Liputan6.com, Dubai - Presiden Prancis Emmanuel Macron khawatir terhadap rencana Benjamin Netanyahu di Jalur Gaza. Netanyahu ingin terus melanjutkan perang sampai bisa melenyapkan Hamas.
Benjamin Netanyahu mengumumkan perang terhadap Hamas di Jalur Gaza usai serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Advertisement
Dilansir The Times of Israel, Senin (4/12), rencana itu membuat khawatir Macron, sebab ia memperkirakan butuh satu dekade tahun untuk mengalahkan Hamas. Ia pun ingin Netanyahu melakukan klarifikasi terhadap rencana tersebut.
"Perangnya bakal berlangsung 10 tahun," ujar Presiden Emmanuel Macron dalam acara COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab.
"Jadi ini harus diklarifikasi," lanjut Macron.
Macron juga mendukung agar ada gencatan senjata yang abadi di Gaza. Media Israel itu menyebut perang berlanjut karena Hamas gagal menyerahkan jumlah tawanan yang sesuai.
Selama gencatan senjata berlangsung pekan lalu, Hamas melepas 105 tawanan sipil yang terdiri atas 81 orang Israel, 23 orang Thailand, dan satu orang Filipina.
Sebagai pertukaran, Israel melepas 210 tahanan dari Palestina, semuanya wanita dan anak di bawah umur. Diperkirakan masih ada 137 tawanan di Gaza.
Menurut laporan RFI, Presiden Macron juga akan membahas gencatan senjata lanjutan di Jalur Gaza dengan cara berkomunikasi dengan Qatar. Pada gencatan senjata sebelumnya, Qatar juga memainkan peran penting.
Pesan Hamas untuk Israel Terkait Syarat Pembebasan Sandera Selanjutnya
Pejabat senior Hamas Osama Hamdan mengatakan pada Minggu (3/12/2023), perundingan lebih lanjut dengan Israel mengenai pertukaran sandera dan tahanan harus memasukkan poin penghentian agresi dan gencatan senjata.
"Kami menegaskan bahwa dimulainya kembali perundingan pertukaran bergantung pada penghentian agresi dan gencatan senjata," ungkap Hamdan di Beirut, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (4/12/2023).
"Sebelumnya, tidak ada diskusi tentang hal itu."
Hamdan mengatakan bahwa sikap keras kepala dan menunda-nunda Israel sekalipun ada upaya dari mediator -Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat- menyebabkan gagalnya gencatan senjata selama sepekan.
Kedua belah pihak saling menyalahkan atas tidak diperpanjangnya gencatan senjata.
Israel sendiri mengklaim Hamas melanggar ketentuan gencatan senjata, yang berakhir pada Jumat (1/12) pagi. Menurut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Hamas belum memenuhi kewajibannya membebaskan semua sandera perempuan.
Merespons hal itu, Hamdan menggarisbawahi bahwa berdasarkan kesepakatan sebelumnya maka daftar sandera perempuan yang diserahkan berlatar belakang warga sipil, bukan militer.
"Sementara mereka semua (sandera perempuan yang tersisa) adalah tentara perempuan yang ditangkap dari lokasi militer," tutur Hamdan.
Dia menambahkan bahwa para prajurit ini memiliki metode dan mekanisme khusus untuk ditukarkan.
Militer Israel pada Senin mengatakan tiga tentaranya tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza. Kematian terbaru tersebut menambah jumlah tentara Israel yang tewas di sana menjadi 75 orang sejak perang Hamas Vs Israel dimulai pada 7 Oktober.
"Ketiganya tewas di Gaza utara pada hari Minggu," kata militer Israel.
Adapun total personel pertahanan Israel yang terbunuh sejak 7 Oktober -di antaranya mereka yang tewas dalam serangan Hamas, termasuk tentara, pasukan cadangan, penjaga kibbutz, dan lainnya – menjadi 401 orang.
Advertisement
Setelah Gaza Utara Luluh Lantak, Angkatan Darat Israel Kini Bidik Gaza Selatan
Pasukan darat Israel bergerak maju ke Gaza Selatan, setelah tiga hari pengeboman besar-besaran pasca berakhirnya gencatan senjata pada Jumat (1/12/2023) pagi.
Laporan awal dari radio tentara Israel mengonfirmasi bahwa Israel melancarkan operasi darat di utara Khan Younis. BBC memverifikasi gambar tank-tank Israel yang beroperasi di dekat kota tersebut.
Seperti dilansir BBC, Senin (4/12), Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan kepada pasukan cadangan dari divisi Gaza, "Kita bertempur dengan penuh kekuatan dan total di Gaza Utara dan sekarang kita juga akan melakukannya di Gaza Selatan."
Juru bicara IDF mengonfirmasi pula bahwa Israel terus memperluas serangan darat di seluruh Gaza, termasuk melakukan pertempuran langsung dengan kelompok Hamas.
Sejak gencatan senjata berakhir, Israel tanpa mengulur waktu melanjutkan pengeboman skala besar di Gaza, yang oleh warga Khan Younis digambarkan sebagai gelombang serangan terberat sejauh ini.
Gencatan senjata tujuh hari telah berhasil membuat Hamas membebaskan 110 sandera yang ditahan di Gaza sebagai imbalan atas pembebasan 240 warga Palestina dari penjara-penjara Israel.
Pejabat PBB: Rumah Sakit Nasser Jadi Zona Perang
Pada Minggu (3/12) pagi, tentara Israel mengeluarkan perintah evakuasi di beberapa distrik Khan Younis, mendesak masyarakat untuk segera pergi.
Pihak berwenang Israel yakin para pemimpin Hamas bersembunyi di kota yang menjadi tempat ratusan ribu orang berlindung setelah melarikan diri dari pertempuran di Gaza Utara pada tahap awal perang. Pengungsian ke Gaza Selatan juga merupakan rekomendasi Israel.
Seorang pejabat PBB menggambarkan "tingkat kepanikan" yang belum pernah dilihatnya sebelumnya di sebuah rumah sakit di Gaza, setelah militer Israel mengalihkan fokus serangannya ke selatan.
James Elder, dari UNICEF, menggambarkan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis sebagai zona perang. Elder mengatakan kepada BBC bahwa dia mendengar ledakan besar terus-menerus di dekat Rumah Sakit Nasser dan anak-anak datang dengan luka di kepala, luka bakar parah, dan pecahan peluru akibat ledakan.
"Ini adalah rumah sakit yang sering saya kunjungi ... Orang-orang memegang tangan saya atau memegang baju saya dan berkata 'tolong bawa kami ke tempat yang aman. Di mana yang aman?'"
"Menyedihkan sekali mereka mengajukan pertanyaan yang satu-satunya jawabannya adalah tidak ada tempat yang aman. Dan itu termasuk, seperti yang mereka tahu, rumah sakit itu," tutur Elder.
Advertisement