Gubernur Jakarta Bakal Dipilih Langsung Presiden, Begini Tanggapan Gibran

Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) telah disetujui menjadi RUU usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

oleh Aries Setiawan diperbarui 06 Des 2023, 23:34 WIB
Cawapres Gibran Rakabuming Raka. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) telah disetujui menjadi RUU usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

Salah satu yang disorot dalam pasalnya adalah gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta bakal ditunjuk dan diberhentikan presiden dengan memperhatikan usul DPRD.

Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka tidak banyak komentar mengenai hal itu. Gibran menyerahkan pembahasan lebih lanjut terkait hal itu kepada DPR RI.

"Ya itu biar dibahas di dewan ya," kata Gibran di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Putra sulung Presiden Jokowi itu tidak menjawab saat ditanya terkait sikapnya apakah menyetujui atau tidak gubernur Jakarta dipilih lewat presiden.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, pihaknya masih menunggu surat dari DPR untuk menyampaikan naskah RUU DKJ.

"Perlu diketahui bahwa RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan RUU inisiatif DPR. Saat ini, Pemerintah menunggu surat resmi dari DPR yang menyampaikan naskah RUU DKJ," kata Ari kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).

Ari melanjutkan, setelah itu Presiden Jokowi akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah. Dalam menyusun DIM itu, pemerintah terbuka terhadap masukan berbagai pihak.

"Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah Menteri yang mewakili Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM Pemerintah," terangnya.

Berdasarkan Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin disebutkan bahwa gubernur Jakarta nantinya akan ditunjuk langsung oleh presiden seusai Ibu Kota pindah ke IKN Nusantara, Kalimantan Timur.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian tertera pada ayat (2) Pasal 10 draf RUU, dikutip Selasa (5/12/2023).

Masa jabatan gubernur masih sama seperti sebelumnya, yaitu lima tahun dan dapat menjabat selama dua periode.

"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," tertera pada draf RUU tersebut.

Diketahui, DPR akan menggelar rapat paripurna dengan agenda mendengar pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU DKJ ini. Selanjutnya, akan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.

Dalam rapat Badan Legislasi kemarin, sembilan fraksi telah menyampaikan pandangan mini. Hasilnya, delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak.

Delapan fraksi menyetujui dengan catatan yakni PKB, PPP, PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat dan PAN. Sementara fraksi yang menolak adalah PKS.


DPRD DKI Tolak Wacana Gubernur Jakarta Dipilih Langsung oleh Presiden

Gedung DPRD DKI Jakarta (Istimewa)

Sejumlah fraksi DPRD DKI Jakarta menolak wacana kebijakan gubernur dipilih langsung oleh presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur.

Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, aturan tersebut merenggut hak rakyat untuk memilih langsung gubernur dan wakil gubernur melalui pilkada.

"Kami tegas menolak karena ini merenggut hak rakyat untuk memilih pada pilkada langsung Jakarta," kata Wibi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2023).

Wibi menambahkan, pilkada merupakan tempat masyarakat menggunakan hak konstitusinya. Mereka akan menilai rekam jejak tokoh-tokoh untuk memimpin Jakarta ke depan.

"Kami dari NasDem tentu akan memperjuangkan agar gubernur dan wakil gubernur DKI akan dipilih secara langsung melalui pilkada," tambahnya.

Selanjutnya, Fraksi PKS juga dengan tegas menolak. Sekretaris I Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ) menilai, kebijakan ini sama seperti orde baru.

"Kalau kembali ditunjuk oleh presiden ya kembali ke orde baru dong ya dan juga kemudian ini kok cuma Jakarta doang yang lainnya gimana?" ujar MTZ.

"Jadi lucu nanti Jakarta walaupun bukan Ibu Kota lagi, tapi ternyata khusus Jakarta, gubernurnya ditunjuk presiden. Terlepas dari siapa lagi presiden nanti ya sesudah pemilu 2024 ya," sambungnya.

Lebih lanjut, MTZ berharap RUU ini dapat diubah sebelum nantinya ditetapkan di waktu yang akan datang.

"Seharusnya teman-teman kita di DPR menolak lah atau mengubah itu kan ini masih rancangan. Mengembalikan ke fungsi yang semula," tambah MTZ.

Senada dengan yang lainnya, Fraksi PDIP pun dengan tegas menolak. Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak merasa heran dengan munculnya wacana ini.

"Semangat reformasi dan amandemen UUD yang ada semuanya menguatkan otonomi daerah. Salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik orde baru yang mengangkat kepala daerah sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan Presiden. Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orde baru untuk sentralistik," kata Gilbert.

 


Tolak Wacana Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, PKS: Bisa Saja Tunjuk Keluarga atau Kerabat

Gedung Balai Kota DKI Jakarta. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi polemik, lantaran ada salah satu klausul pasal di mana gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN Nusantara, Kalimantan Timur.

Terkait hal itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) khawatir penunjukan langsung gubernur Jakarta oleh presiden bakal menjadi ajang kolusi, korupsi, dan nepotisme. Bisa saja, presiden menunjuk keluarga atau kerabatnya yang tidak punya kompetensi.

"Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," ujar Juru Bicara PKS Muhammad Iqbal dalam keterangannya, Rabu (6/12/2023).

PKS menolak wacana tersebut karena dibuat secara terburu-buru dan tanpa kajian mendalam. Malah bakal merugikan warga serta menurunkan kualitas demokrasi.

"PKS dengan tegas menolak RUU ini karena dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia," jelas Iqbal.

Sejak awal, PKS juga menolak pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Konsistensi sikap PKS supaya Jakarta tetap menjadi ibu kota dan gubernurnya dipilih langsung oleh rakyat.

"PKS sejak awal menolak Undang-Undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan gubernur serta wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk presiden," kata Iqbal.


Warga Jakarta Kehilangan Hak Memilih Calon Gubernur Terbaik

Keakraban pasangan calon Pilkada DKI, Ahok, AHY, Anies. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat Tata Kota dan Transportasi Yayat Supriatna, menilai dihilangkannya Pilkada untuk penetapan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dapat menimbulkan persoalan baru.

Dalam draf RUU DKJ yang beredar disebut bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh presiden atas usul DPRD. Menurut Yayat, aturan tersebut membuat warga Jakarta kehilangan hak mencari pemimpin terbaik.

"Ini bisa menimbulkan masalah ketika warga DKI kehilangan hak memilih untuk mendapatkan calon yang terbaik buat pimpinan daerah," kata Yayat kepada Liputan6.com, Rabu (6/12/2023).

Yayat pun menilai, mengambil usulan dari DPRD pun tak tepat. Sebab, bakal ada kepentingan yang bisa saja diatur antara calon gubernur dan anggota dewan.

"Kalau diusulkan oleh DPRD bisa terjadi ruang negosiasi kepentingan antara calon gubernur dan DPRD. Padahal ke depan kita membutuhkan gubernur DKI yang benar benar bertanggung jawab ke warganya dan bisa memenuhi janjinya," jelas Yayat.

Selain itu, Yayat juga melihat adanya kepentingan dari pemerintah pusat atau presiden terkait aturan ini. Pasalnya, kata dia aturan tersebut tidak jauh berbeda dengan penunjukkan seorang pejabat gubernur yang juga ditunjuk presiden.

"Kalau pola penunjukan, khawatir bisa gaya model Pj/Plt lebih mendekati kepada kepentingan pemerintah pusat atau presiden," ucap Yayat.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya