Pakar Digital: Pemilu 2024 Banyak Konten Berbasis AI, Harus Diwaspadai

Teknologi AI menjadi ancaman bagi keberlangsungan Pemilu 2024 yang damai. Dengan konten produksi AI yang semakin realistis, butuh AI tools pula untuk membantu menangkalnya.

oleh Rida Rasidi diperbarui 01 Des 2023, 13:13 WIB
Ilustrasi tools AI yang bisa digunakan untuk memudahkan proses pembuatan konten. (unsplash/Steve Johnson)

Liputan6.com, Jakarta - Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menjadi ancaman yang harus diwaspadai pada periode Pemilu 2024. Pasalnya, teknologi ini berpotensi menghasilkan informasi hoaks yang dapat mengancam berjalannya pemilu dengan damai.

Technology dan Digital Start-up Founder, Ferry Sutanto mengatakan, tidak seperti Pemilu 2019 yang berbasis di media sosial, Pemilu 2024 akan banyak konten menggunakan teknologi AI.

Ia menambahkan, akan ada foto-foto atau video tokoh-tokoh, seperti capres-cawapres, tokoh masyarakat, hingga kerabat di Facebook yang dikemas secara realistis. Mereka akan dibuat seolah-olah mengatakan atau melakukan apa yang tidak pernah mereka lakukan menggunakan teknologi deepfake.

"Kalau kita lihat di Pemilu 2019 mengambil tema atau topiknya itu socmed based. Nah, di tahun depan, bahkan mulai sekarang pun, itu Pemilu nya akan bertopik dan banyak menggunakan AI, dan itu harus diwaspadai," ujarnya saat menjadi narasumber dalam Virtual Class Liputan6.com bertajuk 'Hoaks Politik Menggunakan AI Mengancam, Bagaimana Menangkalnya?', Rabu (29/11/2023).

Sehubungan dengan hal tersebut, masyarakat perlu membekali diri dengan edukasi literasi digital mengenai teknologi kecerdasan buatan. Hal ini perlu dilakukan agar mereka dapat mendeteksi dan tidak terjebak oleh hoaks-hoaks hasil produksi teknologi ini.

Adapun Ferry memaparkan hal-hal yang harus dilakukan masyarakat, agar dapat menghindari bahaya AI, antara lain dengan selalu mengedukasi diri dengan informasi dari kanal resmi, tidak mudah percaya, dan selalu melakukan pengecekan fakta setiap informasi yang diterima.

Tidak hanya itu, untuk menghindari penyebaran hoaks melalui aplikasi perpesanan, Ferry menyarankan untuk mematikan auto download, terutama pada aplikasi WhatsApp. Hal ini untuk menghindari informasi palsu dan serangan virus. Sikap saling memaafkan juga perlu ditanam oleh masyarakat demi menjaga persatuan bangsa.  

"Yang pertama adalah kita harus terus perkaya diri. Belajar tidak hanya di sekolah, terutama soal pemilu dan teknologi. Yang kedua auto-ragu, jangan langsung percaya, kecuali sumber beritanya resmi. Lalu, lakukan research mandiri. Yang keempat, itu kita harus saling memaafkan. Dan yang kelima, yang paling mudah adalah mematikan auto-download pada aplikasi WhatsApp," jelasnya.  

Selanjutnya, saat ditanya mengenai cara membedakan AI, Ferry mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang sulit. Menurutnya, saat ini perlu AI tools juga untuk membedakan konten AI yang semakin realistis.

"Untuk sekarang, membedakan itu sudah sangat sulit. Kita perlu AI lagi, sih, untuk fact-checking ini. Secara kasat mata, untuk membedakan mana konten AI dan bukan itu sudah sulit. Sudah makin realistis. Jadi, kita perlu AI tools untuk membedakan metadata yang ada pada foto atau video," imbuh Ferry.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya