Ugal-ugalan 'Stockpile' Batu Bara

Warga di tiga wilayah: Aur Kenali, Mendalo Darat, dan Mendalo Laut, menolak rencana pembangunan stokcpile batu bara di wilayah yang kini telah padat penduduk. Selain padat penduduk, area untuk stockpile itu tidak sesuai peruntukan dan di wilayah itu terdapat instalasi pengolahan air (intake) PDAM.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 03 Des 2023, 12:00 WIB
Sejumlah emak-emak ikut dalam aksi penolakan pembangunan stockpile di Aur Kenali, Kota Jambi, Minggu (12/11/2023). Mereka khawatir pembangunan stockpile batu bara di dekat pemukiman padat penduduk akan berdampak buruh bagi kemaslahatan. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Iwan menerima warkat pada Senin, 11 September 2023. Warkat yang ditujukan untuk Rukun Tetangga 01-26 di wilayah administrasi Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, itu berisi perihal undangan rapat membahas masalah sampah. Di hari yang sama sesuai jadwal, Iwan yang merupakan warga komplek Perumnas Aur Duri itu datang mengikuti rapat di Saung Mahligai.

Awal rapat memang membahas masalah sosialisasi sampah. Namun, tak dinyana diakhir sesi rapat itu disisipi soal rencana pembangunan stockpile batu bara.

Selain dari pihak kelurahan, yang hadir dalam rapat itu ada pejabat Humas PT SAS atas nama Lingga. Dalam rapat itu kata Iwan, 'orang' perusahaan mengutarakan kepada perwakilan RT soal rencana membangun stockpile batu bara. “Kami seperti kena jebakan batman,” kata Iwan kepada Liputan6.com, Kamis (16/11/2023). 

“Memang dari awal sebelum mulai membangun PT SAS ini sudah nggak bagus kepada warga, bagaimana nanti kalau sudah membangun," ujar perwakilan Forum Warga Aur Duri, Syarif menimpali.

PT SAS yang dimaksud Syarif adalah Sinar Anugerah Sukses--perusahaan pertambangan batu bara di Provinsi Jambi yang akan membangun jalan khusus dan stockpile batu bara. Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia (MODI) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) disebutkan bahwa sebagian besar saham PT SAS digenggam oleh PT Artha Nusantara Mining sebesar 99,75 persen. Sementara PT Artha Nusantara Resources mengempit 0,25 persen saham.

Perseroan yang bergerak di bidang pertambangan itu juga ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan jalan khusus angkutan batu bara. Selain membangun jalan khusus sepanjang 108 kilometer, perseroan juga akan membangun Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) seluas 70 hektare yang didalamnya termasuk stockpile.

Namun belakangan diketahui izin TUKS PT SAS tak sesuai. Di dalam data Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Provinsi Jambi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Kepelabuhan di Provinsi Jambi, perusahaan ini memiliki tipe terminal yaitu TUKS. Namun bidang usaha yang tercatat dalam izinnya adalah untuk sektor pertanian. Hal ini menuai gejanggalan, padahal perusahaan sendiri bergerak dibidang pertambangan.

Gelombang penolakan perusahaan batu bara ini seyogyanya telah terjadi sejak medio 2023. Berbagai upaya telah warga lakukan untuk menghentikan rencana pembangunan tersebut. Bahkan Forum Ketua RT di Kelurahan Aur Kenali pada 2 Juli 2023 telah mengirim surat kepada pemerintah ihwal penolakan itu.

Belakangan terakhir gelombang penolakan makin meluas, warga dua desa; Mendalo Darat dan Mendalo Laut bergabung bersama warga Aur Kenali untuk menolak rencana pembangunan tersebut. Alasan penolakan itu masuk akal. Khusus di Kelurahan Aur Kenali sendiri ada dua lusin Rukun Tetangga yang melakukan penolakan.

Mereka resah dan gelisah dengan rencana kehadiran stockpile batu bara. Mereka khawatir dan tak ingin kehadiran industri penumpukan batu bara akan berdampak buruk dan merusak lingkungan, mengganggu kesehatan warga serta membuat aktivitas masyarakat terganggu. Apalagi pembangunan tersebut berada dekat lokasi padat penduduk.

Agaknya warga juga telah belajar banyak dari industri batu bara yang ada di lokasi lain. Mereka mafhum bahwa industri penumpukan batu bara lebih banyak mudaratnya. Antara lain membuat lingkungan dan udara makin kotor akibat debu dari polusi yang dihasilkan.

“Masyarakat sekarang sudah tenang dan nyaman. Karena kalau kita tengok ditempat lain dampak batu bara itu sangat luas, mulai dari sosial, lingkungan, sampai ke kesehatan,” ujar Syarif.

Di kawasan tersebut, menurut Syarif, tiga tahun terakhir banyak berdiri perumahan baru. Apalagi perumahan di sekitar pembangunan stockpile batu bara itu banyak dihuni oleh pengantin baru, yang sebagian besar mereka mempunyai anak kecil.

 “Kasihan nanti anak-anak kecil menghirup udara kotor, kita sebagai orang tua tentu tidak ingin mewariskan keburukan kepada anak cucu kita nanti,” kata Syarif.    

Sementara itu, Tokoh Masyarakat Aur Duri, Badarudin mengaku sebagian besar warga merasa resah. Mereka mengetahui rencana pembangunan ini sudah lama direncanakan. Semua warga kata dia, menolak. “Karena berada di wilayah pemukiman, jadi wajar saja kalau warga menolak. Ini harus ditinjau ulang, dan tidak ada lagi tawar menawar, harus kita tolak,” kata Badarudin.

Dia meminta pemerintah bijak. Badarudin mengakui, bahwa masyarakat sejatinya tidak anti terhadap pembangunan. Tapi yang harus digaris bawahi pemerintah semestinya harus memperhatikan kemaslahatan warganya. Jangan sampai, pemerintah hanya menuruti nafsu investasi, sementara suara masyarakat yang terdampak selalu diabaikan.

“Nanti tetap masyarakat yang menjadi korban. Pemerintah harus melindungi warga untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan udara yang bersih,” ujar Badarudin.

Segendang penarian, Warga Desa Mendalo Darat Aldo mengatakan, penolakan warga amat mendasar. Mereka menganggap aktivitas batu bara nantinya dapat menghambat mobilisasi masyarakat saat beraktivitas. Karena dekat dengan lokasi itu banyak aktivitas; sekolah, perkantoran, dan pasar.

Diketahui di sekitar lokasi pembangunan stockpile, berdiri SMA N 11 Muaro Jambi, SMPN 7 Muaro Jambi. Selain itu, pengembang perumahan subsidi juga mulai membangun rumah. 

“Karena stockpile itu aktivitasnya bongkar muat batu bara, kami melihat nanti debunya dapat berdampak kepada kesehatan. Belum mobilisasi truk angkutan batu bara yang akan mengganggu aktivitas masyarakat,” kata Aldo saat ikut aksi bersama pada Minggu (12/11/2023).

 


Tak Sesuai RTRW dan Menutup Anak Sungai

Foto udara menunjukan lokasi yang akan diperuntukan untuk pembangunan TUKS termasuk di dalamnya stockpile di kawasan Aur Duri Kota Jambi. (Liputan6.com/adit/gresi plasmanto)

Belum membangun apa-apa, warga yang menolak mengungkapkan fakta bahwa perusahaan telah menutup anak sungai. Aliran anak sungai yang berada tepat di belakang kantor BWSS VI itu ditutup oleh perusahaan yang akan digunakan jalan masuk ke lokasi stockpile. Warga menyayangkan hal ini, karena sungai tersebut mengalir ke sungai Batanghari.

“Coba lihat itu di belakang BWSS itu sungainya ditutup. Ini kan bahaya,” kata Iwan.

Saat meninjau lokasi dan menemui warga, Anggota DPRD Provinsi Jambi Rocky Chandra menemukan di lokasi ada anak sungai yang ditutup. Dampaknya di wilayah hulu perumahan kebanjiran dan lahan persawahan di hilir mengalami kekeringan. Kemudian kata Rocky, pembangunan stockpile di kawasan itu telah menyalahi aturan.

“Saya mendesak izin yang dikeluarkan tahun 2015 itu harus ditinjau ulang, karena sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang,” kata Rocky.

Humas PT SAS, Lingga menampik tuduhan menutup anak sungai itu. Dia mengatakan saat melakukan pembersihan lahan, alat berat terperosok ke anak sungai tersebut. “Itu tidak menutup (anak sungai) sama, tapi itu karena dampak alat berat yang terperosok. Itu sungai masih bisa diperbaiki,” kata Lingga.

Sementara itu, Kelurahan Aur Kenali--lokasi di mana pembangunan stockpile itu berada adalah hasil pemekaran dari puluhan RT yang ada di Kelurahan Penyengat Rendah, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.

Keberadaan rencana industri stockpile batu bara di kawasan Aur Kenali sangat gamblang telah menabrak fungsi tata ruang dan wilayah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah No 9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi Tahun 2013-2033. 

Dalam beleid tersebut pasal 55 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Kelurahan Penyengat Rendah ditetapkan sebagai kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan rendah.

Analisis geospasial yang dilakukan Walhi Jambi dengan peta pola ruang Kota Jambi 2013-2033, bahwa pembangunan stockpile batu bara bara PT SAS berada di kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman dan ruang terbuka hijau.

Direktur Walhi Jambi Abdullah menduga saat pengurusan dokumen perizinan, konsultasi, yang dilakukan perusahaan dan pemerintah tidak melihat peruntukan lokasi lahan yang akan dijadikan stockpile.

“Di dalam Perda RTRW Kota Jambi tahun 2013-2033, tidak ditemukan kalimat atau atas perubahan peruntukan permukiman dan pertanian menjadi kawasan industri atau lahan stockpile batu bara,” ujar Abdullah. 

"Ini aneh, Gubernur Jambi harus mencabut izin pembangunan stockpile batu bara itu," kata Abdullah menambahkan.


Kapasitas 70.000 Metrik Ton

Pada sore yang mendung, Kamis 16 November 2023, jejak garukan alat berat masih terlihat jelas. Hamparan lokasi yang rencananya akan dibangun stockpile itu tampak jelas dari sisi kiri kantor Balai Wilayah Sungai Sumatera VI.

Menyusuri ke dalam lokasi lahan nampak sungai Batanghari yang airnya kecoklatan itu. Lokasi pembangunan stockpile bersinggungan dengan dua unit mesin instalasi pengolahan air PDAM (intake) milik Pemkot Jambi dan Pemkab Muaro Jambi. Menurut seorang penjaga intake, mesin penyedot air itu berkapasitas 250 liter per detik dan menyuplai kebutuhan air bersih bagi ratusan ribu warga Kota Jambi.

Selain di kelilingi rumah warga dan juga bersinggungan dengan intake PDAM, di sekitar lokasi pembangunan stockpile itu juga terdapat sawat dan hamparan padang rumput untuk warga menggembala ternaknya.  

“Kalau benar-benar (stockpile) terealisasi dibangun, maka Intake PDAM yang menyuplai air untuk warga bisa tercemar,” kata Syarif.

Stockpile adalah tempat penumpukan batu bara. Batu bara di stockpile itu rencananya akan didatangkan dari wilayah pertambangan PT SAS yang berada di daerah Lubuk Napal, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Selain membangun stockpile, perseroan juga akan membangun jalan khusus batu bara sepanjang 108 kilometer dari Sarolangun.

Berdasarkan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi pada 2015, PT SAS akan membangun Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) seluas 70 hektare. Dari luasan tersebut, untuk pembangunan stockpile dialokasikan seluas 2 hektare. 

Masih menurut dokumen AMDAL, stockpile seluas 2 hektre itu mempunyai kapasitas daya tampung batu bara sebesar 70.000 metrik ton. Dalam sehari, akan dilakukan pengangkutan batu bara sebesar 2.667 metrik ton, sehingga stockpile itu akan mampu menampung selama 14 hari kegiatan pengangkutan batu bara dari lokasi pit tambang.

Hasil pengangkutan batu bara dari pit tambang itu dibongkar dan ditimbun ke dalam stockpile. Selanjutnya dari stockpile, batu bara dimuat ke dalam ponton melalui belt conveyor dengan panjang 400 meter dan kapasitas yang terpasang mencapai 300 metrik ton per jam.

Kepala Bidang Tata Kelola Lingkungan pada DLH Provinsi Jambi Lindawati menampik soal lokasi stockpile tidak berdekatan dengan mesin intake PDAM Tirta Mayang Kota Jambi. Linda mengaku telah menurunkan timnya untuk mengecek titik lokasi rencana pembangunan stockpile. “Lokasinya di bawah Intake PDAM, 800 meter di hilir Intake,” kata Linda.

Ketika titik koordinat di tumpang susun dengan peta pola ruang Kota Jambi, memang menunjukan lokasi pembangunan stockpile berada di bawah Intake. Namun, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi Abdullah mengatakan hal itu bukan menjadi alasan. Rencana pembangunan stockpile harus dihentikan. Dia khawatir berbagai dampak buruk pasti akan terjadi dari kehadiran industri ekstraktif. 

“Sungai Batanghari itu masih menjadi sumber air utama untuk Kota Jambi, di hilir masih banyak warga memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Abdullah.

Kemudian kata Abdullah, debu yang ditimbulkan dari stockpile batu bara dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan Masyarakat. Terlebih akan bahaya tinggi, jika keberadaan stockpile batu bara berada sangat dekat dengan pemukiman warga. “Tingginya kadar debu di lingkungan masyarakat dampaknya dapat menyebabkan penyakit paru-paru,” kata Abdullah.

Abdullah mendesak, Gubernur Jambi harus berani mencabut izin ataupun merekomendasikan supaya rencana pembangunan stockpile dihentikan. Kalau tidak berani menurut Abdullah, berarti pemerintah kita telah mengabaikan keselamatan warga.

“Dari awal memang rencana pembangunan ini banyak dilanggar, mulai dari menabrak tata ruang, dan tidak partisipatif kepada masyarakat,” kata Abdullah.

Sementara itu, Direktur PT SAS Fauzan, mengaku bingung dengan penolakan warga karena pembangunan apapun belum dimulai. Dia juga menepis kekhawatiran soal keberadaan batu bara membuat polusi dan membahayakan kesehatan.

“Kita enggak ngerti jawabnya, di sana masih tanah kosong. Yang ditolak apa? kita perizinan semua sudah lengkap. Kepentingan kami hanya menjalankan investasi, soal penolakan itu kepentingan pemerintah Provinsi Jambi,” kata Fauzan.


Jalan Khusus di Belakang Dapur

Sahrul masygul. Sebab rumahnya yang berada di Blok A RT 03, Perumahan Aur Duri itu, bakal berdampingan dengan jalan khusus angkutan batu bara. Yang paling mengkhawatirkan jarak antara jalan khusus dengan rumahnya hanya setengah meter dari dinding dapurnya. Dia pun tak bisa membayangkan apa dampaknya yang bakal ditimbulkan nanti.

“Di blok kami ada 12 unit rumah yang jaraknya sangat dekat dengan lokasi jalan khusus PT SAS,” kata Sahrul.

Di belakang blok rumah Sahrul memang tanah kosong. Tanah tersebut telah dialokasikan untuk jalan khusus angkutan batu bara oleh perusahaan. Padahal di belakang rumahnya itu terdapat rawa panjang yang selama ini sebagai resapan air untuk mencegah banjir.

“Kalau jalan khusus jadi dibuat rawa itu akan ditutup. Kalau rawa ditutup, kami takut nanti akan rumah banjir. Belum lagi nanti debu batu bara pasti akan kami hirup setiap hari, jaraknya sangat dekat,” kata Sahrul.

Trase jalan khusus angkutan batu bara yang direncanakan PT SAS sepanjang 108 kilometer. Jalan tersebut akan dibangun dari Lubuk Napal Sarolangun, melawati Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, dan Kota Jambi. Jalan khusus tersebut akan dibangun menuju ke kawasan TUKS di Aur Kenali.

Total investasi PT SAS untuk pembangunan jalan khusus dan pelabuhan TUKS di Provinsi Jambi mencapai Rp1,7 triliun, dimana dari nilai tersebut terbesarnya ada pada pembangunan jalan khusus sepanjang 108 KM.

“Sedangkan untuk pembangunan TUKS nilai investasinya tidak terlalu besar. Investasinya penanaman modal asing (PMA) dari Inggris,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi Jambi Donny Iskandar. 

Sementara itu, Humas PT SAS Lingga mengatakan, jalan khusus ini dibangun sendiri dan tidak akan melewati jalan nasional. Pihak perusahaan akan membangun 4 titik underpass di bawah jalan nasional, provinsi dan kabupaten.

“Jalan khusus menuju stockpile ini nantinya akan lewat sebelah kantor BWSS. Kalau yang melewati atau membelah perusahaan saya akan cek lagi,” kata Lingga.

