Indonesia Dukung Presidensi G20 Brasil 2024 Atasi Kesenjangan Sosial Dunia

Presidensi G20 Brasil 2024 mengusung tema Building a Just World and a Sustainable Planet untuk memberikan solusi nyata terhadap permasalahan utama global yaitu kesenjangan sosial.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Des 2023, 18:00 WIB
Presidensi G20 Brasil 2024 mengusung tema Building a Just World and a Sustainable Planet untuk memberikan solusi nyata terhadap permasalahan utama global yaitu kesenjangan sosial. (Dok. Kemenko Perekonomian)

Liputan6.com, Jakarta Presidensi G20 Brasil 2024 mengusung tema Building a Just World and a Sustainable Planet untuk memberikan solusi nyata terhadap permasalahan utama global yaitu kesenjangan sosial.

Untuk mendukung tema besar tersebut, telah ditetapkan tiga prioritas utama yakni pertama, inklusi sosial dan perjuangan melawan kelaparan, kemiskinan, dan kesenjangan, kedua, transisi energi dan pembangunan berkelanjutan dalam tiga aspeknya (sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup), ketiga, menghidupkan kembali multilateralisme dan mendorong reformasi lembaga-lembaga tata kelola global.

Perlu diketahui bahwa Brasil memegang Presidensi G20 terhitung sejak 1 Desember 2023 hingga 30 November 2024. Pertemuan Sherpa ke-1 Presidensi G20 Brasil 2024 berlangsung 11-12 Desember 2023 di Itamaraty Palace, Brasilia, Brasil.

Dalam sambutan pembukanya, Sherpa G20 Brasil, Ambassador Mauricio Carvalho Lyrio, menyampaikan bahwa kesenjangan sosial merupakan masalah global yang belum berhasil diatasi.

Ketimpangan pendapatan, akses terhadap kesehatan, pendidikan, dan pangan, gender dan ras, serta keterwakilan merupakan akar dari beberapa masalah masyarakat di seluruh dunia. Jika ingin membuat perbedaan, maka Forum G20 harus menempatkan pengurangan kesenjangan sebagai agenda internasional.

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi menjadi salah satu wakil Indonesia hadir secara langsung dan menyampaikan dukungan Indonesia terhadap isu prioritas yang diusung oleh Presidensi Brasil.

Deputi Edi juga mengapresiasi Presidensi Brasil yang telah mempertahankan struktur G20 yang ramping dan efektif. Namun, Deputi Edi juga menyampaikan terkait perlunya strategi dalam mengelola isu baru, isu lama, dan permasalahan lintas sektor. Belajar dari pengalaman Presidensi G20 sebelumnya, mengelola isu lintas sektor untuk menghasilkan konsensus itu tidak mudah.

Terkait prioritas pertama yakni inklusi sosial dan perjuangan melawan kelaparan, kemiskinan, dan kesenjangan, Presidensi G20 Brasil mendorong inklusi sosial dan memerangi kelaparan dan kemiskinan merupakan tantangan yang mendesak di seluruh dunia.

 


Transisi Energi

President-Designate atau presiden yang ditunjuk untuk ajang KTT Iklim COP28, Dr. Sultan Al Jaber, dalam pertemuan Pertemuan Tingkat Menteri G20 tentang Iklim Berkelanjutan di Chennai, India pada Kamis (27/7/2023). (Dok: COP28 Official)

Kemudian terkait prioritas kedua yakni transisi energi dan pembangunan berkelanjutan dalam tiga aspeknya (sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup), Presidensi G20 Brasil ingin memastikan bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan tidak hanya sekedar memaksimalkan pertumbuhan, tetapi juga memastikan bahwa pertumbuhan tersebut bersifat inklusif dan tidak mengorbankan generasi mendatang.

Selanjutnya prioritas ketiga yakni menghidupkan kembali multilateralisme dan mendorong reformasi lembaga-lembaga tata kelola global, Presidensi G20 Brasil mendorong hal ini karena banyak organisasi internasional yang dirancang pada tahun 1940-an, tidak mencerminkan realitas global saat ini.

Turut hadir sebagai perwakilan Indonesia yakni Staf Khusus Menteri Luar Negeri Untuk Penguatan Program-Program Prioritas Dian Triansyah Djani selaku Co-Sherpa G20 Indonesia.

Sebagai informasi, Pertemuan Sherpa ke-1 akan akan dilanjutkan dengan Pertemuan Gabungan Sherpa dan Deputi Keuangan dan Bank Sentral G20 pada tanggal 13 Desember 2023. Presidensi G20 Brasil akan menyelenggarakan ratusan pertemuan dari tingkat working group, engagement group, pertemuan tingkat menteri, dan puncaknya yakni Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Rio de Janeiro pada 18-19 November 2024.


Waspada, Keamanan Siber Indonesia Terendah ke-3 di Antara Negara G20

Ilustrasi keamanan siber sektor keuangan (Kaspersky)

Keamanan siber (cybersecurity) terus menjadi isu krusial yang dihadapi banyak perusahaan di Indonesia. Lemahnya sistem pengamanan yang dibangun membuat data-data vital perusahaan mudah sekali diretas. Bahkan baru-baru ini, salah satu lembaga jasa keuangan yang kena giliran jadi korban.

Merujuk data National Cyber Security Index (NCSI) 2022, skor indeks cyber security Indonesia sebesar 38,96 poin pada 2022 atau di peringkat ketiga terendah di antara negara G20. Selain merugikan konsumen, pelanggan dan informasi penting internal, pembobolan data sangatlah rawan meruntuhkan reputasi perusahaan.

"Kalau dulu, hacker ini tujuannya adalah mencari ketenaran, sekarang hacker fokus pada mencari uang dan menyebabkan kerugian di sisi perusahaan.” ujar Associate Director tim Advisory Services BDO in Indonesia Reza Aminy, dikutip Selasa (6/12/2023).

 


Peretasan Kerap Menimpa Perusahaan

Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware. Kredit: Elchinator via Pixabay

Reza menjelaskan, kasus peretasan kerap menimpa perusahaan di bidang perbankan, e commerce, marketplace, telekomunikasi, asuransi, dan jasa keuangan di Indonesia. Kasus pembobolan ini selain membuat imej perusahaan goyah, juga rawan memicu guncangan keuangan internal.

Di tengah ancaman besar itu, menurut Reza, pemimpin perusahaan harus sadar dan tanggap dari segala potensi kejahatan siber. Langkah strategis yang tepat adalah melakukan pola-pola antisipasi sedini mungkin.

“Banyak perusahaan masih ragu-ragu dalam investasi cybersecurity. Apakah harus menunggu terjadi insiden dulu dan menanggung kerugian baru kemudian bersungguh-sungguh untuk menjaga keamanan informasi? Perusahaan yang melakukan investasi cybersecurity memperkecil risiko terjadinya insiden dibanding perusahaan yang tidak, dan jika terjadi, dampak kerugiannya lebih kecil dibanding perusahaan yang tidak," ungkapnya.

"Data dari IBM tahun 2023 menyatakan bahwa rata-rata kerugian insiden di perusahaan yang tidak melakukan investasi cybersecurity hampir dua kali lipat dibandingkan dengan insiden yang dialami perusahaan yang berinvestasi. Belum lagi mengenai risiko reputasi yaitu tercorengnya citra perusahaan dan rasa malu yang ditanggung para pimpinan perusahaan," lanjut Reza.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya