Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada masalah terkait pendapatan, biaya, dan investasi dari 11 BUMN dan anak usahanya. Misalnya, terkait mitigasi risiko dalam pengelolaan di BUMN yang diperiksa.
Ketua BPK Isma Yatun menerangkan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap 11 BUMN. Hasilnya, tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2023 (IHPS).
Advertisement
"Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dalam IHPS I Tahun 2023 diantaranya atas pendapatan, biaya, dan investasi pada 11 BUMN atau anak perusahaannya," kata dia dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Jakarta, ditulis Kamis (7/12/2023).
Ternyata, BPK menemukan masalah signifikan dalam beberapa pengelolaan. Misalnya soal perjanjian jual beli gas (PJBG) yang dinilai tak didukung dengan jaminan yang cukup.
"Dengan permasalahan signifikan antara lain pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) tidak didukung mitigasi risiko dan jaminan yang memadai," tuturnya.
Selain itu, Isma menuturkan, ada pula temuan tarif layanan khusus sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM kepada pelanggan premium belum sepenuhnya diterapkan oleh PT PLN.
"Tarif yang dikenakan saat ini menggunakan tarif reguler ditambah nilai layanan premium yang mengakibatkan PT PLN kehilangan pendapatan sebesar Rp 5,69 triliun pada uji petik tahun 2021," ungkap Isma.
Hasil Temuan BPK
Sementara itu, mengutip IHPS 2023 11 BUMN yang diperiksa BPK diantaranya PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Subholding Gas)/PT PGN, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PT PLN, PT Pertamina (Persero), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)/PT Telkom, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk/PT Waskita.
Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi BUMN tahun 2017-2022. Pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi dilakukan untuk mendukung Program Prioritas (PP) 6 – nilai tambah, lapangan kerja, investasi sektor riil, industrialisasi, khususnya Kegiatan Prioritas (KP) iklim usaha, investasi, dan reformasi ketenagakerjaan.
"Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pendapatan, biaya, dan investasi BUMN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian pada 10 objek pemeriksaan dan tidak sesuai kriteria pada 1 objek pemeriksaan," sebagaimama dikutip.
Permasalahan yang disebut Isma Yatun di Rapat Pripurna meruju pada pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) sebesar USD 15 juta oleh PT PGN kepada PT IAE tidak didukung dengan mitigasi risiko memadai.
Pertama, tidak mengacu pada kajian tim internal atas mitigasi risiko dan cost benefit analysis. Kedua, tidak didukung dengan jaminan yang memadai, yaitu dokumen Parent Company Guarantee tidak dieksekusi oleh PT PGN dan nilai jaminan fidusia berupa jaringan pipa PT BIG senilai Rp16,79 miliar jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai uang muka yang diberikan.
Ketiga, tidak memperhatikan kebijakan pemerintah atas larangan transaksi gas secara bertingkat, karena pembelian gas kepada PT IAE yang bukan produsen gas. Keempat, tidak melalui analisis keuangan dan due dilligence yang memadai, yang ditunjukkan dengan nilai current liability PT IAE lebih besar dibandingkan current asset-nya.
"Akibatnya, sisa uang muka sebesar USD 14,19 juta berpotensi tidak tertagih yang dapat membebani keuangan perusahaan," tulis IHPS I-2023.
Advertisement
Rekomendasi BPK
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Direksi PT PGN untuk mengoptimalkan pemulihan piutang uang muka kepada PT IAE sebesar USD 14,19 juta dan berkoordinasi dengan Direksi PT Pertamina dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum (APH).
Masalah lainnya, BPK menemukan PT PLN belum sepenuhnya menerapkan tarif layanan khusus (L) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM kepada pelanggan premium, tarif yang dikenakan saat ini menggunakan tarif reguler ditambah nilai layanan premium yang mengakibatkan PT PLN kehilangan pendapatan sebesar Rp5,69 triliun pada uji petik tahun 2021.
"Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Direktur Utama PT PLN agar segera menerapkan tarif kepada pelanggan premium secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku," seperti dikutip.