Kredit Naik Rp 17,6 Triliun, J Trust Bank Raup Laba Bersih Rp 111,3 Miliar

PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 111,34 miliar dalam Laporan Keuangan Kuartal III 2023.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 27 Nov 2023, 20:30 WIB
Transaksi di cabang PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (Dok J Trust Bank)

Liputan6.com, Jakarta PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 111,34 miliar dalam Laporan Keuangan Kuartal III 2023.

Direktur Utama J Trust Bank Ritsuo Fukadai menjelaskan, katalis dalam peningkatan kinerja tersebut dipicu oleh pertumbuhan kredit bruto menjadi sebesar Rp 23,60 triliun dari sebelumnya Rp 17,61 triliun, atau tumbuh 34,03 persen YoY (Year-on-Year).

Sementara dana pihak ketiga (DPK) juga meningkat menjadi Rp 29,73 triliun dari Rp 23,57 triliun, atau sebesar 26,16 persen YoY pada posisi kuartal III 2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

"Pendapatan bunga tercatat meningkat menjadi Rp 1,83 triliun pada kuartal III 2023 dari sebelumnya Rp 1,17 triliun pada kuartal III 2022 mm, tumbuh 56,85 persen YoY. Dipicu oleh peningkatan pendapatan bunga pinjaman," jelasnya, Senin (27/11/2023).

NPL Terjaga

Sedangkan pada periode yang sama, perseroan juga membukukan perbaikan rasio non performing loan (NPL) di triwulan ketiga tahun ini. Dengan NPL gross berada di level 1,50 persen dan NPL net di 1,10 persen.

Pada periode yang sama, perseroan juga mampu menurunkan rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dari 97,83 persen di periode kuartal III 2022 menjadi 94,14 persen di periode kuartal III 2023.

Di lain sisi, J Trust Bank juga mampu menjaga Capital Adequacy Ratio (CAR) tercatat sebesar 12,69 persen pada September 2023 dengan modal inti sebesar Rp 3,12 triliun.

Kondisi modal inti Perseroan tersebut juga mampu tetap memenuhi Peraturan OJK Nomor 12/POJK. 03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang mewajibkan bank memiliki modal inti Rp 3 triliun.


OJK Bikin Aturan, Bunga Kredit Bank Harus Transparan

Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa peraturan mengenai transparansi suku bunga kredit perbankan sudah dalam tahap finalisasi.

Aturan transparansi suku bunga ini akan diterbitkan pada akhir 2023 mendatang.

“Saat ini kami memfinalisasi Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau RPOJK yang akan diterbitkan pada akhir tahun ini,” ungkap Mahendra dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta pada Jumat (3/11/2023).

Mahendra menjelaskan, kajian ini diterbitkan untuk membuat aturan dalam mendorong transparansi informasi terkait suku bunga kredit oleh perbankan.

Aturan SebelumnyaSebelumnya, aturan terkait transparasi suku bunga perbankan sudah tertuang dalam POJK Nomor 37/POJK.03/2019 tentang Transparasi dan Publikasi Laporan Bank.

Aturan ini kemudian akan menjadi POJK yang terkait dengan transparasi dan publikasi suku bunga dasar kredit bagi bank umum konvensional, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).


Kredit Bank

Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kondisi perbankan di dalam negeri akan tetap terjaga dengan tercapainya target pertumbuhan kredit, meski perekomonian global masih dihantui ketidakpastian.

"Rencana bisnis bank sampai Desember 2023 kita tetap optimis, kita bisa menuju pertumbuhan kredit dobel digit dan berlanjut di 2024," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Jumat (3/11/2023)

Mahendra yakin, target pertumbuhan kredit perbankan dapat tumbuh sesuai target di tahun ini antara 9-11 persen secara tahunan, direvisi dari sebelumnya 10-12 persen.

Ketua OJK mengatakan, pertumbuhan kredit hingga akhir tahun akan ditopang oleh kebutuhan pembiayaan modal kerja. Hal ini utamanya karena sektor industri menunjukkan pertumbuhan.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya