Liputan6.com, Jakarta - Isu pencemaran lingkungan menjadi momok bagi industri di Tanah Air. Menurut riset yang dilakukan oleh kelompok masyarakat bernama Generasi Melek Politik (GMP), terjadi pembuangan limbah langsung ke sungai tanpa melibatkan proses instalasi pengolahan air limbah (PAL) di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, tepatnya di kota Palu yang juga ditemukan bahwa perairan setempat telah tercemar oleh klorin, nitrat, dan phospat yang berasal dari limbah cair yang tidak dikelola sebelum pembuangan.
“Kedua temuan tersebut sudah cukup mengindikasikan, telah terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tulis GMP dalam laporannya yang disampaikan saat sesi diskusi daring berjudul "Katanya Negara Maritim, Tapi Kok Buang Limbah Industri di Laut?” yang diselenggarakan oleh Academia Politica seperti dikutip dari siaran pers diterima, Rabu (29/11/2023).
Advertisement
GMP menegaskan, situasi tersebut tidak hanya merusak lingkungan secara estetika, tetapi juga merampas hak generasi muda untuk hidup dalam lingkungan yang sehat, layak, dan berkelanjutan.
“Kami mendorong, pemerintah, kalangan bisnis, DPRD, organisasi sipil, akademisi harus mampu melakukan orkestrasi kebijakan pengelolaan limbah industri sesuai dengan kepentingan publik,” minta GMP.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M. Syarif, mengatakan bahwa sebesar 80% sumber pencemaran di laut berasal dari darat yang pada akhirnya bermuara ke laut. Salah satunya, ada pembuatan pipa pembuangan limbah terselubung di dasar laut yang membuang limbah tanpa diolah terlebih dahulu, dan hal ini jarang diketahui publik.
“Dampak nyata dari pencemaran limbah industri dapat dilihat di Pulau Obi di Sulawesi, di mana satu-satunya sungai di daerah tersebut tercemar dan kotor. Bahkan di pulau Wawonii, yang seharusnya tidak boleh ditambang, malah tetap ditambang dan merusak satu-satunya sumber air di pulau tersebut,” ungkap Laode.
Laode meyakini, akibat pencemaran ini, banyak Ikan mati, sampah berserakan, nelayan tidak bisa melaut, penyu meninggal, dan perut paus penuh sampah plastik.
“Secara hukum, telah ada beberapa peraturan yang seharusnya mengikat pengelolaan limbah, terutama tambang, namun, tidak dijalankan,” tegas dia.
Menjawab hal itu, Putri Regita sebagai Puteri Kota Makassar 2023, mengatakan bahwa baik pemerintah dan non-pemerintah memiliki kepentingan dan tanggung jawab untuk mengelola limbah agar terbuang dengan baik di lingkungan. Khususnya bagi anak muda yang wajib membenahi pola pikir soal isu-isu lingkungan yang kemudian turun ke praktiknya.
“Pemerintah, sebagai regulator dan penegak hukum harusnya bisa dengan tegas menindak pelaku yang telah melanggar peraturan, namun secara fakta di lapangan justru penegakan hukum ini melemah,” pesan Putri.
Sebagai informasi, usai diskusi bersama narasumber, Academia Politica mengajak para peserta untuk bermain peran sebagai perwakilan Pemerintah, NGO, Korporasi, DPR, dan Akademisi.
Para peserta diberi waktu kurang lebih 25 menit untuk dapat menyusun argumentasi mereka dari sudut pandang masing-masing sesuai kategori yang sudah dibagi, kemudian mengirimkan perwakilan kelompok sebagai juru bicara untuk menyampaikan pendapat.
Setelah menyampaikan pendapat, masing-masing kelompok juga diberikan waktu untuk melakukan counter-argument terhadap kelompok lainnya. Proses ini berlanjut hingga akhirnya setiap kelompok melakukan voting untuk menyetujui.
Pada akhirnya, tercapai konsensus untuk menciptakan sebuah kebijakan yang lebih ramah lingkungan yang dalam praktiknya harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan yang saling berkolaborasi dan bekerja sama.
Academia Politica
Diketahui, Academia Politica adalah sebuah workshop simulasi policy-making yang berfokus pada agenda setting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Lewat Academia Politica, peserta mempraktekkan "roleplaying" menjadi Akademisi, DPR, Pemerintah, Non-governmental Organization (NGO), dan Korporasi atau Pebisnis.
“Hal ini dilakukan agar peserta bisa merasakan secara langsung skill komunikasi politik seperti apa yang dibutuhkan untuk membuat suatu kebijakan seperti public speaking, membangun argumen, dan negosiasi,” ujar Neildeva Despendya Putri selaku Direktur Eksekutif Generasi Melek Politik.
Dia mengungkap, program ini dibuat oleh Yayasan Partisipasi Muda atau dikenal dengan Generasi Melek Politik (GMP). Peserta terdiri dari pelajar SMA/K dan mahasiswa/I tingkat pertama sama ketiga di seluruh provinsi di Pulau Sulawesi.
Melalui kegiatan ini, Neildeva percaya, Generasi Melek Politik ingin memberikan kesempatan kepada anak muda khususnya di wilayah Sulawesi untuk meningkatkan kepercayaan diri pemuda untuk menyuarakan aspirasinya, serta meningkatkan pemahaman tentang bagaimana proses kebijakan publik, dan mempraktikkan secara langsung langkah pembuatan kebijakan publik terutama kebijakan berbasis lingkungan dan berkelanjutan.
“Generasi Melek Politik ingin anak muda menjadi bagian dari solusi, aktif dalam menyuarakan pendapat mereka, dan berkolaborasi aktif dalam ranah pembuatan kebijakan,” dia menandasi.
Advertisement