Menguntai Kisah Bunker Pengintai di Kota Tarakan

Usai PD II ada satu bangunan yang kini dijadikan cagar budaya, yaitu Bunker Pengintaian. Ini adalah bunker yang dulunya digunakan untuk mengintai kapal mana yang kira-kira sudah menuju ke Pulau Tarakan. Lalu juga ada logaf atau shelter perlindungan.

oleh stella maris diperbarui 28 Nov 2023, 18:04 WIB
Menguntai Kisah Bunker Pengintai di Kota Tarakan

Liputan6.com, Tarakan Setiap daerah di Indonesia, pasti memiliki kisah sejarah sendiri, salah satunya adalah Kota Tarakan. Ya, kota ini memiliki sejumlah bangunan yang jadi saksi bisu dari sejarah panjang masyarakat Kota Tarakan dengan Belanda dan Jepang selama Perang Dunia II. 

Pelestari Cagar Budaya Kota Tarakan, Salam menjelaskan selain dikaitkan dengan Perang Dunia II, Tarakan juga menjadi kota strategis yang memiliki salah satu titik pelabuhan samudera, dengan banyak sejarah di dalamnya. Lebih lanjut Salam menceritakan, pada masa kolonial Belanda atau jauh sebelum PD II, Belanja mengembangkan sarana dan prasarana. 

Pelestari Cagar Budaya Kota Tarakan, Salam.

"Kotanya betul-betul menjadi kota industri minyak karena banyak ladang minyak. Lalu berubah pada 1942 sejak Jepang masuk ke Tarakan. Pada 1945 saat PD II masyarakat Kota Tarakan diungsikan keluar dari pulau, kecuali para pekerja tambang," ujar Salam. 

Usai PD II ada satu bangunan yang kini dijadikan cagar budaya, yaitu Bunker Pengintaian. Ini adalah bunker yang dulunya digunakan untuk mengintai kapal mana yang kira-kira sudah menuju ke Pulau Tarakan. Lalu juga ada logaf atau shelter perlindungan. 

Logaf atau bunker di Tarakan.

Logaf tersebut dapat menampung sekitar 100 orang dengan tinggi bangunan sekitar dua meter. Bunker itu dibangun untuk perlindungan orang Belanda dan orang Indonesia dari peperangan. Hingga saat ini, bunker tersebut masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu tempat wisata potensial untuk dikunjungi.

Tugu Perabuan.

Nah selain logaf atau bunker, juga ada Tugu Perabuan, sebuah tempat yang digunakan para penjajah Jepang pada 1933 untuk memakamkan dan membakar mayat dari tentara perang. Tugu Perabuan itu, kini juga menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing, mayoritas didatangi oleh orang Jepang. 

"Saya berharap upaya melestarikan dan melakukan pengelolaan jangka panjang ini, dapat menjadi salah satu tempat wisata sejarah potensial yang jangka panjang," ujar Salam. 

 

(*) 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya