Liputan6.com, Seoul - Pengadilan Korea Selatan menjatuhkan hukuman 14 bulan penjara kepada seorang pria berusia 68 tahun karena memuji Korea Utara lewat sebuah puisi.
Laporan media Korea Selatan menyebutkan Lee Yoon Seop mendukung unifikasi dalam karyanya yang diterbitkan di media pemerintah Korea Utara pada tahun 2016.
Advertisement
Lee Yoon Seop menulis bahwa jika kedua Korea bersatu di bawah sistem sosialis Korea Utara, masyarakat akan mendapatkan perumahan, layanan kesehatan, dan pendidikan gratis. Dia dihukum berdasarkan undang-undang yang melarang pujian publik terhadap Korea Utara.
Dalam puisi berjudul "Means of Unification", Lee Yoon Seop juga berpendapat bahwa di Korea yang bersatu, lebih sedikit orang yang bunuh diri atau hidup dalam utang.
Puisi tersebut merupakan salah satu pemenang lomba puisi di Korea Utara pada November 2016.
Larangan Memuji dan Mempromosikan
The Korea Herald melaporkan bahwa Lee Yoon Seop pernah dipenjara selama 10 bulan karena pelanggaran serupa.
Dalam keputusannya pada Senin (27/11/2023), pengadilan Seoul mengatakan Lee Yoon Seop terus menghasilkan dan menyebarkan sejumlah besar propaganda yang mengagungkan dan memuji Korea Utara.
Lee Yoon Seop mengunggah pernyataan online yang memuji militer Korea Utara pada tahun 2013 dan konten anti-negara di blog dan situs web Korea Selatan pada tahun-tahun berikutnya.
Undang-undang Keamanan Nasional Korea Selatan melarang pujian dan promosi organisasi anti-pemerintah.
Advertisement
Eskalasi Ketegangan di Semenanjung Korea
Putusan terhadap Lee Yoon Seop muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Korea Selatan dan Korea Utara menyusul kesuksesan Pyongyang menempatkan satelit mata-mata pertamanya di orbit pada Selasa (21/11).
Korea Utara mulai membangun kembali pos-pos penjagaan dan menempatkan senjata berat di sepanjang perbatasannya dengan Korea Selatan. Hal tersebut diungkapkan Kementerian Pertahanan Korea Selatan, setelah kedua negara menarik diri dari perjanjian tahun 2018 yang dirancang untuk mencegah perang.
Militer Korea Selatan mengatakan mendeteksi pasukan Korea Utara sedang memperbaiki pos penjagaan, yang sebelumnya dihilangkan sebagai bagian dari perjanjian. Pasukan Korea Utara disebut menggali parit di lokasi sepanjang perbatasan dan menempatkan sejumlah senjata berat.
Kedua negara tetangga tersebut telah membongkar atau melucuti 11 pos penjagaan sebagai bagian dari perjanjian tahun 2018. Namun, keduanya pula kini diduga siap membatalkan perjanjian tersebut sepenuhnya setelah meningkatnya ketegangan baru-baru ini yang dipicu oleh peluncuran satelit mata-mata Korea Utara, yang melanggar sanksi Dewan Keamanan PBB karena satelit tersebut menggunakan teknologi yang digunakan dalam rudal balistik jarak jauh.
Pasca peluncuran satelit mata-mata Malligyong-1, Korea Selatan mengatakan akan menangguhkan sebagian dari perjanjian tersebut dan melanjutkan pengawasan udara di dekat perbatasan. Sebagai respons, Korea Utara mengatakan akan mengerahkan senjata ampuh di dekat perbatasan dan meninggalkan perjanjian tersebut.
"Militer kami akan memantau dengan cermat tindakan provokatif Korea Utara sambil mempertahankan kesiapan penuh untuk dapat segera membalas provokasi Korea Utara … berdasarkan penguatan postur gabungan kami dengan Amerika Serikat (AS)," kata Kementerian Pertahanan Korea Selatan, seperti dikutip kantor berita Yonhap.
Korea Utara sendiri mengancam akan meluncurkan lebih banyak satelit. Pyongyang bersikeras bahwa peluncuran satelit adalah cara yang sah dan adil untuk menggunakan hak membela diri dan secara menyeluruh menanggapi dan secara tepat memantau tindakan militer serius yang dilakukan AS dan para pengikutnya.