HEADLINE: Militer Israel Perluas Serangan Darat ke Gaza Selatan, Reaksi Global?

Serangan Israel sejak 7 Oktober telah menewaskan 16.248 warga Palestina di wilayah kantong itu, termasuk di antaranya 7.112 anak-anak dan 4.885 perempuan.

oleh Tanti YulianingsihKhairisa Ferida diperbarui 07 Des 2023, 00:08 WIB
Asap mengepul di Rafah setelah serangan udara Israel di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023. (SAID KHATIB/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Derita warga Palestina di Jalur Gaza belum usai. Israel yang sebelumnya fokus membidik Gaza Utara, kini memperluas serangan daratnya ke Gaza Selatan.

Israel mengatakan pasukannya, yang didukung jet-jet tempur, terlibat pertempuran darat sengit pada Rabu (6/12/2023), sehari setelah mereka mencapai jantung Khan Younis -kota kedua terbesar di Jalur Gaza- dan mengepung kota tersebut.

Khan Younis diyakini Israel merupakan tempat persembunyian para pemimpin Hamas, yakni Yahya Sinwar dan Mohammed Deif.

"Mereka yang berpikir bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak akan tahu bagaimana melanjutkan pertempuran setelah jeda keliru dan Hamas sudah merasakan hal ini," ungkap Kepala Staf Umum IDF Herzi Halevi, seperti dikutip dari Axios.

"Kami telah memasuki tahap ketiga operasi darat ... dan sekarang kami beroperasi melawan benteng-benteng mereka di selatan."

Pasukan dan tank-tank Israel menerobos ke Gaza Selatan setelah menguasai sebagian besar Gaza Utara dalam upaya yang mereka klaim untuk melenyapkan Hamas.

Sejak gencatan senjata berakhir dan gagal berlanjut pada Jumat (1/12) pagi, Israel melansir peta online untuk memberi tahu warga Gaza medan perang yang harus dihindari dan kawasan timur Khan Yournis ditandai pada Senin (4/12), membuat ratusan ribu orang kembali mengungsi dengan berjalan kaki.

Namun, warga Gaza atau bahkan koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina Lynn Hastings menggarisbawahi tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza.

AFP seperti dilansir The Guardian melaporkan melaporkan bahwa jalan-jalan di Khan Younis hampir kosong pada Rabu pagi saat orang-orang berusaha berlindung dari tembakan.

Hassan Al-Qadi, seorang warga Khan Younis yang mengungsi di Rafah mengisahkan, "Seluruh kota menderita kehancuran dan penembakan tanpa henti. Banyak orang datang dari Gaza Utara dalam keadaan yang mengerikan. Banyak dari mereka yang kehilangan tempat tinggal dan ada pula yang mencari anak-anak mereka yang hilang. Kami bukan sekadar angka. Kami adalah manusia."

Hingga Selasa (5/12), otoritas kesehatan Gaza mengumumkan bahwa serangan Israel sejak 7 Oktober telah menewaskan 16.248 warga Palestina di wilayah kantong itu, termasuk di antaranya 7.112 anak-anak dan 4.885 perempuan. Setidaknya 43.616 orang terluka dan 7.600 orang hilang.

Data yang sama menyebutkan pula bahwa selama agresinya di Gaza, pasukan Israel menjatuhkan lebih dari 50.000 ton bahan peledak ke rumah-rumah warga sipil, rumah sakit, sekolah dan institusi lainnya, yang mengakibatkan kehancuran total 52.000 unit rumah, 69 sekolah, 121 gedung pemerintah, dan 100 masjid.

Beberapa hari sebelum Angkatan Darat Israel mencapai Khan Younis, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris blak-blakan menyinggung besarnya jumlah korban tewas akibat serangan Israel.

"Seperti yang telah saya katakan sebelumnya: Kita tidak bisa menyamakan Hamas dengan rakyat Palestina. Hamas adalah organisasi teroris yang brutal. Hamas telah berjanji mengulang serangan 7 Oktober sampai Israel dimusnahkan. Tidak ada negara yang mungkin hidup dalam bahaya seperti itu, itukah sebabnya kami mendukung tujuan militer Israel yang sah untuk menghilangkan ancaman Hamas," tutur Kamala, seperti dikutip langsung dari situs web Gedung Putih.

"Presiden Joe Biden dan saya telah berkali-kali menjelaskan kepada pemerintah Israel baik secara terbuka dan pribadi: Ketika Israel mempertahankan diri, yang terpenting adalah bagaimana caranya. AS dengan tegas mengatakan bahwa hukum humaniter internasional harus dihormati. Terlalu banyak warga Palestina yang tidak bersalah tewas. Sejujurnya, skala penderitaan warga sipil serta foto dan video tentang Gaza sangat memprihatinkan."

Kamala menambahkan, "Sementara Israel berusaha mencapai tujuan militernya di Gaza, kami yakin Israel harus berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah."

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam lawatannya ke Israel juga memperingatkan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu bahwa operasi militer ke Gaza Selatan tidak boleh mengulang besarnya korban jiwa dan pengungsian yang terjadi selama serangan mereka ke Gaza Utara.

"Saya menggarisbawahi penting bagi AS agar hilangnya banyak nyawa warga sipil dan pengungsian dalam skala besar seperti yang kita lihat di Gaza Utara tidak terulang di Gaza Selatan ... Israel memahami pentingnya melindungi warga sipil, pentingnya bantuan kemanusiaan dan akan terus berupaya memastikan hal tersebut berlanjut. Seperti yang saya katakan kepada perdana menteri, niat itu penting, tapi hasilnya juga penting," terang Blinken seperti dikutip Reuters.

Pada Selasa, AS menegaskan pula bahwa Israel perlu berbuat lebih banyak untuk mengizinkan bahan bakar dan bantuan lainnya masuk ke Jalur Gaza dan meminimalisir kerugian terhadap warga sipil.

"Tingkat bantuan yang masuk tidak mencukupi," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.

"Ini perlu ditingkatkan dan kami mengatakannya dengan jelas kepada pemerintah Israel."

Sejauh ini, tidak kritik keras AS terhadap Israel atas meluasnya serangan ke Gaza Selatan.

 


Bak Kiamat

Para pejabat kesehatan di Gaza mengatakan bahwa ada puluhan orang menjadi korban pengeboman di wilayah selatan. (Mahmud HAMS/AFP)

Koordinator bantuan darurat PBB Martin Griffiths menuturkan operasi militer Israel di Gaza Selatan sama dahsyatnya dengan di Gaza utara, menciptakan kondisi "apokaliptik" atau bak kiamat dan mengakhiri segala kemungkinan operasi kemanusiaan yang berarti.

Berbicara mengatasnamakan seluruh komunitas bantuan internasional, Griffiths menuturkan bahwa serangan Israel yang terus berlanjut telah merampas sarana penting apa pun yang dimiliki pekerja bantuan untuk membantu 2,3 juta orang di Gaza. Griffiths menyerukan tindakan segera untuk mengakhiri pertempuran.

"Yang kami sampaikan hari ini adalah: sudah cukup. Ini harus dihentikan," ujar Griffiths dalam dengan Guardian.

Dia menyatakan sejumlah kecil bantuan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza tidak dapat lagi didistribusikan karena perluasan serangan darat Israel ke Gaza Selatan secara efektif mengakhiri operasi kemanusiaan.

"Ini bukan lagi operasi yang signifikan secara statistik," kata Griffiths.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell melalui platform X alias Twitter mengatakan bahwa dia berkomunikasi dengan Griffiths yang menceritakan kepadanya bahwa dengan pengeboman besar-besaran Israel di Gaza Selatan maka PBB tidak dapat beroperasi.

"Sesuai permintaan PBB, pertempuran harus dihentikan," sebut Borrell.

Pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina pada Senin menyerukan reaksi keras dari Eropa atas serangan Israel terhadap warga Palestina.

"Sesama warga Eropa, Italia, Jerman: setelah Holocaust, secara naluriah kita harus tahu bahwa genosida dimulai dengan tidak memanusiakan orang Lain," tulis Francesca Albanese di X.

"Jika serangan Israel terhadap warga Palestina saat ini tidak memicu reaksi keras kita maka halaman tergelap dalam sejarah kita tidak mengajarkan apa pun kepada kita."

Laporan Reuters menyebutkan bahwa PM Jepang Fumio Kishida turut menekankan kepada PM Netanyahu via telepon pada Rabu bahwa penting meminimalkan korban sipil dalam perang Hamas Vs Israel.

"PM Kishida menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah korban sipil yang berkelanjutan harus dihindari dan penting untuk segera menenangkan situasi, meminimalkan korban sipil, dan mematuhi hukum internasional termasuk hukum humaniter internasional," demikian pengumuman Kementerian Luar Negeri Jepang seperti dikutip dari Al Jazeera.


Pengungsi Menumpuk di Rafah

Warga Palestina memeriksa kerusakan di sekitar bangunan tempat tinggal setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023, (SAID KHATIB/AFP)

Direktur Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Jalur Gaza Thomas White memperkirakan setengah juta orang akan mengungsi ke Rafah. Dia memperingatkan bahwa Rafah tidak akan mampu mengatasi peningkatan populasi sebanyak itu.

White mencatat bahwa Rafah biasanya memiliki populasi 280.000 jiwa dan saat ini sudah menampung sekitar 470.000 pengungsi. White menuturkan bahwa UNRWA telah membagikan 300 tenda terakhirnya, namun ribuan orang masih tinggal di luar tanpa tempat berlindung.

Militer Israel sendiri telah memberitahu orang-orang di bagian timur Khan Younis untuk pindah lebih jauh ke selatan, tepatnya ke Rafah, demi keselamatan mereka.

"Perintah evakuasi telah menciptakan kepanikan, ketakutan dan kecemasan pada orang-orang di Gaza – banyak yang telah mengungsi lebih dari satu kali dalam perang ini," sebut UNRWA, seperti dikutip dari NHK.

Faktanya, sementara warga Gaza terus didorong ke Rafah atau perbatasan dengan Mesir, Israel juga menargetkan wilayah tersebut. Lantas, ke mana lagi warga Gaza harus mencari perlindungan?

Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya