Liputan6.com, Jakarta - Kasus pneumonia misterius di China mengundang atensi dari berbagai pihak salah satunya Epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, kasus pneumonia misterius di China kini sebetulnya sudah tidak misterius.
Sebab, kata Dicky, pemerintah di China sudah melaporkan secara resmi bahwa kasus ini bukan karena patogen baru.
Advertisement
"Kalau dilihat, kasus pneumonia (di China) saat ini sudah tidak misterius karena pemerintah China sudah melaporkan secara resmi bahwa ini bukanlah disebabkan karena patogen baru. Bukan kuman baru, bakteri baru, atau virus baru," kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Selasa, 28 November 2023.
Dia, menambahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menyatakan bahwa kasus pneumonia ini digolongkan dalam kasus darurat, tapi tetap perlu diwaspadai.
"Jadi, WHO sendiri belum menerapkan ini sebagai sesuatu yang harus dinyatakan sebagai kedaruratan, tapi kalau bicara diwaspadai ya tentu perlu diwaspadai. Karena ini bicara bagaimana sistem kesehatan suatu negara, bisa enggak merespons lonjakan kasus yang banyak," ujarnya.
"Nah itu yang harus diwaspadai, harus dipastikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Kemampuan bukan hanya layanan kalau terjadi peningkatan saja tapi sistem deteksinya, ini yang harus diperkuat dan dimitigasi supaya ini (pneumonia) tidak menjadi beban di layanan kesehatan," kata Dicky.
Potensi Pneumonia Jadi Pandemi Sangat Kecil
Lebih lanjut Dicky mengatakan bahwa potensi pneumonia di China untuk jadi pandemi sangat kecil.
"Menurut saya kalau dikatakan ke arah potensi pandemi jauh sekali, sangat amat kecil potensi menjadi pandemi," katanya.
Pneumonia cenderung berada di bawah level COVID-19. Meski begitu, penanganannya tetap harus disiapkan.
"Tentu sistem rujukan disiapkan dan jangan sampai kasus meningkat dan semua berlomba-lomba ke rumah sakit. Nah ini yang akan membebani rumah sakit seperti yang saat ini terjadi di China. Jadi saya kira pemerintah perlu memperkuat dan memastikan mekanisme sistem rujukan," ujarnya.
Di tingkat masyarakat, Dicky menyebut pentingnya pemerintah memberikan literasi soal penanganan pertama di rumah, cara deteksi, dan ke mana harus merujuk.
Tingkat Keparahan Pneumonia
Terkait kasus pneumonia misterius di China, Dicky juga membahas soal fatalitasnya.
"Dalam konteks di China, apakah ini fatal dan angka kematiannya tinggi? Tidak. Saat ini tidak ditemukan hal yang signifikan dalam konteks kematian, tapi kasus rawatan rumah sakitnya meningkat," katanya.
Salah satu penyebab meningkatnya angka rawat inap di China adalah mycoplasma pneumonia yang diduga resisten terhadap antibiotik.
Mycoplasma adalah penyakit penyebab umum infeksi pernapasan sebelum COVID-19, yang mana kejadian insidensi tadinya 8,6 persen, kemudian insidensi turun jadi 0,7 persen pada tahun 2021-2022.
Di samping dugaan resistensi antibiotik, dugaan lainnya adalah karena kondisi kesehatan anak secara umum serta daya tahan tubuhnya menurun.
"Bisa karena memang sedang musim dingin atau karena pernah mengalami infeksi COVID sebelumnya, jadi ini beberapa faktor yang terjadi," ujarnya.
Advertisement
Pneumonia Bisa Ditangani dengan Rawat Jalan
Secara umum, lanjut Dicky, risiko pneumonia pada pasien tidak parah. Bahkan sebagian besar bisa sembuh sendiri. Dengan catatan kondisi pasien bagus dan tidak mengalami gangguan imunitas atau daya tahan tubuh.
"Sebagian kecil ada yang memang harus diberikan antibiotik. Bahkan, sebagian kecil lagi harus dirawat. Mayoritas pasien pneumonia bisa ditangani dengan rawat jalan, karena fatalitasnya sangat kecil," ujarnya.
Sedangkan, terkait pencegahannya, pneumonia dapat dihadang oleh masker dan kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Mengingat, penularannya melalui droplet.
"Bicara pencegahan, pakai masker dan kebiasaan cuci tangan jadi sangat penting. Ini sekali lagi mengingatkan kepada kita, kenormalan baru, perilaku hidup bersih sehat yang sudah kita raih di masa pandemi (COVID-19) ya harus terus dijaga bahkan diperkuat, dibudayakan, nah ini yang akan mencegah kasus-kasus menular seperti ini," pungkasnya.