Liputan6.com, Jakarta - Platform streaming musik berbayar, Spotify mengumumkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sekitar 1.500 karyawannya.
PHK massal dilakukan dalam upaya platform tersebut mengurangi biaya. Ini menandai PHK putaran ketiga di Spotify tahun ini.
Advertisement
"Pertumbuhan ekonomi melambat secara dramatis dan modal menjadi lebih mahal. Spotify tidak terkecuali dalam kenyataan ini," kata CEO Spotify Daniel Ek dalam surat kepada staf yang diposting di situs web perusahaan, dikutip dari CNN, Selasa (5/11/2023).
Daniel Ek menjelaskan, perubahan yang dilakukan Spotify bertujuan untuk menjadikan perusahaan lebih efisien, mengembalikan Spotify ke akar startup setelah perekrutan besar-besaran dan belanja besar-besaran yang membantunya memperoleh puluhan juta pelanggan, namun tidak menguntungkan secara konsisten.
Daniel Ek juga menyebut, perusahaannya telah memperdebatkan pengurangan jumlah pekerja pada tahun depan dan 2025.
"Namun, mengingat kesenjangan antara tujuan keuangan kami dan biaya operasional kami saat ini, saya memutuskan bahwa tindakan substansial untuk menyesuaikan biaya adalah pilihan terbaik untuk mencapai tujuan kami," jelasnya.
"Terus terang, banyak orang cerdas, berbakat, dan pekerja keras akan meninggalkan kita," beber Daniel.
CEO Spotify juga mengatakan pertemuan tatap muka dengan staf yang terkena dampak akan dilakukan sebelum hari Selasa berakhir.
Karyawan rata-rata akan menerima uang pesangon sekitar lima bulan.
Spotify, yang mempekerjakan lebih dari 9.000 orang, telah memberhentikan lebih dari 500 karyawan pada bulan Januari, menyusul PHK di sejumlah perusahaan teknologi termasuk Microsoft, dan Amazon seiring melambatnya perekonomian global.
Berlanjut pada bulan Juni, Spotify melakukan PHK terhadap 200 karyawan dari unit podcastingnya.
Penambahan Pelanggan Tak Berhasil Tutupi Kerugian
Meskipun ada penambahan 6 juta pelanggan pada periode Juni hingga September 2023, 2 juta lebih dari perkiraan Spotify hanya memperoleh keuntungan sebesar USD 34,8 juta pada periode tersebut.
Jumlah tersebut naik dari kerugian sebesar USD 248 juta pada periode yang sama tahun lalu.
"Kita masih mempunyai banyak hal yang harus dilakukan sebelum kita menjadi produktif dan efisien… kita harus terus mempunyai banyak akal," kata Daniel Ek.
Advertisement
Badai PHK Lagi, Produsen Baterai Kendaraan Listrik AS Pangkas 128 Karyawan
Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali melanda pekerja di Amerika Serikat, kali ini di industri baterai kendaraan listrik.
Mengutip US News, Selasa (28/11/2023) startup baterai kendaraan listrik yang berbasis di Michigan, Our Next Energy (ONE) mengatakan bahwa pihaknya telah memangkas sekitar 25 persen tenaga kerjanya.
Angka tersebut setara dengan 128 karyawan Our Next Energy, karena perusahaan menghadapi biaya pinjaman yang tinggi dan perekonomian yang tidak menentu.
Perusahaan yang didirikan oleh mantan eksekutif Apple, Mujeeb Ijaz mengatakan pada bulan Februari 2023 bahwa mereka telah mengumpulkan USD 300 juta dalam pendanaan Seri B, yang memberi nilai perusahaan sebesar USD 1,2 miliar.
Meskipun perusahaan tersebut mengutip "kondisi pasar" sebagai alasan PHK, mereka mengatakan terus fokus pada pendirian gigafactory atau pabrik besar di Michigan dan mengembangkan rantai pasokan baterai di Amerika Utara.
Perusahaan ini meluncurkan paket baterai bebas anoda baru yang dirancang tahun lalu untuk memangkas biaya sel sebanyak 50 persen, sekaligus memberikan jangkauan berkendara hingga 600 mil (965 km).
Pangkas Produksi Baterai
Pemasok Tesla, Panasonic Holdings, pada bulan lalu juga mengumumkan telah memangkas produksi baterai otomotif di Jepang pada kuartal September, menggarisbawahi perlambatan global dalam penjualan kendaraan listrik karena tingginya suku bunga.
Tesla beberapa waktu lalu juga dikabarkan kembali melakukan pemecatan atau PHK di Shanghai, China.
Sejumlah sumber menyebutkan, produsen asal Amerika Serikat ini melakukan pemecatan kepada beberapa pekerja produksi baterai mobil listrik di pabriknya di Shanghai.