USD Perkasa Hari Ini 5 Desember 2023, Rupiah Amblas ke 15.500 per Dolar AS

Rupiah ditutup melemah 42 point dalam penutupan pasar Selasa, 5 Desember 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 05 Des 2023, 18:00 WIB
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat (USD) menguat pada Selasa, 5 Desember 2023. USD menguat di saat antisipasi data utama nonfarm payrolls bulan November yang merupakan ukuran utama pasar tenaga kerja yang akan dirilis akhir pekan ini.

Hal tersebut membuat pasar agak mengurangi optimisme baru-baru ini atas penurunan suku bunga lebih awal oleh Federal Reserve (The Fed).

"Harga Fed Fund berjangka menunjukkan para pedagang kini memperkirakan peluang sebesar 49 persen bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga secepatnya pada bulan Maret 2024, turun secara substansial dari peluang 60 persen yang terlihat pada awal minggu," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis pada Selasa (5/12/2023).

Ketidakpastian ini juga membantu pemulihan USD dari posisi terendah baru-baru ini.

Sementara itu, di Asia, sebuah survei swasta menunjukkan aktivitas sektor jasa di Tiongkok tumbuh lebih besar dari perkiraan pada bulan November.

Kemajuan ni terjadi hanya beberapa hari setelah survei swasta menunjukkan ketahanan yang tidak terduga di sektor manufaktur.

Namun optimisme terhadap data tersebut sebagian besar diimbangi oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap epidemi baru, ketika terjadi lonjakan penyakit pernapasan di kota-kota besar di Tiongkok.

Rupiah Melemah pada Selasa, 5 Desember 2023

Rupiah ditutup melemah 42 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 50 point dilevel Rp. 15.505 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.463.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.480- Rp. 15.550," demikian perkiraan Ibrahim.


Laporan Terbaru OECD Soal Ekonomi Indonesia

Pemerintah optimistis produk-produk hilirisasi lanjutan juga dapat menopang daya saing produk ekspor Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ibrahim menyoroti prediksi terbaru Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9 persen pada 2023.

Para ekonom pun mengungkapkan proyeksi mereka sejalan dengan laporan dari OECD tersebut.

Pada 29 November 2023, OECD dalam laporan terbarunya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 meningkat, dari yang sebelumnya sebesar 4,7 persen kini diproyeksikan menjadi 4,9 persen.

Sementara untuk tahun 2024, OECD juga meningkatkan proyeksi ekonomi Indonesia dari sebesar 5,1 persen tumbuh menjadi 5,2 persen.

Selanjutnya untuk tahun 2025, OECD juga memproyeksi ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen.


OECD: Ekonomi RI Bakal Tumbuh Stabil

Universitas Prasetya Mulya gelas sebuah diskusi untuk memicu pemulihan perekonomian Indonesia tahun 2021-2022 melalui RCEP. Foto ilustrasi : pexels.com/@n-voitkevich

OECD dalam laporannya mengatakan bahwa Indonesia akan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil.

Kinerja juga didukung dengan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih baik dan inflasi yang lebih rendah.

Kemudian, sentimen investor juga diproyeksikan mendukung konsumsi dan investasi, kata Ibrahim.

Sebagai informasi, konsumsi rumah tangga menyumbang 52 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia, karena tingkat inflasi yang terjaga dan didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah.


Risiko Wait and See Investor saat Pemilu Cenderung Minim

Suasana Gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/5/2023). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan dipengaruhi oleh prospek ekonomi global. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, terkait pemilu, Ibrahim menyebutkan bahwa risiko aksi wait and see investor swasta terhadap kinerja pembentukan modal tetap bruto yang menyumbang 30 persen terhadap PDB di tengah tahun politik menjelang pemilu 2024 dampaknya cenderung minim.

"Hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah paska rilis proyeksi OECD adalah menjaga stabilitas di masa transisi politik, dan menjaga keyakinan konsumen selama periode pemilu," katanya.

Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya