Punya 600 Varian, Indonesia Bisa Jadi Produsen Coklat Terbesar Dunia

Saat ini di Indonesia terdapat 11 perusahaan pengolahan kakao, 900 perusahaan coklat, dan 31 perusahaan coklat artisan.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 30 Nov 2023, 19:30 WIB
Mengintip Proses Pembuatan Premium Menggunakan Biji Kakao dari Empat Daerah di Indonesia di Pipiltin Cocoa, Kawasan Barito, Jakarta Selatan pada Kamis, 13 September 2018 (Liputan6.com/Hermann Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki potensi besar sebagai pemain utama di dunia industri pengolahan kakao. Saat ini, total produksi kakao sekitar 700 ribu ton per tahun.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo menyampaikan saat ini di Indonesia terdapat 11 perusahaan pengolahan kakao, 900 perusahaan coklat, dan 31 perusahaan coklat artisan.

"Dari 11 perusahaan pengolahan kakao di Indonesia, total nilai ekspornya mencapai USD1,12 miliar pada tahun 2022, atau menduduki posisi negara pengekspor keempat di dunia," kata Edy di Bogor, Kamis (30/11/2023).

Sedangkan perusahaan coklat telah menghasilkan produksi lebih dari 462 ribu ton per tahun. Jumlah nilai ekspor dari sektor ini sebesar USD76,89 juta pada tahun 2022.

Selanjutnya, untuk sektor industri coklat artisan, total kapasitas produksi sebesar 1.242 ton per tahun pada tahun 2022.

"Umumnya industri coklat artisan ini menggunakan bahan baku premium. Indonesia masih punya pasar yang menjanjikan untuk dapat mengembangkan sektor ini," imbuhnya.

Hilirisasi

Menurutnya, industri pengolahan kakao ini juga berperan mendukung hilirisasi yang dapat meningkatkan nilai tambah kakao dalam negeri. Hanya saja, kata dia, kendalanya adalah bahan baku biji kakao sebagian besar masih impor.

Namun begitu, Kemenperin terus mendorong pengembangan industri pengolahan kakao agar bisa lebih berdaya saing global.

Adanya multiplier effect dari industri pengolahan kakao, lanjut Edy, pemerintah akan berupaya menjadikan Indonesia sebagai episentrum dunia untuk sektor kakao dan olahannya.

"Kita unggul di produk intermediate, yang meliputi cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. Pangsa pasar produk kita ini mencapai 9,17% dari kebutuhan dunia," bebernya.

 


Program Sustainability dan Traceability

Pekerja mengaduk biji kakao yang sudah digiling di toko Pipiltin Cocoa kawasan Barito, Jakarta, Kamis (13/9). Pipiltin Cocoa memproduksi cokelat dengan biji kako asli Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Edy menegaskan, pihaknya proaktif menjalankan berbagai program dan kebijakan dalam upaya memacu kinerja industri yang berbasis olahan kakao. Misalnya, dengan menjaga ketersediaan bahan baku.

"Oleh karenanya, kami juga mendorong peningkatan produktivitas kakao dalam memenuhi kebutuhan di sektor industri," ujarnya.

Selain itu, Kemenperin menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten, mendorong pemanfaatan teknologi, dan mengoptimalkan program branding.

"Kami juga akan mendukung terhadap program sustainability dan traceability pada rantai pasok, meningkatkan kampanye konsumsi cokelat di dalam negeri, melakukan promosi pada ajang pameran di tingkat nasional dan internasional, melaksanakan program restrukturisasi mesin produksi," lanjutnya.

Edy menambahkan, Kemenperin gencar menumbuhkan wirausaha baru di sektor industri pengolahan kakao. Apalagi, Indonesia memiliki lebih dari 600 varian atau rasa coklat yang berasal dari berbagai daerah.

"Kami punya 600 varian atau rasa coklat. Ini menjadi potensi kita untuk terus melakukan diversifikasi dan inovasi produk," ujarnya.

PR yang Harus Diselesaikan

Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Arief Susanto menyampaikan, terdapat pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dalam upaya pengembangan industri pengolahan kakao di Indonesia, di antaranya memastikan ketersediaan bahan baku. Langkah yang perlu ditempuh adalah meningkatkan produktivitas kakao.

"Di Indonesia terdapat lebih dari 1 juta petani kakao. Apabila peningkatkan produktivitas ini terus dipacu akan berdampak positif pula pada peningkatan pendapatan dari para petani," ucapnya.

 


Regenerasi Petani Kakao

Pekerja memasukkan biji kakao ke dalam mesin giling di toko Pipiltin Cocoa kawasan Barito, Jakarta, Kamis (13/9). Para atlet Asian Games 2018 banyak memburu Pipiltin Cocoa sebagai oleh-oleh. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selain itu, pemerintah juga perlu mengatasi wabah dalam penanaman kakao. Sebab, mengelola kebun kakao ini seperti bayi yang perlu perawatan. "Jadi, harus ada terobosan untuk penyuluhan dalam perawatannya," kata Arif.

Menurutnya, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan pihak terkait dalam upaya regenerasi petani kakao, khususnya kaum milenial.

"Pertumbuhan industri kakao ini terus meningkat setiap tahunnya. Artinya, investasi di sektor ini masih menjanjikan, sehingga masih ada peluang bisnis yang bagus dan luas lahan di Indonesia masih cukup besar,” ungkapnya.

Arief berharap, pemerintah memasukkan industri pengolahan kakao menjadi program prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Pasalnya, telah terbukti memberikan dampak yang luas bagi perekonomian.

"Apalagi, sudah banyak sektor lain yang ikut terlibat dalam pengembangan industri kakaoi, seperti di sektor pertambangan. Mereka punya program untuk menutup bekas lahan tambangnya menjadi kebun kakao sehingga turut meningkatkan pendapatan masyarakat setempat," tuturnya.

 


Prospek Bisnis Cokelat Artisan

Pekerja mengaduk biji kakao yang sudah digiling di toko Pipiltin Cocoa kawasan Barito, Jakarta, Kamis (13/9). Pipiltin Cocoa memproduksi cokelat dengan biji kako asli Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sementara itu, Co Founder Pipiltin Cocoa, Irvan Helmi mengemukakan, menjalankan bisnis cokelat artisan sejak tahun 2013 dengan diawali dari keinginan agar produk cokelat Indonesia dikenal di dunia. Apalagi didukung potensi besar dari petani lokal yang dapat menghasilkan keanekaragaman cokelat asal Indonesia dengan kualitas yang sangat baik.

Selama menjalankan Pipiltin Cocoa, Irvan bersama karyawannya mewujudkan misi untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao Indonesia. Salah satu upayanya adalah membeli langsung dengan harga yang layak dan premium.

Saat ini, Pipiltin Cocoa menghadirkan cokelat dari beberapa provinsi, seperti Ransiki Papua Barat 100%, Aceh 84%, Kampung Merasa Kalimantan Timur 74%, Aceh 73%, Ransiki Papua Barat 72%, Bali 70%, East Java 65%, Flores 65%, dan Bali 60%.

"Kita itu negara dengan single origin atau daerah penghasil cokelat spesifik paling beragam di dunia. Tidak ada satu negara pun yang bisa menyaingi itu. Mungkin ada yang bisa menyaingi jumlah ekspor, tapi tidak untuk keragaman. Ini yang membuat saya dan kakak saya fokus ke cokelat Indonesia," papar Irvan. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya