Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Umum (Pemilu) akan diadakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Dimana setiap individu mempunyai hak untuk menyalurkan pilihannya guna menentukan siapa yang akan memimpin negara ini selama lima tahun ke depan.
Tak hanya pemilihan presiden, masyarakat Indonesia juga akan memilih wakil rakyat mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPD.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menjadwalkan masa kampanye Pemilu 2024 mulai tanggal 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Pada masa itu masing-masing calon saling mengkonsolidasikan tim guna merumuskan strategi untuk mengait suara rakyat.
Namun, pada pertemuan-pertemuan seperti ini seringkali mereka yang terlibat sebagai tim mendapat uang transportasi karena telah datang.
Lalu bagaimanakah status hukum dari uang tersebut, apakah termasuk kategori risywah (suap)?
Saksikan Video Pilihan ini:
Termasuk Risywah (Suap)
Mengutip penjelasan dari laman NU Online, menyebutkan bahwa pemberian dari calon kepada tim atau calon pemilih atas nama transportasi adalah masuk kategori risywah. Karena dengan pemberian uang tersebut orang akan mengabarkan tentang si calon kepada orang lain dengan tidak objektif.
Al-Qur’an telah menjelaskan agar umatnya tidak makan dari harta yang diperoleh dengan cara yang batil.
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْ
Artinya: “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui,” (QS. Al Baqarah: 188)
Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga tegas melaknat orang melakukan suap dan orang yang menerima suap.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
Artinya: "Dari Abdullah bin 'Amr, dia berkata: 'Rasulullah melaknat pemberi suap dan penerima suap". (HR Ahmad)
Menurut Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam kitabnya Raudhah ath Thalibin Juz IX hal 144 menjelaskan definisi risywah dengan mengutip pendapat al-Imam Ibn Hajj sebagaimana berikut:
اَلرشْوَةَ هِيَ التِي يٌشْرَ طٌ عَلَى قَا بِلِهَا الْحٌكْمٌ بِغَيْرِ الْحَق, أَ وْالِا مْتِنَاعٌ عَنِ الْحٌكْمِ بِحَق
Artinya: “Suap adalah pemberian yang penerimanya disyaratkan memberi keputusan hukum yang tidak sesuai dengan kebenaran atau tidak memberikan keputusan hukum yang sebenarnya,”
Pendapat yang sama juga dipaparkan oleh Muhammad bin Ahmad al-Khatib as-Syirbini ulama besar yang juga murid Syekh al-Islam Zakaria al-Ansari dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj.
Memasukkan transport kegiatan dalam bentuk risywah juga merupakan hasil Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Khas Kempek Palimanan Cirebon tahun 2012 silam.
Advertisement