Moeldoko Curiga Ada Motif Politik di Balik Pernyataan Agus Rahardjo soal Kasus E-KTP

Moeldoko mempertanyakan kenapa Agus Rahardjo kembali mempersoalkan kasus korupsi e-KTP yang sudah bergulir pada 2017 lalu. Terlebih, kata Moeldoko, Agus baru menyampaikannya saat Indonesia sedang menghadapi tahun politik.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 05 Des 2023, 15:03 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Ketua KPK Agus Rahardjo memberi keterangan saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (15/8). Tim nasional pencegahan Korupsi menggelar rapat 'Kolaborasi Cegah Korupsi' terhadap para pejabat pemerintah (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko curiga ada motif di balik pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2014-2019, Agus Rahardjo yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan.

Moeldoko menduga ada motif politik di balik pernyataan Agus Rahardjo tersebut.

"Saya melihat ini ada motif tertentu, setidaknya ada motif politik," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Selasa (5/12/2023).

Dia mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017 lalu. Terlebih, kata Moeldoko, Agus baru menyampaikannya saat Indonesia sedang menghadapi tahun politik.

"Kita tahu persoalan ini dimulai tahun 2017 kenapa baru sekarang dan saat situasi negara sedang menghadapi situasi perpolitikan yang cukup meningkat," ucap Moeldoko.

Menurut mantan Panglima TNI ini, objek dan subjek hukum dalam kasus e-KTP sudah jelas. Sebab, Setya Novanto sudah divonis hukuman penjara selama 15 tahun atas kasus korupsi e-KTP.

"Kebijakan Presiden Joko Widodo dalam penegakkan persoalan korupsi sangat clear dan jelas, tidak pernah pandang bulu dan sangat tegas," tutur Moeldoko.

Dia pun mengingatkan masyarakat untuk melihat isu yang digulirkan mantan Ketua KPK itu dengan bijak. "Saya imbau kepada masyarakat untuk melihat isu dan situasi ini secara bijak dan cerdas," ujar Moeldoko menandaskan.

 


Jokowi Pertanyakan Motif Agus Rahardjo

Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo menghadiri Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2018 di Jakarta, Selasa (4/12). Acara ini mengambil tema Menuju Indonesia Bebas Dari Korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertanyakan motif di balik pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2014-2019, Agus Rahardjo yang menyebut dirinya meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan. Jokowi pun menyinggung apa kepentingan Agus menyampaikan isu tersebut.

"Untuk apa diramaikan itu, kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa," kata Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Senin (4/12/2023).

Jokowi mengatakan dirinyalah yang meminta Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum di KPK. Selain itu, kata dia, Setya Novanto kini telah divonis 15 tahun hukuman penjara karena kasus korupsi e-KTP."Dilihat, di berita tahun 2017 di bulan November saya sampaikan saat itu, 'Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada'. Jelas berita itu ada semuanya," ujarnya.

"Yang kedua, buktinya proses hukum berjalan, yang ketiga pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun," sambung Jokowi.

Untuk itu, dia heran dengan pengakuan Agus Rahardjo soal adanya intervensi agar kasus e-KTP dihentikan. Jokowi juga menegaskan tak ada pertemuan dirinya dengan Agus Rahardjo untuk membahas soal kasus e-KTP.

"Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg enggak ada agenda yang di Setneg enggak ada, tolong di cek lagi aja," tutur Jokowi.

 


Pengakuan Agus Rahardjo Diintervensi Presiden

Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) saat menjadi pembicara diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2019). Diskusi membahas gagasan perubahan UU Tipikor berdasarkan hasil kajian dan draf usulan ke pemerintah. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Seperti diketahui, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Dia diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.

Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas.

"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).

"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," lanjut Agus.

 


Jokowi Marah

Presiden Joko Widodo usai memberikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dia dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.

Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Dia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.

Setelah duduk, ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setya Novanto disetop KPK.

"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, 'hentikan!'," tutur Agus. "Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," lanjut Agus.

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya