Penjualan Online Cetak Rekor Rp 151,87 Triliun saat Black Friday di AS

Lonjakan belanja saat BlackFriday mencerminkan konsumen yang lebih bersedia berbelanja dibandingkan 2022, ketika harga bahan bakar dan pangan sangat tinggi.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Nov 2023, 18:22 WIB
Belanja melalui e-commerce saat BlackFriday meningkat 7,5 persen dari tahun sebelumnya. (NELSON ALMEIDA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Belanja melalui e-commerce saat BlackFriday meningkat 7,5 persen dari tahun sebelumnya hingga sentuh rekor USD 9,8 miliar atau sekitar Rp 151,87 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.597).

Hal itu berdasarkan laporan dari Adobe Analyticks, seperti dikutip dari CNBC, Senin (27/11/2023). Dengan belanja meningkat tersebut menunjukkan indikasi konsumen yang sadar harga ingin membelanjakan uangnya untuk mendapatkan penawaran terbaik dan memburu penawaran tersebut melalui transaksi daring.

"Kami telah melihat munculnya konsumen yang sangat strategis selama setahun terakhir dan mereka benar-benar berusaha memanfaatkan hari-hari besar ini sehingga mereka dapat memaksimalkan diskon,” ujar Analis Adobe Digital Insights, Vivek Pandya, seperti dikutip dari CNBC.

Lonjakan belanja saat Black Friday mencerminkan konsumen yang lebih bersedia berbelanja dibandingkan 2022, ketika harga bahan bakar dan pangan sangat tinggi.

Pandya mencatat pembelian impulsif mungkin berperan mendorong pertumbuhan belanja saat Black Friday karena penjualan online senilai USD 5,3 miliar atau sekitar Rp 82,1 triliun berasal dari belanja mobile.

Ia mencatat, influencer dan iklan media sosial telah mempermudah konsumen untuk merasa nyaman berbelanja di perangkat seluler mereka.

Namun, pembeli tetap sensitif terhadap harga dan mengelola anggaran yang lebih ketat karena rekor inflasi dan suku bunga tahun lalu.

Menurut survei Adobe, USD 79 juta penjualan berasal dari konsumen yang memilih metode buy now pay later untuk menghemat dompet konsumen, naik 47 persen dari tahun lalu.

Kategori terlaris Black Friday menurut laporan Adobe adalah barang elektronik antara lain jam tangan pintar, televisi, mainan dan game.

Sementara itu, peralatan perbaikan rumah berkinerja buruk. Pandya menuturkan, top seller berkorelasi langsung dengan produk mana yang mendapatkan diskon terbaik.

Adobe mengumpulkan data dengan analisis satu triliun kunjungan ke situs ritel Amerika Serikat, 18 kategori produk, 100 juta item unik. Namun tidak melacak transaksi ritel fisik.

 


Penjualan di Toko juga Meningkat

Setiap hari Jumat keempat di bulan November selalu dirayakan sebagai Black Friday. (NELSON ALMEIDA/AFP)

Analisis Mastercard menemukan penjualan di dalam toko meningkat lebih dari 1 persen dibandingkan penjualan online yang tumbuh lebih dari 8 persen dibandingkan tahun lalu.

"Saya pikir paradigma mengenai pengalaman BlackFriday di dalam toko, antrean panjang dan hal-hal semacamnya telah berubah,” ujar Pandya dari Adobe.

Ia menambahkan, konsumen “lebih memegang kendali” ketika berbelanja online karena lebih mudah untuk melakukan perbandingkan harga secara berdampingan dan mendapatkan harga lebih baik.

Peritel sadar akan meningkatnya konsumen yang memburu transaksi dan ingin menjaring sebanyak mungkin konsumen. Perusahaan antara lain Best Buy dan Lowe’s mengumumkan tingkat diskon lebih tinggi. Ritel lain seperti Target dan Ulta Beauty telah meluncurkan promosi pop-up yang menawarkan diskon 24 jam untuk merek dan item tertentu.

Black Friday memperkirakan kekuatan belanja akan bertahan selama akhir pekan dan selama Cyber Monday dengan penawaran terbesar masih akan terjadi. Laporan itu memperkirakan pembeli online akan habiskan sekitar USD 10 miliar pada Sabtu dan Minggu, dan mencapai rekor 12 miliar pada Cyber Monday.

Namun, pengeluaran kemungkinan akan mulai berkurang menjelang musim liburan, menurut Pandya. Cyber Monday sebagai hari kesepakatan besar terakhir di musim liburan, bisa menjadi lonjakan pengeluaran terakhir untuk barang-barang yang tidak penting selama sisa tahun ini.

