Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati temuan adanya masalah dalam tata kelola proyek yang digarap PT Bima Sepaja Abadi (BSA), cucu usaha PT Semen Indonesia (SIG). Atas kerja sama yang dilakukan, SBA ditaksir mengalami kerugian hingga ratusan triliun.
Hal ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 yang diterbitkan BPK. Tercatat ada dua lingkup permasalahan yang membuat anak usaha Semen Padang itu berpotensi merugi.
Advertisement
Misalnya, dalam pelaksanaan kerja sama bisnis, PT BSA tidak melakukan proses studi kelayakan atau due dilligence atas mitra dan proyek yang dikerjasamakan. Permasalahan itu meliputi, pertama, kerja sama atas 4 pekerjaan dengan penyedia jasa PT ETB dan PT PIL dilakukan dengan pemberian modal kerja kepada mitra.
"Atas pekerjaan tersebut mitra menyerahkan cek kepada PT BSA dengan total sebesar Rp 4,22 miliar, namun pada saat jatuh tempo cek tersebut tidak dapat dicairkan," seperti dikutip dari IHPS I 2023, Kamis (7/12/2023).
Bisnis Fiktif
Kedua, BPK menemukan ada indikasi kerja sama bisnis fiktif antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL, di mana PT BSA telah membayar kepada CV AL sebesar Rp101,26 miliar, namun PT BSA baru menerima pembayaran dari PT ATL sebesar Rp73,64 miliar.
Sehingga masih terdapat kekurangan sebesar Rp27,62 miliar dan keuntungan yang seharusnya diterima sebesar Rp14,95 miliar, atau seluruhnya Rp42,57 miliar. Untuk mendanai kerja sama tersebut, PT BSA di antaranya menggunakan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dari BNI.
"Permasalahan dalam kerja sama dengan PT ATL dan CV AL berdampak pada ketidakmampuan PT BSA untuk membayar utang jatuh tempo kepada BNI, sehingga PT BSA mengajukan share holder loan (SHL) kepada PT SP. Atas peminjaman tersebut, PT BSA harus menanggung utang pokok SHL kepada PT SP sebesar Rp 19,60 miliar dan bunga SHL sebesar Rp 2,90 miliar," sebagaimana dikutip.
Ketiga, terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan proyek dan biaya jasa notaris dengan total sebesar sebesar Rp 2,75 miliar pada pekerjaan Proyek SPBU di Setu, Bekasi.
Potensi Kerugian
BPK mancatat, permasalahan tersebut mengakibatkan, pertama, potensi kerugian atas penyelesaian piutang usaha kepada PT PIL dan PT ETB sebesar Rp4,22 miliar. Kedua, Indikasi kerugian sebesar Rp 42,57 miliar atas kerja sama bisnis antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL.
Ketiga, potensi kerugian PT SP atas utang pokok SHL dan bunga SHL PT BSA kepada PT SP dengan total sebesar Rp22,50 miliar. Serta, keempat, kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pembangunan SPBU dan biaya jasa notaris sebesar Rp2,75 miliar.
Menyoroti masalah itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT SIG selaku holding BUMN industri semen agar melakukan investigasi atas kerja sama bisnis PT BSA dan seluruh aspek atas temuan pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat dugaan pelanggaran atau permasalahan hukum, dan jika terdapat dugaan tersebut maka dilakukan upaya hukum lebih lanjut.
Kemudian, melalui Direksi PT Semen Padang sebagai pemegang saham BSA untuk melakukan kajian bisnis mengenai layak atau tidaknya atas keberlangsungan dan keberadaan BSA sebagai anak perusahaan Semen Padang. Terakhir, memerintahkan Direksi PT BSA untuk menetapkan kebijakan terkait prosedur kerja sama
Advertisement
Hasil Temuan BPK
Sementara itu, mengutip IHPS 2023 11 BUMN yang diperiksa BPK diantaranya PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Subholding Gas)/PT PGN, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PT PLN, PT Pertamina (Persero), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)/PT Telkom, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk/PT Waskita.
Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi BUMN tahun 2017-2022. Pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi dilakukan untuk mendukung Program Prioritas (PP) 6 – nilai tambah, lapangan kerja, investasi sektor riil, industrialisasi, khususnya Kegiatan Prioritas (KP) iklim usaha, investasi, dan reformasi ketenagakerjaan.
"Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pendapatan, biaya, dan investasi BUMN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian pada 10 objek pemeriksaan dan tidak sesuai kriteria pada 1 objek pemeriksaan," sebagaimama dikutip.