Liputan6.com, Jakarta Film Trinil: Balikno Gembungku alias Trinil: Kembalikan Tubuhku menandai kembalinya Hanung Bramantyo ke genre horor setelah 17 tahun berpisah. Film ini juga menandai kali pertama Wulan Guritno main film bareng putrinya, Shalom Razade.
Meski demikian, ibu dan anak ini tidak tampil satu frame karena Shalom Razade memerankan karakter Ayu versi muda. Wulan Guritno dipercaya sebagai Ayu versi dewasa, yang terobsesi pada kekuasaan.
Advertisement
Trinil: Kembalikan Tubuhku juga menandai kembalinya penulis skenario Haqi Ahmad ke layar lebar setelah vakum 4 tahun. Kali terakhir, ia menulis film Rasuk 2 yang dibintangi Nikita Willy. Ini juga kali pertama Haqi Ahmad kerja bareng Hanung Bramantyo.
Laporan khas Showbiz Liputan6.com menghimpun 6 fakta dari lokasi syuting Trinil: Kembalikan Tubuhku karya sutradara Hanung Bramantyo, yang akan meneror biskop mulai 4 Januari 2024. Selamat menyimak.
1. Naskah Digodok Pertengahan 2022
Mulanya Haqi Ahmad ditawari Hanung Bramantyo mengerjakan naskah film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu. Di tengah jalan, sineas peraih 2 Piala Citra itu menghubungi Haqi Ahmad untuk berbagi ide tentang film horor.
“Mas Hanung menawari saya ide kasar drama radio Trinil: Balikno Gembungku. Dia bilang: Mau enggak? Sejujurnya saya penasaran. Pertengahan 2022, Mas Hanung menelepon saya memaparkan ide. Saya mengerjakannya sampai draft kelima, beres,” katanya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
2. Adakah Mbok Suminten?
Dalam wawancara via telepon dengan Showbiz Liputan6.com, Haqi Ahmad menjelaskan, Trinil: Kembalikan Tubuhku terinspirasi dari sandiwara radio yang meledak pada 1985. Karakter Mbok Suminten yang mengucap dialog ikonis, “Trinil, balikno gembungku," kala itu sangat fenomenal.
Film ini hanya terinspirasi judul. Alur cerita dan penokohannya beda. “Yang diambil dari sandiwara radio itu hanya judul dan dialog legendaris, ‘Trinil, balikno gembungku.’ Latar waktu tetap tahun 1980-an. Kalau boleh membocorkan, tak ada karakter Mbok Suminten di film ini,” beber Haqi Ahmad.
3. Kali Pertama Wulan dan Shalom
Wulan Guritno menjelaskan ini kali pertama ia tampil di film yang sama dengan Shalom Razade. Namun, ibu dan anak ini tidak satu frame alias beradu akting karena memerankan karakter yang sama.
“Kayaknya pertama kali dengan (Shalom Razade) tapi enggak satu frame karena kami memerankan karakter yang sama,” ujar Wulan Guritno dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/12/2023).
Advertisement
4. Romantika Shalom Perankan Ayu
Shalom Razade memerankan Ayu versi muda. Dalam. Trinil: Kembalikan Tubuhku, fase hidup karakter Ayu dijelaskan detail dari A sampai Z dengan akhir hidup yang tak biasa. Di sinilah tantangannya.
“Yang sulit itu memerankan orang yang sama. Enaknya saya enggak ada dialek. Aku sama mama gerak-geriknya sama, cara ngomongnya sama, bisa dibilang kayak kembar. Karakter suaranya juga mirip,” tutur Shalom Razade.
5. Drama Horor Berlatar Sejarah
Haqi Ahmad dan Hanung Bramantyo menjanjikan Trinil: Kembalikan Tubuhku sebagai horor yang beda dari lainnya. “Mas Hanung bisa membuat drama yang tajam, tidak sekadar obral adegan jump-scare,” ungkap Haqi Ahmad.
Hanung Bramantyo menambahkan, Legenda Sundel Bolong (2007) dan Trinil: Kembalikan Tubuhku sama-sama punya latar belakang sejarah. Ini membuat karya horornya terasa lebih berwarna.
“Legenda Sundel Bolong tahun 2007 yang mengambil setting tahun 1965. Kini saya lagi-lagi bermain dengan latar belakang kisah sejarah, yaitu tahun 1980-an di mana Indonesia pertama kali memasuki fase 3 Partai. PPP, Golkar dan PDI,” imbuh Hanung Bramantyo.
Advertisement
6. Kompleks karena Gentayangan
Wulan Guritno menceritakan momen ditelepon Hanung Bramantyo untuk mengabarkan proyek horor Trinil: Kembalikan Tubuhku. Ia didapuk sebagai Ayu, wanita yang terobsesi kekuasaan hingga menghalalkan segala cara.
“Ayu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan, itulah tragedi dan keserakahannya enggak bisa saya bocorkan,” beri tahu Wulan Guritno seraya menyebut Ayu karakter kompleks sekaligus menantang.
“Sudah jelas saya memerankan dari hidup sampai mati dan gentatangan. Ini kompleks. Bagaimana sorot mata saat hidup dan sudah meninggal kan enggak sama. Saya dapat tantangan baru yang memperkaya akting saya,” ia mengakhiri.