Liputan6.com, Bandung - Sosok Galih Sulistyaningra menjadi figur inspirasi dan membanggakan bagi masyarakat Indonesia. Sebabnya, Galih merupakan guru SD yang mempunyai latar belakang pendidikan dari kampus-kampus ternama.
Galih lulus dari S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Negeri Jakarta. Kemudian dia melanjutkan pendidikan S2 di University College London (UCL) yang merupakan kampus terbaik ke-9 di dunia versi QS World University Ranking 2024.
Advertisement
Galih menempuh pendidikan S2 Education Planning, Economics, and International Development dengan beasiswa LPDP pada 2018. Melansir dari LPDP Kemenkeu, Galih saat ini menjadi seorang guru di SD Petojo Utara, Jakarta Pusat.
Dia menjelaskan bahwa keputusannya untuk melanjutkan studinya ke Inggris karena melihat timpangnya kualitas pendidikan, literasi, dan pedagogi kritis telah menjadi pergumulan. Sehingga Galih termotivasi untuk menimba ilmu kembali.
“Saya disadarkan kalau ternyata kita itu selama belajar di sekolah ada satu gaya belajar yang seharusnya tidak dilakukan. Mungkin ini jadi salah satu dosa besar para pendidik di zaman dulu gitu ya,” ujarnya.
Galih juga kerap membuat konten-konten terkait pendidikan melalui akun Instagramnya. Serta membuat konten untuk mengubah citra bagaimana pentingnya peran guru bagi anak-anak di Indonesia.
Sebelumnya, Galih sempat mendapatkan tentangan dari keluarganya dan berharap agar dia bisa fokus untuk menjadi guru PNS. Namun, Galih tetap yakin untuk mendaftar kuliah dengan beasiswa dan mendapatkan banyak pengetahuan.
Berasal dari Keluarga Pendidik
Galih ternyata tumbuh besar dalam keluarga para pendidik mulai dari orangtuanya, tante, hingga paman berprofesi sebagai pendidik. Sehingga, keluarganya tersebut juga ingin Galih turut melanjutkan profesi tersebut.
Awalnya Galih bercerita jika dia enggan untuk menjadi guru karena ingin menggeluti profesi lain yang lebih dari sekedar mengajar. Namun justru dalam kehidupannya dia terus mendekat ke dunia pendidikan.
Dia kemudian bekerja pertama kali sebagai pendidik setelah bergabung dengan lembaga pendidikan yang menekuni bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Saat itu dia bergabung dengan lembaga tersebut sambil menunggu jadwal wisudanya di UNJ.
Galih banyak menangani anak-anak dari kalangan ekonomi kelas menengah atas yang mahir dalam berbahasa Inggris dengan kurikulum berstandar Amerika Serikat. Melalui pengalaman tersebut Galih merasa resah atas timpangnya kualitas pendidikan anak-anak lain.
Dia mulai berkomitmen mendalami perencanaan dan kebijakan terkait pendidikan yang menurutnya bisa bermuara tidak hanya pada perkembangan anak didik. Tetapi juga untuk laju pertumbuhan ekonomi negara.
Advertisement
Sempat Disebut Mempunyai Mimpi yang Tinggi
Sejak merasa resah dengan adanya ketimpangan dalam pendidikan Galih kemudian melanjutkan pendidikan S2 di luar negeri. Bahkan keinginannya tersebut sempat disebut sebagai mimpi yang ketinggian.
“Sarjana pendidikan yang mengajar di sekolah. Jadi guru PNS!” ujar Galih menirukan tanggapan keluarganya sendiri.
Namun dengan ucapan tersebut Galih semakin bersemangat dan ingin membuktikan bahwa menjadi guru SD juga membutuhkan bekal pengetahuan yang banyak sekali. Pasalnya pendidikan mempunyai interseksi dengan banyak hal mulai dari kesehatan, perdamaian, keadilan sosial, ekonomi, hingga pemenuhan hak asasi manusia.
Galih memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 dengan mengikuti beasiswa LPDP dan akhirnya diterima. Diketahui Galih bergabung dengan LPDP untuk angkatan PK-122 Samudraraksa.
“Jadi udah kepikiran apa yang mau dilakukan, sehingga sepertinya itu yang kemudian memudahkan juga jalan untuk bisa diterima beasiswa LPDP,” ujarnya.
Ketika berkuliah Galih mempelajari tentang kontekstualisasi dan belajar bahwa tiap negara memiliki masalah masing-masing. Sehingga formulasi yang dibuat untuk mengatasinya bisa berbeda-beda.
Dia juga menemukan bahwa literasi sangat penting untuk memajukan siswa dengan pendidikan. Di Inggris orang-orang mudah mendapatkan buku di ruang publik dan membantu siswanya memiliki budaya membaca.
Orangtua di sana juga mempunyai sebuah tradisi membaca dengan anak-anak sehingga pengembangan literasinya jauh lebih maju. Dengan membaca anak-anak bisa belajar kosa kata baru, kalimat, hingga sudut pandang baru baik dari buku karya fiksi atau nonfiksi.
Kemudian wawasan dan informasi dari bacaan menurutnya membantu anak-anak lebih mudah berargumen di depan umum. Sehingga, kemampuan tersebut sejalan dengan karakter bernalar kritis di Profil Pelajar Pancasila.
Dia juga menjelaskan bahwa perlu kualitas pendidikan yang juga baik dan kemauan mandiri untuk mengembangkan diri serta membaca buku. Wawasan dan pengetahuan guru juga menurutnya penting untuk membantu memahami anak dan mengenalkannya pada isu emosi dan kekerasan.
Membentuk Komunitas untuk Calon Guru dan Guru Muda
Saat ini, Galih tidak hanya bekerja sebagai guru SD sejak 2020 namun juga sebagai penulis modul peningkatan pengajaran literasi numerasi untuk Program Organisasi Penggerak Kemendikbudristek.
Dia menjadi penyusun Capaian Pembelajaran Bahasa Inggris dan terlibat dalam beberapa program lainnya lagi. Selain itu Galih juga mendirikan sebuah komunitas “Bekal Pendidik” untuk para calon guru atau guru-guru muda sejak pandemi.
Anggota dari komunitas ini mengaktualisasi diri dan menggali isu pendidikan terkini sehingga dapat didengar pemangku kebijakan. Bahkan komunitas ini juga menjadi wadah berkembang untuk beasiswa khusus bagi lulusan S1 pendidikan yang ingin lanjut S2 pendidikan.
Pengisi materi di komunitas Bekal Pendidikan di antaranya pihak Kemendikbudristek, dosen, antropolog, dan lain-lain. Para peserta juga belajar terkait Merdeka Belajar hingga persiapan beasiswa.
Advertisement