Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru Ofcom di Inggris menemukan bahwa remaja dan anak-anak cenderung lebih banyak menggunakan AI (kecerdasan buatan) generatif dibandingkan orang dewasa.
Regulator mengatakan studi terbarunya menunjukkan bahwa empat dari lima remaja berusia 13-17 tahun kini menggunakan alat AI generatif, termasuk chatbot seperti ChatGPT. Bahkan, 40% dari remaja berusia 7-12 tahun juga menggunakan teknologi tersebut.
Advertisement
Sementara itu, untuk pengguna internet dewasa yang pernah menggunakan teknologi AI hanya 31%. Dan di antara 69% yang belum pernah menggunakannya, 24% tidak mengetahui apa itu teknologi. Demikian seperti yang dilaporkan Independent, dikutip Selasa (5/12/2023).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ofcom, ChatGPT OpenAI menjadi alat AI generatif yang paling banyak digunakan oleh peserta penelitian. Dengan 23% dari mereka yang berusia 16 tahun adalah pengguna chatbot tersebut.
58% dari mereka menggunakan ChatGPT hanya untuk bersenang-senang. Sementara itu, sepertiga dari mereka menggunakannya untuk bekerja dan seperempatnya untuk membantu studi mereka. Tidak hanya itu, beberapa juga menggunakannya untuk mencari saran terkait sesuatu.
Yih-Choung Teh, Direktur Strategi dan Penelitian Grup Ofcom, mengatakan “Meningkatkan kecepatan dengan teknologi baru sudah menjadi kebiasaan bagi Gen Z, dan AI generatif tidak terkecuali."
Ia juga mengungkapkan bahwa para pengguna internet yang lebih dewasa mengeksplorasi kemampuan teknologi tersebut untuk bekerja maupun bersantai.
“Kami juga menyadari bahwa sebagian orang khawatir mengenai AI di masa depan. Sebagai regulator keamanan online, kami telah berupaya membangun pemahaman mendalam tentang peluang dan risiko teknologi baru dan yang sedang berkembang, sehingga inovasi dapat berkembang, sekaligus keselamatan pengguna tetap terlindungi," kata Yih-Choung Teh.
Di samping itu, penelitian Ofcom juga menyebutkan bahwa lebih dari seperlima anak berusia 8-17 tahun memiliki profil media sosial dengan usia palsu, yaitu 18 tahun ke atas.
Dengan demikian, hal ini bisa saja berisiko memunculkan konten yang berpotensi membahayakan.
Mengaku Tak Siap Sekolah, Sebagian Besar Mahasiswa Gunakan ChatGPT untuk Belajar
Sementara itu, berdasarkan berita sebelumnya, setelah kehilangan waktu belajar karena pandemi, banyak siswa merasa tidak siap untuk kembali ke sekolah.
Laporan McGraw Hill menunjukkan 21 persen mahasiswa merasa tidak siap untuk melanjutkan studi mereka di perguruan tinggi. Jumlah ini meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya.
Menurut Edscoop, dikutip Rabu (1/11/2023), tren ini mengubah cara siswa mencari dukungan pembelajaran, dengan 80 persen siswa menggunakan ChatGPT dan media sosial seperti TikTok atau YouTube.
Namun, Justin Singh, kepala transformasi dan strategi McGraw Hill, menekankan bahwa masalah utamanya adalah penggunaan media sosial yang berlebihan untuk pembelajaran, hingga lebih dari lima jam dihabiskan di platform tersebut setiap minggunya.
Menurut laporan tersebut, meskipun sumber online seperti ChatGPT sangat disukai oleh siswa, sebagian besar guru dan siswa tidak benar-benar percaya pada tanggapan kecerdasan buatan (AI).
Advertisement
Teknologi AI Masih Diragukan, tapi Kepercayaan Bisa Ditingkatkan
Kendati tidak percaya AI, sebanyak 46 persen profesor dan 39 persen mahasiswa menyatakan kepercayaan dapat ditingkatkan jika alat tersebut dikembangkan dan diperiksa oleh sumber akademis terpercaya.
Ketidakpastian ini juga mempengaruhi kesehatan mental siswa yang 56 persen dari mereka mengaku stres, dan 58 persen mengatakan kewalahan.
Profesor menyadari masalah ini, dan 90 persen mahasiswa setuju bahwa kesehatan mental adalah kunci keberhasilan mahasiswa. Beberapa bahkan mempertimbangkan untuk meninggalkan kuliah.
Meskipun banyak kampus telah menanggapi dengan membuka klinik di dalam kampus, akses ke layanan kesehatan mental tetap sulit, terutama karena pendidikan online semakin populer.
Survei yang dilakukan oleh McGraw Hill untuk memahami dampak pandemi menekankan betapa pentingnya menanggapi perubahan preferensi siswa dengan menggunakan teknologi menarik seperti ChatGPT dan media sosial sambil mempertahankan keakuratan dan kepercayaan.
Buku Anak-Anak Dibuat dengan Teknologi Gen AI dan ChatGPT
Terlepas dari itu, teknologi kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) kini juga dapat digunakan untuk membuat buku anak-anak, seperti yang diwartakan Health Liputan6.com.
Salah satu contohnya yakni buku berjudul Maya and the Secret World of Agoda yang dibuat oleh platform perjalanan digital Agoda.
Buku yang diluncurkan terkait perayaan Hari Anak Sedunia ini dapat membangkitkan imajinasi dan mendorong anak-anak menjelajah serta menikmati teknologi itu dibuat menggunakan teknologi Generative AI (Gen AI).
Naskah asli dan desain visual awal buku anak-anak setebal 24 halaman ini sepenuhnya dibuat oleh perangkat Gen AI, ChatGPT dan Midjourney. Meski demikian, proses pembuatannya berada di bawah pengawasan tim pemasaran, teknologi, serta tim penerjemah Agoda.
Maya and the Secret World of Agoda berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Maya, yang memulai petualangan saat mengunjungi ibunya di kantor Agoda di Bangkok. Buku ini membawa pembaca muda dalam sebuah perjalanan, memperkenalkan mereka pada konsep-konsep teknologi melalui karakter-karakter yang menawan dan membantu menangkap imajinasi mereka. Dengan demikian, buku ini bisa menjadi pilihan yang menghibur dan mendidik bagi anak-anak dan keluarga yang tertarik dengan teknologi di seluruh dunia.
Kehadiran buku ini juga disebut sebagai bentuk dedikasi Agoda terhadap teknologi dan komitmennya untuk menginspirasi kreativitas pikiran-pikiran muda, terutama di Asia, di mana kantor pusat Agoda berada.
Maya and the Secret World of Agoda tersedia untuk diunduh gratis di ago-da.co/aibook. Ada beberapa edisi dalam bahasa Inggris yang sepenuhnya ditulis oleh AI, atau dalam bahasa Inggris yang dikombinasikan dengan bahasa Thailand, Jepang, Simplified Chinese, Traditional Chinese, Bahasa Indonesia, Bahasa Malaysia, Korea, atau Vietnam.
Advertisement