Potong Kesenjangan Akses, Dimas Oky Nugroho Ajak Kader IMM Dukung Anak Bangsa

Kesenjangan akses kerap mengakibatkan terhambatnya kesempatan anak muda untuk berkontribusi memajukan lingkungan dan masyarakatnya.

oleh Tim News diperbarui 05 Des 2023, 07:44 WIB
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho, ikut menyoroti bagaimana pemuda di kancah global punya peran vital dalam mengubah kondisi dunia saat ini. (Liputan6.com/Radityo Priyasmoro).

Liputan6.com, Jakarta - Kesenjangan sosial, khususnya kesenjangan akses, masih menjadi persoalan utama yang dihadapi anak-anak muda di berbagai daerah untuk maju, berdaya dan memiliki peran publik. Hal ini kerap mengakibatkan terhambatnya kesempatan anak muda untuk berkontribusi memajukan lingkungan dan masyarakatnya.

Hal ini diungkapkan Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho saat hadir sebagai pembicara dalam acara Tanwir Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke-XXXII di Jakarta, Sabtu 2 Desember 2023.

"Problem negara ini adalah kesenjangan sosial. Anak-anak muda di berbagai daerah sebenarnya isunya adalah kesenjangan akses, akses anak-anak muda untuk maju dan berkembang secara inklusif tidak tersebar secara merata. Jika ada sangat jarang, terkonsentrasi hanya pada sebagian kecil stratum sosial, khususnya kalangan keluarga pembesar," kata Dimas dikutip Selasa (5/12/2023).

Dimas menjelaskan bahwa masalah kesenjangan sosial dan kesenjangan akses yang dihadapi oleh para pemuda untuk maju dan berkembang sesuai minat dan bakat khususnya di kalangan masyarakat umum dan juga di daerah sebenarnya sudah harus bisa diatasi. Antara lain dengan berbagai kesempatan dan skema program pemberdayaan pemerintah pusat maupun daerah, serta kerja sama pemerintah dengan pihak swasta.

Namun seringkali buruknya sosialisasi, implementasi dan masih adanya budaya korupsi dan nepotisme.

"Kesenjangan sosial dan akses sebenarnya merupakan masalah struktural sekaligus kultural, disebabkan antara lain mulai dari birokrasi yang tidak efektif bahkan korup dan nepotis, juga budaya politik, termasuk menguatnya fenomena elitisme dan politik dinasti, serta oligarki yang cenderung menutup kesempatan dan ruang anak muda secara umum untuk maju dan berkembang sesuai potensi, minat dan bakat," kata dia.

Menurutnya, bagi mereka terkadang pilihan tidak banyak. Opsinya sukses atau gagal sama sekali. "Menurut saya itu tidak adil dan mata rantai kesenjangan itu harus kita putus secara bersama", ujar mantan staf khusus kantor kepresidenan ini.

 

 


Negara Ini Bukan Milik Anak Mantu, tapi Milik Anak Bangsa

Menurut founding father, Dimas menambagkan, negara ini adalah milik anak bangsa, bukan negara milik 'anak-mantu'. Karenanya, Ia mengimbau anak muda untuk selalu setia pada cita-cita Republik. 

"Ini adalah republik milik rakyat sehingga bukan milik penguasa atau pengusaha oligarkis. Saya mengimbau para pimpinan anak muda Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dari seluruh daerah ini untuk selalu setia pada cita-cita republik, mendukung kemajuan anak-anak bangsa, bukan terjebak dalam budaya politik 'anak-mantu," ungkap intelektual-aktivis yang baru-baru ini mendeklarasikan Gerakan Nusantara atau Anak Muda Satu Nusa Satu Suara untuk Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024 ini.

Salah satu tugas anak muda saat ini, kata Dimas, bagaimana caranya memutus mata rantai kesenjangan tersebut sehingga para anak muda di seluruh Indonesia bisa punya kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang. Dia sendiri meyakini banyak anak muda berbakat yang memiliki karakter kepemimpinan dan potensi diri yang kuat dan menonjol, tinggal bagaimana negara mampu membuat kebijakan yang konstruktif bagi mereka berkembang.

"IMM sebagai lembaga atau organisasi pengkaderan yang mencetak pemimpin yang hebat harus ikut terlibat berjuang memutus mata rantai kesenjangan ini, karena selama ini negara kurang hadir secara serius untuk anak-anak muda dalam berproses," kata dia.

Bahkan Dimas juga mengatakan bahwa majunya Gibran tidak bisa disamakan dengan perjuangan anak muda. Karena Gibran hadir tanpa melewati yang namanya proses.

"Majunya Gibran sebagai cawapres hanyalah agenda elite, agenda anaknya presiden saat ini dan hal itu sama sekali tidak menyentuh aspek perjuangan anak-anak muda secara substansial dan inklusif. Saya sendiri belum pernah mendengar kebijakan terobosan dari Gibran selama 2 tahun menjadi walikota yang jelas telah memajukan anak-anak muda di Solo secara luas," tutup Dimas.

Infografis Ganti Nakhoda dan Sikap Politik Pemuda Muhammadiyah. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya