Netanyahu Telepon Vladimir Putin, Kesal Tak Dibela Rusia

Menlu Rusia Sergey Lavrov mengaku sudah sering mengingatkan Israel terkait konsekuensi perbuatan mereka.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Des 2023, 07:00 WIB
Eizenkot dan Gantz yang juga mantan panglima militer, bergabung dengan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak lama setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober yang memicu serangan udara, darat, dan laut Israel di Jalur Gaza, Palestina. (AP Photo/Leo Correa)

Liputan6.com, Moskow - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengaku telah berkali-kali mengingatkan Israel soal konsekuensi tindakannya di Palestina. Lavrov berkata peringatan itu sudah diberikan selama bertahun-tahun.

Selain itu, Sergey Lavrov menyebut ada kejadian-kejadian sebeum 7 Oktober 2023 yang memicu serangan Hamas. Ucapan Lavrov tidak jauh berbeda dari perkataan Sekjen PBB Antonio Guterres yang berkata serangan ke Hamas "tidak terjadi dalam kekosongan".

Dilaporkan Middle East Monitor, Selasa (13/12), Lavrov mendukung adanya misi monitoring internasional di Gaza untuk memperhatikan situasi kemanusiaan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu diketahui teleh menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia secara panjang lebar mengeluhkan posisi anti-Israel yang diambil para delegasi Rusia di PBB dan forum-forum lainnya.

Namun, Vladimir Putin sebelumnya juga pernah mengecam "hukuman kolektif" yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Rusia juga mengkritik peran AS dalam serangan-serangan Israel, serta karena Barat dianggap mengabaikan berdirinya negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sebelumnya juga berjanji bahwa akan mendukung berdirinya negara Palestina yang bisa bersandingan bersama Israel, walau delegasi AS justru yang melakukan vote terhadap draf resolusi gencatan senjata dari Dewan Keamanan PBB pada beberapa waktu lalu.


Indonesia Sesalkan Gagalnya Resolusi DK PBB Terkait Situasi di Gaza

Operasi yang menargetkan kota dan kamp pengungsi Jenin itu diluncurkan militer Israel sejak Senin (3/7) dini hari, di bawah perintah pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.(AP Photo/Nasser Nasser)

Indonesia kecewa dan menyesalkan gagalnya resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait situasi di Gaza, Palestina.

"Amerika Serikat mem-veto resolusi yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB. Sehingga rancangan DK PBB soal situasi di Gaza gagal diadopsi," kata Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal dalam press briefing di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

"Indonesia sangat kecewa dan menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi tersebut," kata Iqbal.

Jubir Kemlu RI juga menggambarkan bahwa kondisi di Gaza sangat ini sangat mengkhawatirkan dan gencatan senjata sangat dibutuhkan untuk memastikan bantuan kemanusiaan bisa disalurkan dengan lancar ke Gaza.

"Indonesia terus berupaya wujudkan perdamaian di Gaza. Resolusi yang gagal diadopsi menunjukkan DK PBB kehilangan momentumnya," kata Lalu Muhammad Iqbal.

"Kehilangan momentum untuk menunjukkan bahwa DK PBB yang memegang mandat untuk menjaga keamaanan dunia. Sekali lagi gagal menunjukkan relevansinya dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional."

Jika dilihat dalam catatan sejarah, ini adalah veto ke-35 yang dilakukan oleh AS yang terkait dengan Israel.

Saat ditanya apakah ada upaya Indonesia dalam melobi Amerika Serikat, Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa RI sudah melakukan upaya itu.

"Presiden Jokowi sudah bertemu dengan Joe Biden. Saat itu disampaikan mengenai hasil dari KTT OKI di Riyadh dan sampaikan dorongan agar AS ikut dukung gencatan senjata di Gaza, dan upaya membuka jalur bantuan di Gaza," kata Iqbal.


Veto AS di DK PBB

PM Israel Benjamin Netanyahu. Dok: Abir Sultan/Pool Photo via AP

Resolusi Dewan Keamanan atau DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera diveto oleh Amerika Serikat pada hari Jumat (8/12).

Utusan AS Robert Wood mengatakan resolusi itu "berbeda dari kenyataan" dan "tidak akan membawa kemajuan di lapangan".

Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan gencatan senjata "akan mencegah keruntuhan organisasi teroris Hamas, yang melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan akan memungkinkan mereka untuk terus berkuasa di Jalur Gaza".

Hamas pada hari Sabtu mengecam penolakan AS terhadap upaya gencatan senjata dan menyebutnya sebagai “partisipasi langsung pendudukan dalam membunuh rakyat kami dan melakukan lebih banyak pembantaian dan pembersihan etnis”.

Sementara Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan hal itu adalah "aib dan cek kosong yang diberikan kepada negara pendudukan untuk melakukan pembantaian, penghancuran, dan penggusuran".

Veto tersebut dengan cepat dikutuk oleh kelompok-kelompok kemanusiaan, dan Doctors Without Borders (MSF) mengatakan Dewan Keamanan "terlibat dalam pembantaian yang sedang berlangsung".​

Militer Israel mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka telah menyerang 450 sasaran di Gaza selama 24 jam, yang menunjukkan rekaman serangan dari kapal angkatan laut di Mediterania.

Kementerian Kesehatan Hamas melaporkan 40 orang tewas di dekat Kota Gaza di utara, dan puluhan lainnya di Jabalia dan kota utama Khan Younis di selatan.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya