Liputan6.com, Jakarta - Tersedianya makanan yang siap untuk disantap merupakan rezeki dan nikmat yang patut disyukuri. Sebab mungkin banyak di antara kita yang harus bekerja sangat keras demi mendapatkan makanan untuk dirinya dan keluarga.
Oleh karena itu, ketika menghadapi makanan sebaiknya juga memperhatikan sejumlah hal sebagai bentuk syukur atas banyak nikmat yang telah diterima.
Ketika menyantap makanan misalnya ada beberapa adab yang telah diatur dalam ajaran Islam. Dengan memperhatikan adab tersebut, seseorang tidak hanya mendapat pahala tapi juga mendapat kesan yang baik di mata orang lain.
Baca Juga
Advertisement
Dari hal yang sederhana seperti memuji makanan yang dihidangkan termasuk salah satu adab yang dianjurkan. Dalam hal ini Rasulullah pernah memuji makanan yang ia makan walau hanya sebatas lauk cuka yang bisa dibilang lauk paling sederhana.
Hal tersebut dijelaskan dalam hadis riwayat sahabat Jabir berikut, dikutip dari laman NU Online
Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW meminta pada keluarganya lauk-pauk, lalu keluarga beliau menjawab: Kami tidak memiliki apa pun kecuali cuka. Nabi pun tetap meminta cuka dan beliau pun makan dengan (campuran) cuka, lalu beliau bersabda: Lauk yang paling baik adalah cuka, lauk yang paling baik adalah cuka. (HR. Muslim)
Saksikan Video Pilihan ini:
Bukan Sesuatu yang Dilarang
Tujuan Rasulullah mengucapkan hal itu tak lain merupakan wujud menggembirakan kepada orang-orang yang makan, terlebih kepada orang yang memberinya lauk cuka tersebut yang dalam hal ini adalah keluarganya sendiri. Dalam menjelaskan hal ini, Imam Nawawi dalam mensyarahi hadis di atas mengungkapkan:
وفيه استحباب الحديث على الأكل تأنيسا للآكلين
Artinya: Dalam hadis tersebut tersirat pemahaman tentang kesunahan berbicara atas makanan untuk menggembirakan orang-orang yang makan. (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ala al-Muslim, juz 7, halaman: 14)
Jika ditelisik secara mendalam, rupanya pujian yang dilontarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis di atas beliau ucapkan pada saat sedang beraktivitas menyantap makanan. Atas dasar ini, berbicara pada saat menyantap makanan bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, bahkan merupakan anjuran tersendiri, sebab merupakan salah satu adab dalam menyantap makanan.
Isi pembicaraan yang baik diucapkan pada saat menyantap makanan tidaklah mencakup semua pembicaraan, tapi hanya tertentu pada pembicaraan-pembicaraan yang baik. Seperti bercerita tentang orang-orang shalih, pembicaraan yang dapat menyenangkan orang-orang yang makan, dan hal lainnya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Al-Adzkar an-Nawawiyah:
ـ (باب استحباب الكلام على الطعام) فيه حديث جابر الذي قدمناه في "باب مدح الطعام" . قال الإمام أبو حامد الغزالي في "الإحياء" من آداب الطعام أن يتحدثوا في حال أكله بالمعروف ، ويتحدثوا بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها
Artinya: Bab kesunahan berbicara atas makanan. Dalam menjelaskan bab ini terdapat hadis Sahabat Jabir yang telah disebutkan di awal dalam bab ‘Memuji makanan’. Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata: Sebagian adab makan adalah berbicara pada saat makan dengan pembicaraan yang baik dan bercerita tentang kisah orang-orang salih dalam hal (menyikapi) makanan dan hal-hal lainnya. (Syekh Syaraf bin Yahya An-Nawawi, Al-Adzkar an-Nawawiyah, juz 2, halaman: 1)
Advertisement
Hal Lain yang Perlu Diperhatikan
Namun anjuran berbicara pada saat menyantap makanan hendaknya tidak dilakukan pada saat seseorang sedang mengunyah. Sebab hal ini dikhawatirkan akan membuat makanan yang sedang dikunyah jatuh pada makanannya dan mengotori makanan tersebut. Penjelasan tentang hal ini seperti yang dijelaskan dalam syarah kitab Ihya’ Ulum ad-Din, yakni kitab Ittihaf as-Sadat al-Muttaqiin:
ـ (ويتحدثون بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها) ليعتبروا بذلك ولكن لا يتكلم وهو يمضغ اللقمة فربّما يبدو منها شيء فيقذر الطعام
Artinya: Bercerita tentang kisah orang-orang salih dalam hal (menyikapi) makanan dan hal-hal lainnya supaya orang-orang dapat mengambil teladan atas kisah tersebut, akan tetapi (hendaknya) seseorang tidak berbicara saat ia mengunyah makanan, terkadang jatuh dari (mulutnya) sedikit makanan dan mengotori makanan yang dimakan. (Muhammad bin Muhammad al-Husaini Az-Zabidi, Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, juz 5, halaman: 229)
Berdasarkan dalil di atas, maka baiknya pembicaraan saat menyantap makanan diucapkan pada saat makanan sudah selesai dikunyah dan tidak lagi tersisa makanan dalam mulutnya. Hal itu agar potongan-potongan makanan yang masih di dalam mulut tidak terjatuh dalam santapan makanannya.
Dengan demikian, makan sambil berbicara bukanlah sesuatu yang dilarang, justru dianjurkan, asal dilakukan dalam waktu yang tepat dan dengan materi pembicaraan yang baik dan bermanfaat, seperti menggembirakan orang lain, menambah keakraban, dan lain-lain. Wallahu a’lam.