Liputan6.com, Providence - Mahasiswa keturunan Palestina di Amerika Serikat dinyatakan lumpuh usai menjadi korban penembakan. Pemuda bernama Hisham Awartani (20) itu ditembak bersama dengan dua temannya yang juga keturunan Timur Tengah.
Diduga mereka bertiga adalah korban kejahatan kebencian.
Berdasarkan laporan Middle East Monitor, Minggu (3/12), pihak keluarga Hisham berkata pemuda itu mengalami kelumpuhan dari dada ke bawah akibat luka yang ia derita. Ia lumpuh karena peluru melukai tulang belakangnya (spine).
Baca Juga
Advertisement
Keluarga Hisham telah mengumpulkan dana bantuan sebesar USD 200 ribu melalui platform GoFundMe.
Hisham disebut masih berniat untuk melanjutkan kuliahnya di Brown University, salah satu kampus Ivy League. Meski terluka, Hisham juga dilaporkan masih bisa bercanda bersama keluarganya.
"Ia telah menunjukkan keberanian, resiliensi, dan ketabahan yang luar biasa - bahkan juga rasa humor - bahkan saat kenyataan kelumpuhannya dimulai," tulis pihak keluarga di GoFundMe.
Dua sahabatnya yang terluka diperkirakan dapat sembuh total.
Ketiga mahasiswa itu ditembak pada 25 November lalu. Pelaku bernama Jason Eaton telah ditangkap dan polisi menyelidiki kasus ini sebagai kasus kebencian.
Hisham merupakan keturunan blasteran Palestina, Irlandia, dan Amerika. Berdasarkan profil LinkedIn miliknya, ia merupakan mahasiswa jurusan matematika.
Israel Lanjut Bombardir Gaza
Sebelumnya dilaporkan, Israel melakukan pengeboman di Gaza pada Minggu 3 Desember 2023, ketika seruan internasional meningkat untuk perlindungan yang lebih besar terhadap warga sipil dan pembaruan gencatan senjata yang telah berakhir dengan kelompok militan Palestina Hamas.
Tentara Israel mengatakan mereka telah melakukan lebih dari 400 serangan di Gaza sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat 1 Desember, sementara Hamas mengumumkan "serangan roket" terhadap beberapa kota di Israel termasuk Tel Aviv.
Serangan Israel menghantam kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah pada Sabtu 2 Desember malam, menewaskan sedikitnya 13 orang, menurut kantor berita resmi Palestina Wafa yang dikutip dari Channel News Asia (CNA).
Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris pada hari Sabtu dengan tajam menegur meningkatnya jumlah korban sipil dalam perang delapan minggu Israel, yang dipicu oleh serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 7 Oktober.
"Terlalu banyak warga Palestina yang tidak bersalah terbunuh. Sejujurnya, skala penderitaan warga sipil serta gambar dan video yang datang dari Gaza sangat menyedihkan," kata Kamala Harris kepada wartawan pada perundingan iklim PBB di Dubai.
Advertisement
Masalah Pangan
Menurut PBB, diperkirakan 1,7 juta orang di Gaza – lebih dari dua pertiga populasi – telah mengungsi akibat perang yang berlangsung selama delapan minggu.
Fadel Naim, kepala dokter di rumah sakit Arab Al-Ahli di Kota Gaza, mengatakan kamar mayatnya telah menerima 30 jenazah pada hari Sabtu, termasuk tujuh anak-anak.
"Pesawat mengebom rumah kami: tiga bom, tiga rumah hancur," kata Nemr al-Bel, 43, kepada AFP, seraya menambahkan bahwa dia menghitung ada 10 orang tewas di keluarganya dan "13 lainnya masih di bawah reruntuhan".
Adapun warga Gaza kekurangan makanan, air dan kebutuhan pokok lainnya, dan banyak rumah hancur. Badan-badan PBB telah menyatakan bencana kemanusiaan, meskipun beberapa truk bantuan tiba pada hari Sabtu.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan Israel telah meminta LSM-LSM untuk tidak membawa konvoi bantuan melintasi perbatasan Rafah dari Mesir setelah gencatan senjata berakhir. Namun pada Sabtu 2 Desember, badan amal tersebut mengatakan rekan-rekannya di Mesir telah berhasil mengirimkan sejumlah truk.
Hamas menerobos perbatasan militer Gaza ke Israel pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 240 warga Israel dan orang asing, menurut pihak berwenang Israel.
Masih 137 Sandera Israel di Gaza
Israel berjanji untuk melenyapkan Hamas sebagai tanggapannya dan melancarkan kampanye udara dan darat yang telah menewaskan lebih dari 15.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil, kata otoritas Hamas yang menguasai Gaza.
Gencatan senjata selama sepekan, yang ditengahi dengan bantuan Qatar dan didukung oleh Mesir dan Amerika Serikat, menghasilkan pembebasan 80 sandera Israel dengan imbalan 240 tahanan Palestina.
Namun gencatan senjata itu berakhir dan kedua belah pihak saling menyalahkan karena melanggar ketentuannya.
Israel mengatakan bahwa Hamas telah mencoba menembakkan roket sebelum gencatan senjata berakhir, dan mereka gagal memberikan daftar sandera lebih lanjut untuk dibebaskan.
Para perunding Israel meninggalkan Doha pada hari Sabtu (2/12) setelah menemui jalan buntu dalam perundingan yang bertujuan untuk menghentikan kembali permusuhan.
Tentara Israel pada hari Sabtu mengatakan 137 sandera masih ditahan di Gaza.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan kepada wartawan pada hari Sabtu (2/12) bahwa tindakan militer baru diperlukan untuk "menciptakan kondisi yang mendorong (Hamas) harus membayar mahal, dan itu adalah pembebasan sandera".
Advertisement