Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menyatakan kesiapannya untuk menjadi pemain utama penyimpanan karbon di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP28).
Advertisement
Oki menjelaskan, kesiapan Pertamina dibuktikan melalui program Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage (CCUS).
"Pertamina melihat CCUS sebagai upaya meningkatkan jumlah minyak dan gas kita sekaligus mendukung target NZE," ucap Oki, dikutip dari laman BUMN, Selasa (5/11/2023).
Di Paviliun Indonesia pada COP28, Sabtu (2/12) Oki membeberkan bahwa saat ini ada 400 gigaton (GT) potensi CCS serta kapasitas bisnis CCS/CCUS yang mencapai 60 juta ton per tahun (MTPA) di Indonesia.
Dalam memanfaatkan peluang tersebut, saat ini Pertamina telah memiliki delapan lokasi CCS/CCUS yang pengembangannya dikolaborasikan bersama mitra strategis lainnya.
Dari kedelapan lokasi tersebut, dua lokasi di Sumatera, empat di Jawa, dan dua di Sulawesi.
Sejauh ini, inisiatif CCS/CCUS sudah berada pada fase studi kelayakan yang meliputi teknis bawah permukaan, fasilitas permukaan, dan ekonomi.
Proyek CCUS Pertamina
Proyek CCUS yang dikembangkan Pertamina salah satunya berada di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Area tersebut memiliki potensi penyimpanan karbon 146 ribu ton.
Adapun proyek CCS Pertamina yang juga sedang dikembangkan sebagai platform yang mendukung produksi amonia dan hidrogen rendah karbon.
Kapasitas Penyimpanan CO2
Oki lebih lanjut mengatakan, rata-rata CO2 dari pembangkit hidrogen di Balikpapan sebesar 1,4 juta ton per tahun.
Sedangkan kapasitas penyimpanannya sebesar 270 juta ton. Sementara produksi amonia dilakukan di Pembangkit Amonia Banggai.
CO2 dari pembangkit amonia mencapai 1 juta ton per tahun. Kapasitas penyimpanannya mencapai 273 juta ton.
"Jika semua berjalan lancar, 2030 selesai, dan penyimpanan dapat digunakan," kata Oki.
Oki mengungkapkan, belanja modal merupakan aspek yang perlu diperhatikan dari pengembangan CCS dan CCUS.
Hal itu dapat diatasi dengan mengembangkan nature-based solution (NBS), karena besaran biayanya paling murah. Solusi lainnya adalah penangkapan metana.
Oki menekankan, semua ini akan terwujud jika seluruh pihak saling bersinergi. "CCS/CCUS adalah bisnis yang bisa kita pelajari dan bangun ilmu bersama," pungkasnya.
Advertisement
CCS Sebagai Inovasi Mengurangi Perubahan Iklim
Dalam kesempatan itu, Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center Belladonna Maulianda juga menyampaikan bahwa, CCS merupakan inovasi paling memungkinkan untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong target karbon netral.
Dijelaskannya, CCS memiliki berbagai manfaat seperti mengurangi biaya, mencegah risiko dagang, membuka lapangan kerja, dan mendorong pengembangan industri rendah karbon.
Adapun General Manager Advocacy Global CCS Institute Guloren Turan, menilai Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan CCS.
Menurut Guloren, Indonesia memiliki sumber daya penyimpanan dan telah berupaya mengembangkan kapasitas dan kerangka kebijakan.
Proyek CCUS Pertamina
Proyek CCUS yang dikembangkan Pertamina salah satunya berada di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Area tersebut memiliki potensi penyimpanan karbon 146 ribu ton.
Adapun proyek CCS Pertamina yang juga sedang dikembangkan sebagai platform yang mendukung produksi amonia dan hidrogen rendah karbon.
Advertisement