Liputan6.com, Gaza - Hamas mengaku bertanggung jawab atas penembakan di halte bus di Yerusalem yang menewaskan tiga warga Israel. Insiden ini membayangi perundingan yang bertujuan memperpanjang gencatan senjata selama dua hari di Jalur Gaza, yang dimediasi Mesir dan Qatar.
Dua perempuan, yang masing-masing berusia 24 dan 65 tahun, serta seorang pria usia 72 tahun ditembak mati pada Kamis (30/11/2023) sekitar pukul 07.40 waktu setempat, oleh dua pria bersaudara dari Yerusalem Timur. Menurut polisi Israel, 13 lainnya terluka dalam tragedi tersebut.
Advertisement
Kedua pelaku dilaporkan ditembak mati oleh dua tentara yang sedang tidak bertugas dan seorang warga sipil bersenjata. Tidak lama setelah insiden mematikan itu, identitas keduanya diidentifikasi oleh Badan Keamanan Internal Israel Shin Bet sebagai anggota Hamas, yaitu Murad Namr (38) dan Ibrahim Namr (30).
Beberapa jam kemudian, sayap bersenjata Hamas, Brigade al-Qassam, mengaku bertanggung jawab. Pernyataan yang diunggah di saluran Telegram kelompok tersebut menyebutkan bahwa operasi itu merupakan respons terhadap kejahatan pendudukan yang membunuh anak-anak dan perempuan di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.
Rekaman video pengawasan menunjukkan dua pria bergegas keluar dari mobil yang diparkir di depan halte bus sambil mengacungkan senjata ke arah kerumunan. Orang-orang melarikan diri karena ketakutan sebelum kedua pria itu mundur ke kendaraan, di mana polisi mengatakan mereka dibunuh.
Laporan media mengatakan bahwa perempuan yang tewas ditembak adalah Livia Dickman, seorang guru berusia yang sedang hamil, dan Hanna Ifergan, seorang kepala sekolah. Sementara korban pria adalah Elimelech Wasserman seorang hakim kerabian.
Peringatan AS ke Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan para pembunuh Hamas telah menyerang Yerusalem dan bahwa Hamas yang samalah yang melakukan pembantaian mengerikan pada 7 Oktober.
"Hamas yang sama yang mencoba membunuh kami di mana pun," kata dia seperti dilansir The Guardian, Jumat (1/12).
Berbicara setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Netanyahu mengaku mengatakan kepada diplomat AS tersebut, "Kami telah bersumpah, saya telah bersumpah, untuk melenyapkan Hamas. Tidak ada yang akan menghentikan kami."
Perang di Gaza, katanya, akan terus berlanjut sampai Israel mencapai tiga tujuan, yaitu membebaskan semua sandera tersisa yang ditahan oleh Hamas, melenyapkan kelompok tersebut sepenuhnya, dan memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman seperti ini yang datang dari Gaza.
Pada Kamis, Blinken menuturkan, "Hamas tidak bisa tetap mengendalikan Gaza."
Namun, dalam kesempatan yang sama, dia mengulangi seruan agar Israel mematuhi hukum internasional dan mengambil segala tindakan yang mungkin untuk menghindari kerugian sipil.
"Itu berarti mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk melindungi kehidupan warga sipil, termasuk dengan secara jelas dan tepat menentukan wilayah dan tempat di Gaza selatan dan tengah, di mana mereka bisa aman dan jauh dari jangkauan tembakan," ungkap Blinken.
"Itu berarti menghindari perpindahan warga sipil secara signifikan di dalam Gaza. Itu berarti menghindari kerusakan pada infrastruktur penting, seperti rumah sakit, pembangkit listrik, fasilitas air, dan itu berarti memberikan pilihan kepada warga sipil yang mengungsi di Gaza selatan untuk kembali ke utara, segera setelah kondisinya memungkinkan."
Blinken mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menyetujui pendekatan tersebut, namun dia menolak memberikan rincian tentang bagaimana Israel akan menindaklanjutinya. Blinken menekankan agar Netanyahu dan pihak-pihak lainnya memahami bahwa kehilangan nyawa warga sipil dan skala pengungsian besar-besaran yang terjadi di wilayah utara tidak boleh terulang di wilayah selatan.
Israel telah berulang kali mengisyaratkan niatnya untuk menyerang bagian selatan Jalur Gaza yang padat penduduk, tempat 2 juta orang mengungsi untuk menyelamatkan diri dari pertempuran darat di utara. Namun, juru bicara Blinken menekankan pentingnya memperhitungkan kebutuhan perlindungan kemanusiaan dan sipil di Gaza selatan sebelum melakukan operasi militer di sana.
Advertisement
Pelaku Penembakan Pernah Dipenjara
Polisi Israel mengatakan penyelidikan awal terhadap serangan di halte bus menunjukkan bahwa para penyerang datang dengan mobil dan dipersenjatai dengan senapan M16 dan pistol. Penggeledahan terhadap mobil yang mereka tumpangi menemukan amunisi dan persenjataan.
Shin Bet mengatakan dua pelaku bersaudara itu sebelumnya pernah dipenjara karena aktivitas teroris. Kakak laki-lakinya, Murad, menghabiskan 10 tahun penjara hingga tahun 2020 karena merencanakan serangan teror, di bawah arahan dari Gaza, sementara Ibrahim dipenjara pada tahun 2014.
Menteri Keamanan Israel dan pemimpin partai sayap kanan Otzma Yehudit Itamar Ben-Gvir telah mengunjungi lokasi kejadian dan mengatakan serangan di halte bus menunjukkan bahwa negara tersebut perlu menanggapi Hamas secara militer.
"Insiden seperti ini sekali lagi membuktikan betapa kita tidak bisa menunjukkan kelemahan," kata dia seperti dilansir Times of Israel.
Ben-Gvir sebelumnya telah menyerukan diakhirinya gencatan senjata saat ini.
Dalam lawatannya, Blinken juga bertemu dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, pada Kamis malam. Menurut juru bicaranya, Blinken mengutuk kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan mengatakan AS tetap berkomitmen untuk memajukan langkah-langkah nyata bagi negara Palestina
Sementara itu, Abbas menyerukan gencatan senjata menyeluruh di Gaza, lapor Al Jazeera, dan mengangkat topik mengenai pemindahan paksa warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, serta memperingatkan adanya peningkatan serangan dari pemukim Israel sejak 7 Oktober.