Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengkategorikan wabah pneumonia di China masuk status Kedaruratan Kesehatan Global, yang istilahnya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Penyakit ini dilaporkan awalnya sebagai pneumonia misterius atau "pneumonia yang tidak terdiagnosis" (clusters of undiagnosed pneumonia).
"WHO sampai sekarang belum menyatakan ini sebagai PHEIC ya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi di Jakarta pada Selasa, 28 November 2023.
Advertisement
Walaupun belum masuk PHEIC, Nadia menegaskan, Indonesia harus tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian pneumonia yang sedang menyerang anak-anak di China.
"Dari sisi kita itu melakukan peningkatan kewaspadaan aja, karena di China masuknya sebagai Kejadian Luar Biasa ya," tegasnya.
Peningkatan Kasus Mycoplasma pneumoniae
Dari informasi Kemenkes RI, belum diketahui secara pasti penyebab penyakit pneumonia misterius yang menyerang sistem pernapasan ini. Namun, berdasarkan laporan epidemiologi, terjadi peningkatan kasus Mycoplasma pneumoniae sebesar 40 persen.
Media China menginformasikan adanya peningkatan kasus Mycoplasma pneumoniae sejak Mei 2023, tiga perempat pasien didiagnosis sebagai infeksi Mycoplasma.
Di China sendiri, Mycoplasma memang menjadi penyebab terbanyak pada kasus pneumonia. Mycoplasma merupakan penyakit penyebab umum infeksi pernapasan sebelum COVID-19, yang mana kejadian insidensi tadinya 8,6 persen, kemudian insidensi turun jadi 0,7 persen pada tahun 2021-2022.
Kewaspadaan di Pintu Masuk Negara
Kewaspdaan terhadap Mycoplasma pneumoniae di China ini dilakukan Kemenkes Ri di pintu masuk negara. Kemenkes juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: PM.03.01/C/4732/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.
"Itu biasa kita lakukan di pintu masuk melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan ya, terutama kalau orang dengan gejala flu, kemudian kita edukasi. Kalau memang bertambah berat (gejala), datang ke fasilitas pelayanan kesehatan," Siti Nadia Tarmizi menambahkan.
"Jadi pengawasan orang, produk makanan, dan lainnya kita tingkatkan."
Di Dinas Kesehatan, lanjut Nadia juga sudah mempunyai sistem surveilans untuk memantau tren penyakit pernapasan dengan menggunakan sistem Sentinel Surveilans Influenza Like Illness (ILI) - Severe Acute Respiratory Infection (SARI).
"Di Dinas Kesehatan sendiri, kita udah punya sistem surveilans yang ILI/SARI itu," katanya.
Advertisement
Pemeriksaan Sampel Jika Ada Gejala Influenza Berat
Siti Nadia Tarmizi menerangkan, umumnya orang sakit influenza dapat sembuh sendiri dan tidak perlu dirawat. Meski begitu, pada orang-orang dengan daya tahan tubuh lemah, virus influenza dapat memperberat gejala.
Apabila ada orang dengan gejala influenza berat, pemeriksaan sampel akan dilakukan untuk melihat, apakah terinfeksi Mycoplasma pneumoniae atau tidak.
"Makanya, kita punya Severe Acute Respiratory Infection (SARI) itu untuk memantau kasus-kasus influenza yang dengan tiba-tiba dia jadi berat atau dia jadi bergejala berat," terang Nadia.
"Nah dari situ diambil sampel. Kita lakukan pemeriksaan genom sekuensingnya untuk melihat, apakah sama dengan Mycoplasma atau bakteri atau virus lainnya."
Penguatan Surveilans
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu turut meminta Puskesmas dan rumah sakit melakukan penguatan penyelengaraan surveilans Pneumonia, peningkatan pencatatan dan pelaporan Pneumonia, memperkuat kewaspadaan standar dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Nomor: PM.03.01/C/4732/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.
Tak lupa, Maxi meminta fasilitas kesehatan melakukan edukasi ke masyarakat terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pentingnya vaksinasi untuk pencegahan penyakit infeksi saluran pernapasan akut.
Tidak Ada Indikasi Patogen Baru
Peringatan adanya laporan peningkatan kasus Mycoplasma Pneumonia di China mendoron WHO untuk meminta China membagikan data tentang pasien-pasien tersebut, tren terbaru dalam sirkulasi virus dan tekanan pada rumah sakit.
Sementara itu, WHO mendesak orang-orang di China untuk menjaga jarak, tinggal di rumah saat sakit dan memakai masker. Namun, China bersikeras bahwa tidak ada patogen baru yang harus disalahkan atas wabah penyakit ini.
WHO mengatakan bahwa mereka telah melihat data yang menunjukkan lonjakan penyakit hanyalah lonjakan virus musiman setelah karantina wilayah akibat COVID-19 di China.
"Tampaknya didorong oleh peningkatan jumlah anak-anak yang tertular penyakit musiman dan tidak ada indikasi adanya patogen baru," kata Maria Van Kerkhove dari WHO's department of epidemic and pandemic preparedness and prevention, dikutip dari Mail Online.
Di sisi lain, UK Health Security Agency (UKHSA) pada Jumat (24/11/2023) tidak mengesampingkan bahwa virus baru berada di balik wabah pneumonia di China tersebut.
"Kita harus tetap berpikiran terbuka tentang penyebab peningkatan pelaporan penyakit pada anak-anak di China," pungkas UKHSA's chief executive Professor Dame Jenny Harries.
Advertisement