“Kami memperkirakan pertumbuhan akan melemah karena diskon tersebut akan melemah dan banyak mendikte perilaku pembeli musim ini,” ujar dia.

Ia mencatat selalu ada pemberi hadiah yang menunda belanja liburannya sehingga pengeluaran dapat terus berkurang pada akhir Desember. Namun, lonjakan pertumbuhaan riil berakhir pada November dan pekan Thanksgiving.


Ada Diskon Gede saat Black Friday, Konsumen Diprediksi Tak Impulsif Belanja

Sehari setelah Thanksgiving, yang biasa disebut sebagai Black Friday ini telah menjadi salah satu hari belanja tersibuk tahunan di Amerika Serikat (AS), dan kini juga dilakukan di beberapa negara lain. (NELSON ALMEIDA/AFP)

Sebelumnya diberitakan, Black Friday diharapkan memberikan diskon besar dan godaan lainnya untuk memikat pembeli. Namun, peritel khawatir diskon besar itu tidak cukup.

Dikutip dari laman AP, Jumat (24/11/2023), konsumen berada di bawah tekanan karena tabungan berkurang dan utang kartu kredit bertambah di tengah perayaan Black Friday. Konsumen mendapat sedikit bantuan dari berkurangnya inflasi, tapi banyak barang dan jasa, harganya masih lebih tinggi dibandingkan tiga tahun lalu.

Barbara Lindquist (85) dari Hawthorne Woods, Illinois menuturkan, dirinya dan suami berencana habiskan USD 1.000 untuk hadiah liburan bagi tiga anaknya yang sudah dewasa, 13 cucu dan tiga cicit. Itu hampir sama dengan tahun lalu.

Namun, Lindquist yang bekerja sebagai guru di gereja menuturkan akan fokus pada daftar belanja mengingat masih tingginya harga daging dan bahan pokok lainnya. Ia berencana membeli lebih banyak kartu hadiah yang menurut dia akan membantu memenuhi anggarannya. "Saya mencari nilai,” ujar dia dikutip dari AP.

Banyak peritel telah memesan lebih sedikit barang untuk musim libur ini dan mendorong penjualan lebih awal pada liburan pada Oktober dibandingkan tahun lalu untuk membantu pembeli membagi pengeluarannya. Mendorong belanja pada awal tampaknya menjadi tren yang semakin nyata selama pandemi saat pasokan terhambat pada 2021 membuat warga membeli lebih awal karena takut tidak mendapatkan apa yang diinginkan.

Namun, peritel mengatakan, banyak pembeli akan fokus pada penawaran dan akan menanti hingga menit terakhir. Best Buy mengatakan mendorong lebih banyak barang pada harga pembukaan. Sedangkan Kohl’s menyederhanakan penawaran, mempromosikan barang di bawah titik harga tertentu seperti USD 25 di tokonya.

 


Dibayangi Ketidakpastian Ekonomi

Menurut laman Britannica, istilah Black Friday berawal sejak tahun 1960-an, ketika petugas polisi di Philadelphia mulai menggunakan frasa "Black Friday" untuk menggambarkan kekacauan yang terjadi saat sejumlah besar wisatawan pinggiran kota datang ke kota. (NELSON ALMEIDA/AFP)

Target mengatakan pembeli menunggu lebih lama untuk membeli barang. Misalkan alih-ali hmembeli kaos dan jeans, pada Agustus-September, mereka bertahan hingga cuaca dingin.

"Jelas konsumen sangat tangguh. Namun, dalam penelitian kami, hal-hal seperti ketidakpastian, kehati-hatian dan pengelolaan anggaran menjadi prioritas utama,” ujar CEO Target Brian Cornell.

National Retail Federation atau Federasi Ritel Nasional, kelompok perdagangan ritel terbesar di Amerika Serikat prediksi pembeli akan membelanjakan lebih banyak pada 2023 dibandingkan tahun lalu. Akan tetapi, laju pembelian konsumen akan melambat mengingatkan ketidakpastian ekonomi.

Kelompok ini prediksi penjualan saat liburan di Amerika Serikat akan naik 3 persen-4 persen pada November hingga Desember, dibandingkan pertumbuhan 5,4 persen pada tahun lalu. Laju ini konsisten dengan rata-rata peningkatan liburan tahunan sebesar 3,6 persen dari 2010 hingga sebelum pandemi pada 2019.

Masyarakat Amerika Serikat meningkatkan pengeluaran selama pandemi COVID-19, dengan lebih banyak dana yang masuk ke kantong daric ek bantuan federal dan tidak ada tempat untuk pergi selama lockdown.Pada musim liburan 2021, penjualan periode dua bulan melonjak 12,7 persen.

 

 

Infografis Hari Belanja Online (Liputan6/desi)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya