Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap proses transisi energi Indonesia penuh tantangan. Utamanya soal peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Dia mencoba membandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diramal terus positif kedepannya. Jika demikian, artinya kebutuhan akan energi pun ikut bertambah.
Advertisement
"Energi adalah sektor yang paling menantang, karena ketika Indonesia melanjutkan pertumbuhan lenih tinggi, artinya juga permintaan akan energi akan ikut meningkat," kata Sri Mulyani dalam Indonesia-Europe Investment Summit 2023, di St Regis, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Bendahara Negara mengatakan, poin yang perlu diperhatikan serius adalah pada penggunaan energi kedepannya. Pada konteks transisi energi, berarti perlu memperhatikan emisi karbon dari proses produksi energi tadi.
"Tapi bagaimana anda bisa mengimbangi peningkatan permintaan energi tersebut tanpa memperhatikan juga pengurangan emisi karbon dari prosesnya. Jadi kita harus mentransisi energinya, dan Indonesia punya pilihan, ini bagus tapi juga menantang," tegasnya.
Sri Mulyani bilang, Indonesia dihadapkan pada 2 pilihan. Pertama, tetap menggunakan energi fosil seperti saat ini dengan minimnya tantangan. Kedua, memulai transisi energi ke EBT dengan sejumlah tantangan besar yang perlu diselesaikan.
"Ada pilihan lainnya seperti energi terbarukan yang lebih kompleks dan membutuhkan dana yang tak sedikit hingga kebijakan yang harus diselesaikan. Ini jadi yang paling penting kedepannya," ucap Menkeu Sri Mulyani.
Pendanaan Transisi Energi
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengingatkan bahwa agenda iklim tidak bisa dicapai tanpa menimbulkan implikasi ekonomi. Maka dari itu, pendanaan merupakan hal yang sangat penting dan esensial untuk menjalankan transisi energi.
"Transisi energi tidak mudah, karena kebutuhan pembangunan pasti meningkat dan tidak kemudian kita (semata-mata) mematikan batu bara dan ganti ke renewable energy tanpa menimbulkan implikasi finansial, ekonomi, sosial, dan bahkan politik," kata Sri Mulyani dalam diskusi Bank Dunia bertajuk Climate Change and Indonesia's Future: An Intergenerational Dialogue yang disiarkan pada Senin (27/11/2023).
"Yang terjadi dalam kebijakan publik dan situasi personal pun kalau kita ingin menggapai cita-cita pasti ada konsekuensinya," tambah nenkeu.
Advertisement
Temui Investor
Sri Mulyani mengungkapkan, ia sudah bertemu dengan berbagai investor agar taksonomi energi hijau dan penghentian PLTU batu bara di dalam negeri bisa didanai oleh pasar modal. Namun memang, untuk mengubah yang sudah ada saat ini dan mencari investor yang fokus pada energi bersih masih sulit.
"Saya akui sampai minggu lalu saya di San Fransisco saya bertemu dengan beberapa investor dan fund manager besar itu tidak mudah," bebernya.
Indonesia sendiri memiliki kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) pada KTT G20 di mana Indonesia akan menerima komitmen pendanaan senilai USD 20 miliar atau Rp 330 triliun dana dari sektor publik dan sektor swasta global.
Dalam komitmen ini, Indonesia berupaya mengurangi emisi hingga 290 megaton CO2 pada 2030.
"Untuk itu diperlukan banyak sekali pendanaan terutama untuk pensiun bata bara, akselerasi transformasi ke renewable, juga mendukung komunitas yang terdampak akibat transformasi ini," jelas Sri Mulyani.
Tantangan Penurunan Emisi
Sebelumnya, Pemerintah meneken target ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,9 persen di 2030 dan nol emisi karbon di 2060. Ambisiusnya target ini disebut memerlukan langkah detail dalam implementasinya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko menyampaikan target ini tertuang dalam enhanced nationally determined contribution (E-NDC) Indonesia. Target ini perlu dikejar dengan model yang telah dirancang kedepannya.
"Ini target yang tidak mudah, tadi saya sampaikan ke bu Tina (Jubir Menteri Investasi Tina Talisa), rumusnya bagus, tapi yang eksekusi pusing, jadi kita harus benar-benar membuat rencana yang sangat detail dan sangat executable," ungkapnya dalam HSBC Summit 2023, di St Regis, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Tiko menyampaikan, pelaksana dari target ini salah satunya adalah korporasi, dimana BUMN ikut terlibat didalamnya. Untuk mengejar itu, pihaknya telah menyusun 5 inisiatif strategis.
Pertama, merumuskan cara untuk membuat pembangkit listrik tenaga uap bertenaga batu bara menjadi lebih bersih. Caranya dengan sistem co-firing, menggunakan bio massa, hingga bahan bakar gas.
"Sehingga kita tidak terburu-buru me-retier coal kita tapi bagaimana menghasilkan coal tapi dengan clean coal dan menurunkan emisi (gas) rumah kaca-nya," jelas dia.
Kedua, dengan membidik penurunan emisi di sektor transportasi. Caranya, dengan mendorong pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan. Ini dituangkan lewat biodiesel dengan kadar B35 dan campuran bioetanol di Pertamax Green 95.
"Dan juga ke depan sustainable aviation fuel untuk pesawat yang beroperasi di Indonesia," kata Tiko.
Advertisement