Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah global tengah berada pada titik terendah sejak Juni 2023. Turunnya harga minyak itu bisa berpengaruh pada harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk Pertalite.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan ada kemungkinan harga Pertalite bisa turun lagi ke harga sebelumnya di Rp 7.000-an per liter. Diketahui, saat ini Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) itu dibanderol Rp 10.000 per liter.
Advertisement
"Kalau harga minyak di bawah USD 60 (per barel), baru (bisa turun), kaya dulu," ungkap dia di Kementerian ESDM, Jakarta, ditulis Sabtu (9/12/2023).
Diketahui, beberapa waktu terkahir, harga minyak dunia berada di kisaran USD 70 per barel. Dengan harga ini, Arifin tak merinci berapa selisih dengan harga jual Pertalite.
Menurut hitungannya, penurunan harga BBM di Indonesia bisa turun jika harga minyak mentah dunia menyentuh USD 60 per barel atau lebih rendah.
"Iya masih ada selisih, yang jelas kalau di bawah 60, baru (harga BBM turun)," tegasnya.
Harga Minyak Dunia Turun
Harga minyak mentah AS turun 4% pada hari Rabu. Harga minyak dunia ditutup pada level terendah sejak akhir Juni di mana harga bensin eceran mencapai titik terendah sejak Januari tepat menjelang musim belanja liburan dan perjalanan.
Dikutip dari CNBC, Kamis (7/12/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan Januari turun USD 2,94, atau 4,07%, menjadi USD 69,38 per barel. Sedangkan kontrak Brent untuk bulan Februari turun USD 2,90, atau 3,76%, menjadi USD 74,30 per barel.
Minyak mentah AS dan patokan global telah turun selama lima hari berturut-turut, meskipun ada upaya OPEC+ untuk mendongkrak harga dengan berjanji memangkas pasokan pada kuartal pertama tahun 2024.
Sementara itu, harga minyak di AS mengikuti penurunan harga minyak mentah hingga mencapai rata-rata USD 3,22 per galon pada hari Rabu, harga terendah sejak 3 Januari, menurut AAA.
Penurunan Tajam
Harga minyak telah mengalami penurunan tajam dari harga tertingginya di bulan September karena negara-negara di luar OPEC+, khususnya Amerika Serikat, memproduksi minyak mentah dalam jumlah yang sangat besar dan meningkatnya kekhawatiran terhadap perekonomian Tiongkok.
Moody's pada hari Selasa menurunkan prospek peringkat kredit pemerintah Tiongkok menjadi negatif dari stabil.
Harga minyak mentah sempat melonjak pada pertengahan Oktober ketika perang Israel-Hamas pecah, namun para pedagang sebagian besar mengabaikan risiko perang regional yang lebih luas yang dapat mengganggu pasokan sejak saat itu.
Sementara itu, data AS pada hari Rabu memberikan gambaran beragam mengenai permintaan dengan persediaan minyak mentah turun sementara stok bensin naik.
Advertisement
Sentimen China
Harga minyak susut untuk hari keenam berturut-turut karena masih adanya sentimen bearish terhadap perekonomian Tiongkok dan produksi yang sangat tinggi di AS.
Harga minyak dunia di AS ditutup di bawah USD 70 untuk hari kedua berturut-turut setelah turun 4% sebelumnya. Sementara harga minyak The West Texas Intermediate untuk bulan Januari turun 4 sen, atau 0,06%, menjadi USD 69,34 per barel.
Sedangkan harga minyak Brent kontrak bulan Februari kehilangan 25 sen, atau 0,34%, menjadi USD 74,05 per barel.
"Dengan importir minyak terbesar dunia (Tiongkok) menutup kehausannya akan minyak mentah, tekanan tetap ada pada harga karena produsen terbesar, Amerika Serikat, terus melanjutkan produksinya," kata analis PVM Oil, John Evans melansir CNBC, Jumat (8/12/2023).
Pada sesi sebelumnya, pasar minyak dikhawatirkan data yang menunjukkan output AS tetap mendekati rekor tertinggi meskipun persediaan turun, kata analis di ANZ dalam sebuah catatan.
Stok bensin AS naik 5,4 juta barel pada pekan lalu menjadi 223,6 juta barel, menurut data Badan Informasi Energi (EIA). Angka ini jauh melebihi ekspektasi peningkatan 1 juta barel.
Kekhawatiran terhadap perekonomian Tiongkok juga membatasi kenaikan harga minyak. Data bea cukai Tiongkok menunjukkan bahwa impor minyak mentah pada bulan November turun 9% dari tahun sebelumnya.
Penyebabnya, karena tingkat persediaan yang tinggi, indikator ekonomi yang lemah dan melambatnya pesanan dari penyulingan independen melemahkan permintaan.
Meskipun total impor Tiongkok turun secara bulanan, ekspor tumbuh untuk pertama kalinya dalam enam bulan pada bulan November, hal ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur mungkin mulai mendapatkan manfaat dari peningkatan arus perdagangan global.
Lembaga pemeringkat Moody's memberikan peringatan penurunan peringkat pada Hong Kong, Makau, dan sejumlah perusahaan milik negara serta bank Tiongkok.
Ini berselang hanya satu hari setelah lembaga tersebut memberikan peringatan penurunan peringkat pada peringkat kredit negara Tiongkok.