi Pasar Terbuka.
Advertisement