Lingga berdalih untuk mengurangi dampak jalan khusus yang akan melewati perumahan, pihaknya akan membangun sistem green belt atau jalur hijau yang membatasi jalan dengan area perumahan. “Untuk area jalan khusus yang dekat dengan pemukiman, langkah-langkah mitigasinya kita akan lakukan pengaspalan,” kata Lingga.     

 


Pemprov Ngotot, Pemkot Melunak

Gubernur Jambi memimpin rapat membahas persoalan stockpile batu bara PT SAS. (Liputan6.com/dok DPRD Jambi)

Rapat sore itu yang dipimpin Gubernur Jambi Al Haris di ruangan VIP rumah dinasnya sempat molor. Rapat yang membahas langkah-langkah kebijakan Pemprov Jambi dan Pemkot Jambi serta Pemkab Muaro Jambi dalam rangka penyelesaian permasalahan jalan khusus dan stockpile batu bara baru terlaksana sejam kemudian dari jadwal.

Pihak-pihak terkait, pejabat Pemkot Jambi dan Pemkab Muaro Jambi turut diundang, termasuk pihak perusahaan. Satu persatu mereka memasuki ruangan. Rapat dimulai dan pintu tertutup rapat.

Rapat yang dipimpin Gubernur Jambi Al Haris itu sebagai bentuk merespons penolakan warga dan Pemkot Jambi dalam pembangunan tersebut. Pemkot Jambi yang kala itu dikomandoi Wali Kota Jambi Syarif Fasha getol menolak pembangunan tersebut.

Namun, setelah Fasha purna tugas dan kini dipimpin Penjabat Wali Kota Sri Purwaningsih, akhirnya Gubernur Jambi mengundang para pihak rapat bersama membahas rencana pembangunan stockpile batu bara.

Gubernur Jambi masih ngotot melanjutkan investasi itu, meski mendapat penolakan dari warga dan Pemkot Jambi. Pada medio 2023 lalu, bahkan Pemkot Jambi sempat menyegel lokasi pembangunan stockpile itu.

Selesai rapat bersama Al Haris memberikan keterangan kepada media. Mantan Bupati Merangin itu, mengatakan sebelumnya lahan yang dikuasai PT SAS ini berada di wilayah Muaro Jambi. Namun karena ada perubahan batas wilayah, saat ini lahan tersebut sebagian masuk ke wilayah Kota Jambi.

Dari hasil rapat itu Al Haris dan para pihak sepakat untuk membentuk tim kerja yang terdiri dari Pemprov, Pemkot Jambi, dan Pemkab Muaro Jambi. Selain itu di dalam tim tersebut ada keterlibatan pihak kepolisian dan kejaksaan.

"Kita akan sama-sama mencari solusi masalah (penolakan) ini, karena semata-mata demi keberlanjutan investasi di Jambi," kata Al Haris usai memimpin rapat itu pada Senin (27/11/2023).

Di tempat terpisah, Penjabat (Pj) Wali Kota Jambi, Sri Purwaningsih mengatakan, pihaknya telah mendapatkan rapat dengan Pemprov Jambi. Meski Sri tidak hadir dalam rapat, dia mengakui mengikuti perkembangannya.

"Saat ini kita ikuti saja. Kemarin kan sudah ada pertemuan di kantor gubernur," kata Sri.

Ditanya apakah Pemkot Jambi masih ikut menolak bersama warga soal pembangunan stockpile di kawasan padat penduduk, Sri menegaskan bahwa dia tidak menolak.

"Pemerintah Kota Jambi tidak menolak PT SAS. Kita bagian dari satu barisan pemerintah. Apabila ada kebijakan dari pemerintah pusat maupun provinsi, kita ikuti. Namun, kita punya tugas juga bagaimana kebijakan ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hanya itu," ungkap Sri.

Kini di tengah polemik dan gelombang penolakan terhadap industri ekstraktif itu, pemerintah tak pernah mendengar tuntutan warga. Menurut Syarif, Perwakilan Forum Warga Aur Kenali, hanya satu permintaan mereka, di mana mereka tak ingin komplek perumahannya di kepung batu bara.  

Sayrif tak bisa membayangkan bagaimana nasib generasi anak cucunya ke depan. Komplek perumahannya bakal sulit menjanjikan masa depan, jika pembangunan stockpile itu terealisasi.

“Kami enggak mau ditenggelamkan oleh batu bara,” kata emak-emak suatu ketika ikut aksi dalam penolakan itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya