Liputan6.com, Gaza - Israel pada Selasa (6/12/2023) mengatakan pasukannya telah berada di jantung Khan Younis, kota terbesar kedua di Jalur Gaza. Kota itu menjadi target pertama serangan darat Israel ke Gaza Selatan, yang mereka klaim bertujuan menghancurkan Hamas.
Menurut pejabat militer Israel, pasukannya terlibat dalam hari di mana pertempuran berlangsung paling intens sejak perang Hamas Vs Israel pecah pada 7 Oktober. Di Gaza Utara, juga dilaporkan terjadi baku tembak sengit.
Advertisement
Serangan ke Gaza Selatan mengancam akan memicu gelombang baru pengungsi Palestina dan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. PBB mengungkapkan 1,87 juta orang -lebih dari 80 persen populasi Jalur Gaza- terusir dari rumah-rumah mereka.
Perintah evakuasi kesekian kalinya dari militer Israel memaksa pengungsi pindah ke area yang semakin kecil di Gaza Selatan.
Di Kota Deir al-Balah di Gaza Tengah, tepat di utara Khan Younis, serangan pada Selasa menghancurkan sebuah rumah tempat puluhan pengungsi berlindung. Setidaknya 34 orang tewas, termasuk enam anak-anak, menurut reporter AP di rumah sakit yang menghitung jumlah jenazah.
Serangan Israel sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan setidaknya 16.248 warga Palestina di Gaza, termasuk di antaranya 7.112 anak-anak dan 4.885 perempuan. Setidaknya 43.616 orang lainnya terluka dan 7.600 orang menyandang status hilang.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuturkan pada Selasa bahwa militer Israel harus mempertahankan kendali keamanan terbuka atas Jalur Gaza lama setelah perang berakhir.
Komentarnya mengisyaratkan adanya kembali pendudukan langsung Israel di Gaza, sesuatu yang ditentang oleh sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS).
Netanyahu mengatakan hanya militer Israel yang dapat memastikan Gaza tetap mengalami demiliterisasi.
"Tidak ada kekuatan internasional yang bertanggung jawab atas hal ini," kata Netanyahu seperti dilansir AP, Rabu (6/12). "Saya belum siap menutup mata dan menerima pengaturan lain."
Di bawah tekanan AS untuk mencegah jatuhnya korban massal lebih lanjut, Israel mengaku mereka bertindak lebih tepat sambil memperluas serangannya dan mengambil langkah-langkah ekstra untuk mendesak warga sipil agar mengungsi. Sebelum gencatan senjata berlangsung selama sepekan beberapa waktu lalu, serangan udara masif selama berminggu-minggu ditambah serangan darat telah melenyapkan sebagian besar wilayah Gaza Utara.
Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Herzi Halevi mengakui bahwa pasukannya menggunakan kekuatan besar terhadap bangunan sipil. Dia mengklaim militan menyimpan senjata di rumah dan bangunan, sehingga penyerang berpakaian sipil dapat menggunakannya untuk menembak pasukan Israel.
"Menyerang mereka memerlukan penggunaan tembakan yang signifikan, baik untuk menargetkan musuh tetapi juga untuk, tentu saja, melindungi pasukan kita," ujar Halevi. "Oleh karena itu pasukan beroperasi penuh kekuatan."
Serangan Israel Tanpa Pandang Bulu
Halevi lebih lanjut mengonfirmasi, pasukannya telah memulai operasi darat tahap ketiga, dengan bergerak melawan Hamas di Gaza Selatan setelah menguasai sebagian besar Gaza utara. Israel belum memberikan rincian spesifik mengenai pergerakan pasukan.
Foto satelit pada Minggu (3/12) menunjukkan sekitar 150 tank Israel, pengangkut personel lapis baja dan kendaraan lain berada di jalan utama antara Khan Younis dan Deir al-Balah.Para saksi mata mengatakan serangan pada Selasa menghantam sebuah sekolah di Khan Younis, yang menjadi tempat ratusan pengungsi berlindung. Para korban membanjiri Rumah Sakit Nasser di dekatnya, di mana pria dan anak-anak yang terluka terbaring di lantai yang berlumuran darah di tengah-tengah jalinan selang infus.
"Apa yang terjadi di sini tidak terbayangkan," kata Hamza al-Bursh, yang tinggal di dekat sekolah tersebut. "Mereka menyerang tanpa pandang bulu."
Di Gaza Utara, militer mengatakan pasukannya memerangi militan Hamas di kamp pengungsi Jabaliya dan Distrik Shujaiya, merebut posisi Hamas, menghancurkan peluncur roket, dan infrastruktur bawah tanah.
Pertempuran di Gaza Utara menandakan perlawanan keras dari Hamas sejak pasukan Israel memasuki wilayah tersebut pada 27 Oktober. Militer Israel mengatakan 86 tentaranya tewas dalam serangan di Gaza.
Namun, bahkan setelah berminggu-minggu pengeboman, pemimpin utama Hamas di Gaza, Yehya Sinwar – yang lokasinya tidak diketahui – mampu melakukan negosiasi gencatan senjata yang rumit dan mengatur pembebasan lebih dari 100 sandera Israel dan asing dengan imbalan 240 tahanan Palestina selama gencatan senjata.
Adapun militan Palestina dilaporkan juga terus melancarkan serangan roket ke Israel.
Advertisement
Ke Mana Warga Gaza Harus Berlindung?
Setelah evakuasi besar-besaran di Gaza Utara yang diperintahkan oleh Israel pada awal perang, sebagian besar penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa terhimpit di wilayah seluas 90 mil persegi di Gaza Tengah dan Selatan.
Sejak bergerak ke Gaza selatan, militer Israel telah memerintahkan warga dari hampir dua lusin lingkungan di dalam dan sekitar Khan Younis untuk mengungsi. Hal ini semakin mengurangi lebih dari seperempat wilayah tempat warga sipil dapat mencari perlindungan.
Tidak jelas berapa banyak orang yang mengikuti seruan evakuasi tersebut.
"Tidak ada tempat yang aman di Gaza dan tidak ada tempat lagi untuk dituju," kata koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina Lynn Hastings, pada Senin (4/12). "Kondisi yang dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat Gaza tidak ada. Skenario yang lebih mengerikan mungkin terjadi."
Selama dua hari terakhir, sebut PBB, distribusi bantuan – terutama berupa pasokan tepung dan air – hanya dapat dilakukan di Rafah, di ujung selatan perbatasan dengan Mesir. Selebihnya, tidak dapat dijangkau karena pertempuran.
Nasser Bolbol, kepala perawatan intensif neonatal di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, mengatakan kelaparan akut telah menyebar, dengan beberapa kematian anak-anak karena dehidrasi dan kekurangan gizi.
"Gaza sepenuhnya diselimuti kematian dan kegelapan," ujar dia.