HEADLINE: Heboh Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung Presiden, Kemunduran Demokrasi di Depan Mata?

Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta menuai polemik. Salah satu pasalnya memantik reaksi publik. "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2) yang kontroversi.

oleh Winda NelfiraAries Setiawan diperbarui 08 Des 2023, 05:29 WIB
Gedung Balai Kota DKI Jakarta. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta menuai polemik. Salah satu pasalnya memantik reaksi publik.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2) yang kontroversi.

Untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, lima tahun, dan dapat menjabat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sementara itu, di ayat (4) Pasal 10 berbunyi, "Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Gubernur Jakarta yang selama ini dipilih rakyat melalui pemilihan umum, akan diubah menjadi ditunjuk langsung oleh presiden. Hak konstitusional warga kota metropolitan seolah mau dikebiri. Genderang penolakan pun keras digaungkan.

Demokrasi terancam, kualitasnya tergerus. Bau-bau otoritarianisme mulai tercium. Sejumlah pihak menilai gagasan ini menjadi indikasi kemunduran demokrasi.

Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan, menyebut cara-cara seperti ini sebagai upaya pembunuhan terhadap hak konstitusional rakyat untuk memilih pemimpin.

"Mengobrak-abrik konstitusi berarti mengukuhkan otoritarianisme dan menodai hak konstitusional rakyat. Bahkan inilah bentuk sadis dari intolerable justice maha dahsyat, karena memenggal hak konstitusional rakyat untuk memilih pimpinannya dengan melompati konstitusi," kata Atang, Kamis, 7 Desember 2023.

Jika gubernur Jakarta tidak dipilih secara demokratis, Atang menilai, maka dipastikan menabrak Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan gubernur dipilih secara demokratis.

Atang memprediksi, bila Jakarta sudah tidak lagi sebagai ibu kota negara dan status kedudukannya sama dengan provinsi lain, serta pemilihan gubernurnya ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden, maka tidak menutup kemungkinan provinsi lain akan terancam. Hak konstitusional masyarakatnya untuk memilih pemimpin bakal dikebiri.

Lebih lanjut, Atang mengingatkan para perumus RUU DKJ tidak menganalogikan Jakarta dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Penentuan jabatan gubernur Jogja tentunya tidak dapat dipaksakan menjadi pertimbangan untuk DKI, karena DIY sejak zaman Belanda sudah diakui sebagai daerah kekhususan," katanya.

"Bahkan, pengakuan tersebut berlanjut hingga zaman Jepang yang disebut sebagai Koti, yang secara substantif merupakan pengakuan atas hak-hak asal-usul dalam daerah yang istimewa yaitu Zelfbestuurende Lanschappen dan volksgemenscappen (kesatuan masyarakat)," Atang menambahkan.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai klausul gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden adalah kemunduran demokrasi.

Rakyat sebagai pemegang mandat tertinggi di negara demokrasi, harus menolak upaya pengebirian hak konstitusional yang dilakukan para elite di negeri ini.

"Ini bentuk kemunduran demokrasi. Demokrasi yang sudah bagus ingin ditarik mundur. Ini tidak bagus. Jangan dipaksakan. Jangan melawan kehendak rakyat. Jangan angkuh dalam berkuasa," ujar Ujang kepada Liputan6.com, Kamis, 7 Desember 2023.

"Jadi kembalikan kepada marwahnya, kembalikan rohnya. Gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh rakyat, oleh warga Jakarta. Kalau penunjukan langsung oleh presiden, itu kemunduran demokrasi, dan itu harus ditolak," kata Ujang.


Jabatan Gubernur Jakarta Sangat Strategis, Presiden Harus Bisa Kendalikan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Ibu Kota Nusantara (IKN), Provinsi Kalimantan Timur, Jumat (24/2/2023). (Foto: Sekretariat Presiden)

Pengamat Tata Kota dan Transportasi, Yayat Supriatna, menilai dihilangkannya pilkada untuk penetapan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dapat menimbulkan persoalan baru.

Menurut Yayat, gagasan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden, membuat warga Jakarta kehilangan hak mencari pemimpin terbaik.

"Ini bisa menimbulkan masalah ketika warga DKI kehilangan hak memilih untuk mendapatkan calon yang terbaik buat pimpinan daerah," kata Yayat kepada Liputan6.com.

Lebih lanjut, menurut Yayat, mengambil usulan dari DPRD pun tidak tepat. Sebab, bakal ada ruang negosiasi kepentingan antara calon gubernur dengan anggota dewan.

"Padahal ke depan kita membutuhkan gubernur Jakarta yang benar-benar bertanggung jawab ke warganya dan bisa memenuhi janjinya," kata Yayat.

Selain itu, Yayat juga melihat adanya kepentingan dari pemerintah pusat atau dalam hal ini presiden terkait aturan tersebut.

"Kalau pola penunjukan, khawatir bisa gaya model Pj/Plt, lebih mendekati kepada kepentingan pemerintah pusat atau presiden," ucap Yayat.

Selain itu, Yayat melihat, bekas ibu kota, Jakarta dan ibu kota baru, Nusantara, dianggap sebagai suatu kawasan yang strategis. Pengendalian pembangunannya disamakan karena dianggap punya posisi yang sangat strategis.

"Dan di sini dilihat bahwa pola intervensinya itu akan lebih banyak diwarnai oleh intervensi pemerintah pusat," kata Yayat.

"Jadi Jakarta, ya mohon maaf, siapa pun jadi gubernur Jakarta itu posisinya sangat strategis sekali. Kalau tidak dikendalikan karena Jakarta wilayah yang strategis, potensi ekonominya besar, bisa dikatakan paling unggul lah," Yayat menambahkan.

Menurut Yayat, jika gubernur Jakarta tidak bisa dikendalikan, maka akan menjadi masalah bagi presiden terkait kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. Apalagi jika kebijakan-kebijakan gubernur Jakarta sukses melampaui kebijakan pemerintah pusat.

"Apalagi menempatkan dia sebagai kota global. Kalau kota global dengan berbagai kewenangan-kewenangan khusus di dalamnya, Jakarta akan maju sendiri lebih meninggalkan daerah-daerah lain. Ini kan menjadi panggung bagi gubernurnya. Jadi kemungkinan besar kalau tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah pusat ini punya persoalan besar," tuturnya.

Senada, pengamat politik Ujang Komarudin juga menilai ada kepentingan presiden dalam gagasan itu.

"Sepertinya ada kepentingan presiden. Bisa jadi ingin menjadikan orang-orang presiden jadi gubernur dengan gratis tanpa pilkada, tanpa cawe-cawe partai politik. Atau bisa juga ingin menjadikan Kaesang sebagai gubernur Jakarta, bisa jadi. Intinya ingin gubernur dan wakil gubernur dikendalikan presiden," ujar Ujang.

Ujang meminta para elite di DPR dan presiden tidak memaksakan kehendak dengan mengebiri hak konstitusional rakyat. Demokrasi yang sudah berlangsung baik akan rusak karena kepentingan penguasa dan hawa nafsu para elite.

"Pemerintah dan DPR jangan seenaknya, jangan memaksakan diri. Jangan melakukan tindakan-tindakan yang tidak aspiratif, dan itu bertolak belakang dengan masyarakat," ujar Ujang.

Ujang meminta penguasa dan elite politik untuk mengembalikan muruah demokrasi yang sejatinya gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih langsung oleh rakyat.

"Jangan seenaknya membuat undang-undang sendiri yang tidak aspiratif. Tidak bagus, tidak aspiratif. Maka itu harus ditolak. Masyarakat Jakarta, masyarakat Indonesia harus menolak RUU DKJ itu terkait dengan pasal penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden," kata Ujang.


Ramai-ramai Tolak Gagasan Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Presiden Jokowi mengundang Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sarapan di Istana Merdeka (Setpres/Biro Pers)

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai klausul gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden sebagai muslihat yang mendatangkan syak wasangka dalam kehidupan berdemokrasi.

Meski Jakarta telah lama menjadi daerah khusus dalam kehidupan bernegara, pembuatan payung hukum baru bagi Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota harus dilakukan secara bijaksana.

"Perumusan kebijakan atau undang-undang terkait eksistensi kota Jakarta semestinya dilaksanakan penuh hikmat dan kebijaksanaan, bukan rumusan yang penuh muslihat dan potensial mendatangkan syak wasangka dalam kehidupan demokrasi kita," kata Surya Paloh dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Desember 2023.

Menurut Surya Paloh, memberikan status khusus kepada Jakarta lewat RUU DKJ adalah sikap yang penuh hikmat dan kebijaksanaan. Namun, penunjukan gubernur oleh presiden adalah perilaku gegabah.

"Tidak menikmati kehidupan demokrasi yang telah berlangsung selama hampir 25 tahun ini, serta mencederai rasa keadilan politik warga negara, khususnya warga Kota Jakarta," ujar Surya Paloh.

Karena itu, Surya Paloh menegaskan, Partai Nasdem menolak tegas RUU DKJ sepanjang klausul mekanisme pemilihan gubernur DKJ diserahkan langsung kepada pejabat presiden.

"Pilkada adalah salah satu mekanisme yang dibangun demi termanifestasikannya demokrasi dalam kehidupan politik kita. Maka tidak sepatutnya praktik politik yang menjadi amanat Reformasi '98 ini diubah dengan semena-mena," kata Surya Paloh.

Partai Nasdem mengajak segenap kekuatan prodemokrasi untuk menggugat RUU DKJ selama rumusan pemilihan pemimpin daerahnya mencederai semangat demokrasi dan otonomi daerah sebagai amanat dari Reformasi '98.

Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menegaskan, partainya menolak klausul di RUU DKJ yang menyebut gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden.

Said menilai gagasan seperti itu justru menjadi mundur ke belakang. Jakarta saat menjadi ibu kota negara, sudah mempraktikkan proses demokrasi secara yang baik. Rakyat sebagai pemegang mandat demokrasi, bisa memilih langsung pemimpinnya.

Bahkan, kata Said, pemilihan gubernur Jakarta menjadi barometer demokrasi nasional karena tumbuhnya partisipasi kritis warga Jakarta.

"Praktik yang tumbuh baik ini hendaknya tidak ditarik lagi seperti zaman kegelapan, zaman otoritarian seperti masa orde baru," tegas Said, Kamis, 7 Desember 2023.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyatakan dengan tegas menolak gagasan gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden.

Calon wakil presiden nomor urut satu itu menyampaikan, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di Tanah Air.

"Bahaya. Bahaya apabila dalam posisi yang menuju persiapan demokrasi yang lebih baik, harus diberi ruang yang lebih baik lagi," ujar Cak Imin di sela-sela kampanye di Bireuen, Aceh, Rabu, 6 Desember 2023.

"Kami menolak. Kami menolak total. Insyaallah mayoritas fraksi akan menolak, karena itu terlalu dipaksakan waktunya. Kita harus butuh persiapan yang baik, sehingga tidak seperti itu," tegas Cak Imin.

Sementara itu, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menilai, RUU DKJ tidak hanya terbatas mengenai Jakarta saja, tapi juga terkait dengan masa depan demokrasi di Indonesia.

"Jika ini disahkan jadi undang-undang, maka demokrasi kita akan mundur. Hak-hak warga Jakarta akan dihilangkan. Tentu ini tidak sejalan dengan semangat reformasi," ujar Ahmad Syaikhu dalam keterangan tertulis diterima Rabu, 6 Desember 2023.

Syaikhu menyebut, RUU DKJ inilah yang menjadi salah satu alasan munculnya gagasan PKS agar 'Jakarta Tetap Ibu Kota Negara', selain terkait pentingnya pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.

Syaikhu lantas mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak RUU DKJ yang dianggap dapat membungkam dan merenggut kedaulatan rakyat Jakarta.

"Ayo kita suarakan bersama tolak RUU Daerah Khusus Jakarta" tegas Syaikhu.


Baleg DPR Sebut Demokrasi Tidak Harus Pemilihan Langsung

Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi (Awiek). (Merdeka.com/Lydia Fransisca)

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menegaskan bahwa draf RUU DKJ masih sebatas usulan dewan. Dia menyebut bisa saja pemerintah menolak usulan tersebut, sehingga usulan penunjukan gubernur Jakarta oleh presiden akan didiskusikan kembali.

"Ini RUU hasil penyusunan DPR, kita belum tahu sikap pemerintah. Bisa saja pemerintah tidak setuju, namanya sebuah opsi. Sebuah pendapat itu memang didiskusikan satu sama lain," kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Desember 2023.

"Namanya politik ya kompromi, apakah nanti terjadi sebuah kesepakatan ya itulah. Nanti yang dihasilkan kesepakatan itu apakah menolak ataupun menerima. Jadi masih fleksibel, ini baru sebatas usulan," sambungnya.

Politikus yang akrab disapa Awiek itu menjelaskan munculnya usulan untuk menjembatani antara nilai kekhususan Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota dan supaya tidak melenceng dari konstitusi. Sehingga diputuskan agar gubernur Jakarta dipilih oleh presiden dari hasil usulan DPRD.

"Cari jalan tengah bahwa gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD, sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ," jelas dia.

Awiek pun menegaskan bahwa pihaknya tidak menghilangkan konteks demokrasi dalam proses pemilihan gubernur Jakarta. Sebab, dia menilai pemilihan tidak langsung juga sudah termasuk dari demokrasi.

"Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ, sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ucap Awiek.


Pemerintah Klaim Tidak Setuju Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah tidak setuju jika kepala daerah ditunjuk oleh presiden.

"Pemerintah tidak setuju," kata Tito ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2023.

Tito mengaku belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ. Nantinya, jika sudah diterima, maka Presiden akan menunjuk dirinya dan menteri terkait untuk membahas RUU DKJ dengan DPR.

"Saya akan membaca apa alasan sehingga ada ide penunjukan gubernur dan wakil gubernur DKJ oleh presiden yang sebelumnya selama ini melalui pilkada. Kita ingin melihat alasannya apa," ucap Tito.

Tito menyatakan pemerintah juga punya konsep mengenai DKJ, tetapi isinya tidak mengubah mekanisme gubernur ditunjuk presiden, melainkan tetap melalui proses pemilihan kepala daerah.

"Kenapa? Memang sudah berlangsung lama. Kita menghormati prinsip-prinsip demokrasi," kata Tito.

"Jadi itu yang saya mau tegaskan nanti kalau kita diundang dibahas di DPR. Posisi pemerintah adalah gubernur, wakil gubernur dipilih melalui pilkada, titik. Bukan lewat penunjukan," Tito menegaskan.

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan RUU DKJ yang mengatur soal gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden, merupakan RUU inisatif DPR. Saat ini pemerintah masih menunggu naskah RUU DKJ dari DPR.

Ari menjelaskan, setelah naskah diterima, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah.

"Presiden akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan DIM pemerintah. Dalam rangka penyusunan DIM, pemerintah terbuka terhadap masukan berbagai pihak," ujar Ari kepada wartawan, Rabu, 6 Desember 2023.

"Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah menteri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM pemerintah," sambung Ari.

 

Reporter: Alma Fikhasari

Sumber: Merdeka.com

 

Infografis Heboh Wacana Gubenur Jakarta Ditunjuk Langsung Presiden. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya