Wall Street Melambung Usai Rilis Data Inflasi AS, Investor Menanti Sinyal The Fed

Tiga indeks acuan di wall street menyentuh level tertinggi intraday baru dalam 52 minggu pada perdagangan Selasa, 12 Desember 2023 waktu setempat.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Des 2023, 07:06 WIB
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Selasa, 12 Desember 2023. (Dok Unsplash/lo lo)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Selasa, 12 Desember 2023. Pelaku pasar di wall street analisis data inflasi lainnya untuk mencari kapan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS mulai melonggarkan kebijakan moneternya.

Dikutip dari CNBC, Rabu (13/12/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 menguat 0,46 persen ke posisi 4.643,70. Indeks Dow Jones bertambah 173,01 poin atau 0,48 persen ke posisi 36.577,94. Indeks Nasdaq melesat 0,70 persen ke posisi 14.533,40.

Tiga indeks acuan menyentuh level tertinggi intraday baru dalam 52 minggu pada perdagangan Selasa pekan ini. Indeks S&P 500 mencapai level intraday tertinggi sejak Januari 2022. Indeks Nasdaq dan Dow Jones yang sarat teknologi masing-masing menyentuh level tertinggi intraday sejak April dan Januari tahun lalu.

Indeks harga konsumen atau inflasi naik 3,1 persen pada November year over year (YoY) dan 0,1 persen month over month (MoM). Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones prediksi kenaikan tahunan 3,1 persen. Ekonom prediksi consumer price index (CPI)  tetap mendatar MoM. Tidak termasuk pangan dan energi, inflasi meningkat sejalan dengan harapan ekonom.

Laporan ini muncul ketika investor mencoba mengakhiri tahun yang kuat dengan baik. Indeks Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq mencatat kenaikan dalam enam minggu berturut-turut.

“Angka indeks harga konsumen (November), sangat konsisten dengan ekspektasi dan dengan demikian tidak banyak berubah,” ujar Pendiri dan President of Vital Knowledge, Adam Crisafulli.

Pelaku pasar akan mengalihkan perhatian pada pengumuman kebijakan the Fed yang dijadwalkan pada Rabu waktu setempat. Wall street sebagian besar memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga. Namun, pelaku pasar akan meninjau komentar ketua the Fed Jerome Powell untuk mencari sinyal kapan penurunan suku bunga dapat dilakukan.


Sektor Saham Energi Lesu

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Saham raksasa teknologi Oracle turun lebih dari 12 persen, sehari setelah rilis pendapatan perusahaan untuk kuartal fiskal kedua meleset dari harapan wall street. Saham Macy’s merosot 8 persen, menyusul penurunan peringkat dari Citi pada Selasa pekan ini.

Di sisi lain, saham energi membatasi kenaikan indeks S&P 500 pada perdagangan Selasa pekan ini. Indeks naik 0,3 persen seiring delapan dari 11 sektor saham menguat. Namun, saham energi tertinggal karena sektor ini diperdagangkan turun 1,3 persen. Saham Occidental Petroleum, Marathon Oil, Devon Energy dan EQT merosot lebih dari 2 persen.

Saham ExxonMobil mencapai level terendah baru dalam 52 minggu seiring harga minyak menekan saham. Saham Exxon diperdagangkan di kisaran USD 97,99. Saham Exxon turun seiring harga minyak mentah telah melemah selama tujuh minggu.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari merosot USD 2,75 atau 3,86 persen ke posisi USD 68,57 per barel. Pelaku pasar khawatir data inflasi AS menunjukkan the Federal Reserve belum siap menurunkan suku bunga.


Penutupan Wall Street pada 11 Desember 2023

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Senin, 11 Desember 2023. Indeks S&P 500 menguat pada awal pekan ini seiring investor mencoba melanjutkan momentum akhir tahun wall street.

Dikutip dari CNBC, Selasa (12/12/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 menguat 0,39 persen ke posisi 4.622,44. Indeks saham acuan tersebut ditutup ke level tertinggi sejak Maret 2022. Indeks Dow Jones bertambah 157,06 poin atau 0,43 persen ke posisi 36.404,93, yang merupakan penutupan tertinggi sejak Januari 2022. Indeks Nasdaq mendaki 0,20 persen ke posisi 14.432,49.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq mengalami kenaikan selama enam minggu berturut-turut. Pekan ini, investor menantikan data inflasi utama yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar dan kebijakan suku bunga the Federal Reserve (the Fed). Bank sentral memulai pertemuan dua harinya pada Selasa pekan ini.

Dalam hal data ekonomi, pembacaan indeks harga konsumen November akan dirilis pada Selasa pekan ini. Sedangkan indeks harga produsen akan dirilis pada Rabu pekan ini. Rilis data yang akan datang adalah beberapa hambatan terakhir yang tersisa bagi pasar untuk tetap kuat hingga akhir 2023.

"Tidak ada yang mengharapkan kenaikan suku bunga, namun angka inflasi lebih tinggi dari perkiraan dapat meredam gagasan penurunan suku bunga akan terjadi lebih cepat,” kata Head of Trading and Investing E-Trade, Chris Larkin.

 


Saham Meta

Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

 

Di sisi lain, saham Macy’s menguat lebih dari 19 persen di tengah berita, peritel tersebut menerima tawaran pembelian USD 5,8 miliar. Saham teknologi Apple dan Nvidia masing-masing naik 1,3 persen dan 1,9 persen, sehingga membatasi kenaikan indeks Nasdaq.

Saham Meta merosot 2,2 persen. The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25 persen-5,5 persen. Ketua the Fed Jerome Powell diperkirakan kembali menegaskan komitmen untuk menurunkan inflasi dalam konferensi persnya pada Rabu pekan ini. Sekitar 40 persen kemungkinan bank sentral AS akan menurunkan suku bunga 25 basis poin (bps) pada Maret 2023.

Saham Bank

Sementara itu, Analis Morgan Stanley Manan Gosalia menuturkan, saham bank murah tetapi kemungkinan besar tidak akan menguat selama investor antisipasi lonjakan kredit mace pada 2024.

Harga saham saat ini mencerminkan asumsi penyisihan provisi akan mencapai 1 persen dari rata-rata rasio pinjaman di seluruh grup pada 2024 yaitu 2 kali tingkat yang terlihat selama tech bubble dan 3 kali puncak pada 2015-2016. “Asumsi tahun depan dua kali lipat harga saham Morgan Stanley,” tulis analis.

Tanda-tanda peringatan semakin menumpuk. Pinjaman real estate komersial non-akrual untuk bank yang ditanggung oleh Morgan Stanley melonjak 40 persen pada kuartal III dibandingkan kuartal II, dan sekitar 140 persen year-to-date.

Pada saat yang sama, gagal bayar obligasi dengan imbal hasil tinggi mulai meningkat.  Morgan Stanley menyebutkan, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah kebijakan moneter yang lebih longgar pada 2024 tidak akan membantu karena siklus kredit masa lalu.

"Tagihan oleh bank terus meningkat bahkan setelah the Fed mulai menurunkan suku bunga. Intinya bagi investor adalah saham-saham bank tidak memperoleh kelipatan harga terhadap laba yang lebih tinggi saat kredit memburuk,”

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya