Liputan6.com, Jakarta - Meta dinyatakan gagal menghentikan jaringan besar yang menggunakan platform-nya untuk mempromosikan konten pelecehan anak atau predator anak.
The Wall Street Journal dalam laporannya menyebut banyak contoh eksploitasi anak yang meresahkan yang ditemukan di Facebook dan Instagram.
Advertisement
Laporan tersebut, yang muncul ketika Meta menghadapi tekanan baru atas penanganan keselamatan anak-anak, telah mendorong pengawasan baru dari regulator Uni Eropa.
Dalam laporannya, The Wall Street Journal merinci pengujian yang dilakukan bersama Pusat Perlindungan Anak Kanada (Canadian Centre for Child Protection) yang menunjukkan bagaimana rekomendasi Meta dapat menyarankan Grup Facebook, tagar Instagram, dan akun lain yang digunakan untuk mempromosikan dan berbagi materi eksploitasi anak.
Berdasarkan pengujian yang mereka lakukan, sebagaimana dikutip dari Engadget, Selasa (5/12/2023), Meta lambat dalam menanggapi laporan tentang konten semacam itu.
Algoritmanya sendiri pun sering kali mempermudah orang untuk terhubung dengan konten yang melanggar dan orang lain yang tertarik dengan konten tersebut.
Misalnya, Pusat Perlindungan Anak Kanada mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa “jaringan akun Instagram dengan masing-masing 10 juta pengikut terus menayangkan video pelecehan seksual terhadap anak beberapa bulan setelah dilaporkan ke perusahaan tersebut.”
Dalam contoh meresahkan lainnya, Meta awalnya menolak untuk mengambil tindakan terhadap laporan pengguna tentang Grup Facebook yang bersifat publik yang disebut “Inses". Kelompok itu akhirnya dibubarkan, bersama dengan komunitas serupa lainnya.
Meta Manfaatkan Machine Learning
Dalam pembaruan panjang di situsnya, Meta mengatakan bahwa predator adalah penjahat yang menguji pertahanan aplikasi, situs web, dan platform.
Perusahaan mengklaim telah meningkatkan banyak sistem internalnya untuk membatasi orang dewasa yang berpotensi mencurigakan.
Meta menegaskan pihaknya telah memperluas daftar istilah, frasa, dan emoji terkait keselamatan anak yang ada agar dapat ditemukan oleh sistem miliknya.
Perusahaan juga mengklaim telah menggunakan machine learning (pembelajaran mesin) untuk mengungkap istilah pencarian baru yang berpotensi dieksploitasi oleh predator anak.
Meta menambahkan mereka menggunakan teknologi untuk mengidentifikasi orang dewasa yang berpotensi mencurigakan untuk mencegah mereka terhubung satu sama lain, termasuk di Grup Facebook dan melihat konten satu sama lain dalam rekomendasi.
Meta juga mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa mereka telah mulai menonaktifkan akun individu yang memiliki skor di atas ambang batas tertentu untuk perilaku mencurigakan.
Advertisement
Reaksi Negatif
Jejaring sosial milik Meta menghadapi reaksi negatif yang semakin besar atas penanganannya terhadap keselamatan anak.
The Wall Street Journal juga baru-baru ini melaporkan bahwa rekomendasi Instagram Reels menyajikan konten yang ditujukan untuk orang-orang yang 'mungkin memiliki ketertarikan pada anak-anak'.
Sejumlah negara bagian AS baru-baru ini menggugat Meta karena diduga membahayakan kesehatan mental pengguna termudanya, dan gagal melarang anak-anak di bawah 13 tahun menggunakan aplikasinya.
CEO Meta Mark Zuckerberg dipastikan akan menghadapi pertanyaan intens tentang tuduhan ini bulan depan ketika ia hadir di sidang Komite Kehakiman Senat yang berfokus pada keselamatan anak secara online.
Media sosial lain dari TikTok, Snap, X, dan Discord juga dijadwalkan akan memberikan kesaksian.
Sementara itu, Meta menghadapi tekanan baru dari regulator di luar negeri. Pejabat Uni Eropa menggunakan undang-undang baru untuk menyelidiki penanganan perusahaan terhadap materi pelecehan anak, menyusul laporan The Wall Street Journal.
Perusahaan telah diberi batas waktu hingga 22 Desember 2023 untuk menyerahkan data ke Uni Erop
Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial (Liputan6.com/Abdillah)
Advertisement