Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi UKM dan Koperasi Teten Masduki (MenkopUKM) menanggapi terkait pelaku UKM yang ingin melakukan ekspor namun ditagih oleh Bea Cukai sebesar Rp 118 juta.
Sebelumnya, viral di media sosial pada Minggu (26/11) mengenai permasalahan penahanan produk ekspor batok kelapa dan serat kelapa, yang dibagikan akun X @thechaioflife melalui bentuk video.
Advertisement
Dalam video dijelaskan, persoalan penahanan tersebut bermula pada Agustus 2023. Awalnya pelaku UMKM mendapatkan orderan dari Eropa berupa satu kontainer komoditi untuk kebutuhan petshop dengan invoice senilai USD 12.973. Hal tersebut pun membuat pelaku UMKM senang karena mendapatkan orderan dari luar negeri.
"Senang bisa memberi tambahan pemasukan pada warga yang membutuhkan. Memanfaatkan limbah terbuang menjadi pundi-pundi dolar," tulis akun tersebut.
Setelah melalui serangkaian proses produksi. Pelaku UMKM itu mendapa jadwal untuk memuat kontainer ke kapal pada 25 September 2023. Bahkan, pelaku UMKM tersebut sudah memenuhi syarat administrasi mulai dari packing list, invoice phytosanitary sertifikat, hingga sertifikat fumigrasi, dan lain-lain.
Surat Pemberitahuan
Namun, pada 1 Oktober 2023 pelaku UMKM itu mendapatkan surat pemberitahuan bahwa kontainer yang mengangkut produknya di tahan. Kontainernya di buka dan diperiksa oleh pihak Bea Cukai, kemudian pihaknya ditagih Rp 118 juta, jika tidak sanggup membayar barang yang diekspor akan disita.
MenkopUKM Teten Masduki mengaku telah berbicara dengan Dirjen BEa Cukai terkait permasalahan tersebut. Ia menjelaskan, untuk ekspor produk briket memang terlalu berisko dari sisi pengirimannya.
"Saya sudah bicara dengan dirjen bea cukai mengenai ada isu kesulitan UMKM untuk ekspor, terutama yang produk briket. Karena briket itu memang juga terlalu berisiko dari sisi pengiriman, perusahaan logistiknya juga mensyaratkan yang tinggi," kata Teten saat ditemui di JCC, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Lebih lanjut, Teten akan meminta ke Dirjen Bea Cukai agar proses ekspor yang dilakukan UMKM tidak dipersulit, sedangkan untuk produk impor baru lah dipersulit karena untuk melindungi produk dalam negeri. "Ya betul. Jadi ini yang kita sedang bahas dengan dirjen bea cukai. Jangan dipersulit lah ekspor kita. Kalo impor baru kita persulit, karena untuk melindungi produk dlm negeri. Kalau ekspor harus diberi kemudahan," pungkasnya.
2 Mata Pisau Pinjol, Dibutuhkan tapi Bisa Menjerat
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyebut pinjaman online (Pinjol) masih menjadi alternatif yang diperlukan masyarakat ketika membutuhkan pembiayaan dengan cepat.
"Ini merupakan alternatif yang betul-betul diperlukan," kata Mahendra Siregar dalam sambutannya di acara Apresiasi Media Massa di Hotel Kempinski Indonesia, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Hal itu terbukti dari akumulasi nilai outstanding pembiayaan peer to peer lending yang sudah mendekati nominal Rp 600 triliun. Berdasarkan data OJK, mayoritas masyarakat yang menggunakan pinjol sebagai alternatif pembiayaan merupakan mereka yang belum memiliki akses ke industri perbankan.
"Mengenai pinjaman online, realitanya adalah akumulasi dari outstanding pembiayaan yang sudah disalurkan sudah mendekati Rp 600 triliun, dan tentu pihak yang belum memiliki akses langsung atau memiliki keterbatasan pada pembiayaan yang ada yang dilakukan industri yang lain," ujarnya.
Di sisi lain, OJK pun melihat dampak negatif dan positif yang muncul dari pinjol. Bahkan, banyak masyarakat yang terjerat pinjol karena tidak mampu membayar utangnya.
Kendati begitu, Mahendra menegaskan, OJK siap melakukan penanganan terhadap damp negatif yang ditimbulkan pinjol yang merugikan masyarakat.
"Namun bagaimana kita memperkuat itu, bagaimana kita mengatasi dampak yang tidak baik bahkan sampai yang merugikan masyarakat. Itu kami sangat siap dalam berbagai aspek, regulasinya, enforcementnya,malasannya, dan juga perlindungan kondsumen dan penegakan hukum. Jadi, end to end dan kami akan respons dengan utuh kami ikut bantu penanggulangan mitigasi penyelesaian," pungkasnya.
Advertisement
Ada Peta Jalan Pinjol, Konsumen Makin Diuntungkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Fintech Lending 2023-2028 atau Pinjaman online (pinjol).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan, peluncuran roadmap LPBBTI 2023-2028 memiliki dua tujuan utama.
Pertama, untuk memperkuat kerjasama dan sinergi, serta komitmen yang tinggi untuk membenahi, memperkuat, meningkatkan integritas, memperbaiki kualitas pelayanan dan produk yang dihasilkan bagi masyarakat indonesia dari LPBBTI.
"Kedua, industri fintech lending ini memasuki suatu era berbasis kepada legalitas yang begitu kuat yang turun dan dimandatkan langsung oleh undang-undang yang sebelumnya tidak ada," ujarnya.
Menanggapi kebijakan OJK ini Pengamat Ekonomi Eko Listiyanto menyambut kehadiran roadmap LPBBTI ini penting untuk lebih menata industri P2P lending ini ke depan sehingga dampaknya bisa lebih optimal bagi perekonomian, terutama UMKM kelas bawah yang belum bankable.
"Manfaatnya ke perekonomian akan sangat positif karena akan meningkatkan pembiayaan produktif khususnya ke UMKM," ujar Eko kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Roadmap ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional. Peran roadmap adalah sebagai panduan bagi segenap stakeholders di industri fintech P2P lending mencapai visi tersebut.
Implementasi pengembangan dan penguatan industri fintech P2P lending dilakukan pada tiga fase dalam kurun waktu 2023 sampai dengan 2028, diawali dengan fase penguatan fondasi, dilanjutkan dengan fase konsolidasi dan menciptakan momentum, dan diakhiri dengan fase penyelarasan dan pertumbuhan.
Suku Bunga Lebih Adil
Di sisi lain, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini juga menyambut baik kehadiran regulasi P2P lending yang dikeluarkan bersamaan dengan roadmap pinjol.
OJK mengeluarkan SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tanggal 8 November 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi. SEOJK ini antara lain mengatur mengenai manfaat ekonomi atau tingkat bunga yang ditunggu oleh masyarakat luas.
Eko bilang, ke depan regulasi ini akan membedakan suku bunga pembiayaan produktif dan non produktif. Harapannya beleid ini bisa membuat kompetisi di pasar sehingga terjadi efisiensi harga dana (bunga).
"Di sisi lain, peminjam akan terdorong untuk mengarah ke pembiayaan produktif karena bunga lebih rendah, sehingga diharapkan kontribusi P2P bagi ekonomi naik," pungkasnya.
Advertisement