Klarifikasi Pihak Sekolah Kasus Bullying Anak SD di Sukabumi Diwarnai Aksi Adu Mulut Pengacara dan Jurnalis

Polemik kasus bullying anak SD di Kota Sukabumi viral di media sosial, keluarga buat laporan polisi, pihak sekolah sempat enggan klarifikasi hingga konferensi picu adu mulut pengacara dan jurnalis.

oleh Fira Syahrin diperbarui 13 Des 2023, 22:07 WIB
Pengacara pihak sekolah, Muhammad Saleh Arief saat konferensi dugaan kasus bullying anak SD di Kota Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).

Liputan6.com, Sukabumi - Kasus bullying atau perundungan dialami siswa SD di Kota Sukabumi. Pihak sekolah memberikan klarifikasi soal kasus tersebut yang telah diproses hukum sejak dilaporkan keluarga korban pada 16 Oktober 2023 lalu, saat ini sudah masuk tahap penyidikan kepolisian.

Melalui keterangan tertulis, pihak sekolah memberikan klarifikasi terhadap tiga tuduhan yang dialami anak didiknya NCL (10) alias L yaitu soal dugaan kekerasan, intimidasi, dan bullying. Pihaknya menyampaikan, kepala sekolah, para guru, TU, Komite dan orangtua murid tidak pernah melakukan tindak kekerasan seperti memukul, menendang, menjambak, meninju, mendorong, menampar, dan kekerasan lain.

"Baik sebelum kejadian, saat kejadian maupun setelahnya seperti yang tersebar saat ini. Bahkan membayangkan pun kami tidak pernah. Yang terjadi justru kami sangat sigap menolong saat kejadian, membawa ke UKS, menghubungi orang tua, membawa ke rumah sakit bersama orang tua, mengunjungi pasca operasi, mendoakan setiap hari sampai saat ini," tulis keterangan resmi sekolah swasta itu yang diterima pada Rabu (13/12/2023).

Diberitakan sebelumnya, keluarga korban melaporkan akibat kejadian dugaan bullying yang mengakibatkan L mengalami patah tulang pada lengan kanan. Sehingga membutuhkan masa pemulihan cukup lama, kegiatan belajar L pun dilakukan secara daring atau online sampai masa ujian siswa. 

Pihak sekolah juga menanggapi soal dugaan intimidasi yang dialami korban. Mereka menyatakan hal itu tak pernah terjadi. Termasuk soal dugaan bullying yang disebut sudah terjadi dalam setahun terakhir.

"Sekolah tidak pernah mengintimidasi secara verbal seperti menyuruh piket 4 hari, membersihkan toilet, aula, kelas, hingga poin dikurangi dan perkataan “Kamu Jangan Kasih Tahu Yang Sebenarnya ya”. Pernyataan bahwa anak L dibully sejak Agustus 2022 dalam Facebook yang berjudul “Perjalanan... “ adalah tidak benar,” ujarnya.

 


Kronologi Versi Sekolah

Hasil rontgen korban yang ditunjukan ayah korban, dalam kasus dugaan perundungan di Sukabumi (Liputan6.com/Istimewa).

Cedera patah tulang yang dialami L bermula pada 7 Februari 2023 pagi, sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai para siswa melakukan aktivitas santai seperti bermain. Di sela waktu menunggu KBM tersebut, beberapa siswa memberitahu guru sekolah bahwa L terjatuh di pintu kelas.

“Di saat yang sama seorang anak mendatangi Bapak Guru D untuk memberitahukan bahwa siswa L jatuh dekat pintu kelas. Mendengar informasi dari anak, Guru D bergegas ke kelas III A untuk melakukan tindakan pertolongan dengan membawa L ke UKS. Sementara, Kepala Sekolah langsung meminta Bapak Guru I mengambil es batu untuk mengompres tangan anak L sebagai tindakan awal,” ungkapnya.

Guru lain yang juga menangani insiden jatuhnya L itu kemudian menghubungi orangtua L. Karena tidak ada respon, maka pihak sekolah mendatangi kediaman L mengabarkan kejadian tersebut. Tak berselang lama, ayah L mendatangi sekolah melihat kondisi putranya. Pihak sekolah menyampaikan permohonan maaf atas insiden tersebut.

“Saat itulah Kepala Sekolah minta maaf kepada Bapak DS atas kejadian yang dialami anak L. Lalu Bapak DS melihat kondisi anak L, memutuskan membawa L ke rumah sakit. Saat itu juga anak L di bawa ke rumah sakit dengan mobil sekolah sebagai tindakan cepat dari pihak sekolah. Sehingga pada 7 Februari 2023 anak L masuk IGD RS Bunut untuk menjalani serangkaian pemeriksaan. Keesokan harinya, 8 Februari 2023 Anak L dioperasi. Lima hari kemudian pada 13 Februari 2023 anak L sudah dapat kembali ke rumah untuk pemulihan,” jelasnya.

Dari kronologi yang disampaikan tersebut, pihaknya menegaskan, bahwa segala dugaan tuduhan yang disampaikan kepada sekolah itu tidak pernah terjadi.

“Oleh karena itu, secara tegas kami menyatakan bahwa tidak ada tindak kekerasan, intimidasi dan perundungan dalam bentuk apa pun yang dilakukan di sekolah, oleh Kepala Sekolah, Guru dan Tata Usaha serta Komite Sekolah, Orang tua dan Anak,” tulisnya.

 


Pernyataan Pengacara Picu Adu Mulut dengan Jurnalis

Pengacara pihak sekolah, Muhammad Saleh Arief saat konferensi dugaan kasus bullying anak SD di Kota Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).

Klarifikasi pihak sekolah dilakukan melalui pengacara, Muhammad Saleh Arief (M Saleh) bersama kepala sekolah dan staf pengajar. Sekadar informasi, kasus dugaan bullying ini menjadi sorotan di media sosial setelah orangtua korban membeberkan kronologi tindakan kekerasan yang dialami anaknya.

Dalam konferensi tersebut, pengacara pihak sekolah menyampaikan penyesalannya terhadap beberapa narasi berita yang dinilai hanya mendengar satu pihak. M Saleh menyebut, pihak sekolah tidak diberi ruang konfirmasi dalam kasus tersebut. 

“Dan lagi sangat disayangkan ada beberapa pemberitaan tidak seimbang hanya mendengar satu pihak, tapi pihak kami tidak pernah ditanyakan. Dan apakah itu nanti kami akan mengambil langkah hukum atau tidak, itu kami lihat nanti redaksinya kalimatnya seperti apa,” ucap Saleh Arief, saat konferensi di Sekolah Swasta di Kota Sukabumi, Rabu (13/12/2023).

Pernyataan pengacara itu dikritik oleh jurnalis, hingga diwarnai aksi adu mulut antara pengacara dan jurnalis. Sebab, saat polemik kasus bullying ini menyorot perhatian publik, upaya konfirmasi kepada pihak sekolah telah dilakukan, salah satunya dengan mendatangi lokasi sekolah. Namun, upaya jurnalis dalam menggali kelengkapan informasi itu pun ditolak pihak sekolah. 

Hal itu diungkapkan jurnalis televisi kontributor CNN Indonesia, Ahmad Fikri mengatakan, dia menyesalkan pernyataan pengacara yang menilai jurnalis tak ada upaya konfirmasi kepada pihak sekolah. Pasalnya, saat melakukan upaya tersebut, satpam sekolah bahkan tak membuka gerbang.

“Dengan adanya kejadian hari ini saya merasa sangat kecewa dengan pihak sekolah, karena tidak mengindahkan segala upaya awak media untuk mengonfirmasi. Namun, saat ada kesempatan untuk memberikan hak jawab di situ justru pihak sekolah menyudutkan media,” ungkap Fikri.

Bukan hanya itu, pernyataan pengacara pun dianggap oleh Fikri sebagai intimidasi dan pelecehan profesi wartawan yang dianggap tidak profesional. Padahal, dalam sistem penayangan sebuah berita itu melalui tahapan editing hingga tahapan pemeriksaan oleh redaktur.

Ungkapan serupa juga disampaikan jurnalis media online Detik.com, Siti Fatimah. Dia mengaku keberatan atas pernyataan pengacara. Pasalnya, bukan hanya sekali dia mendatangi sekolah tersebut, kunjungan berikutnya pun tak mendapat sambutan baik dari pihak sekolah.

"Enggak terima dibilang media tidak ada upaya konfirmasi, kalau aku pertama detik sama teman-teman yang lain juga sama kamu terus hari pertama. Nah, terus kita media bareng-bareng abis wawancara keluarga kita coba buat konfirmasi ke pihak sekolah. Kondisinya memang sudah sore jadi sekolah juga sudah tutup, tapi kita tetap coba ke satpamnya untuk ketemu sama kepala sekolahnya cuma ditolak di situ gerbang tidak dibuka," ucap Fatimah.

Sebelumnya, kasus ini sudah dinyatakan telah masuk tahap penyidikan oleh Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Bagus Panuntun mengatakan, sebanyak 12 orang saksi telah diperiksa dalam tahap penyelidikan kasus perundungan yang dialami seorang pelajar SD. Kasus ini masuk ke tahap penyidikan, setelah melakukan gelar perkaran dilengkapi dua alat bukti.

“Maka kasus kekerasan terhadap anak yang menimpa seorang pelajar sekolah dasar ini naik ke tahap penyidikan, terhitung mulai tanggal 8 Desember. Hari ini juga surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP kami sampaikan ke Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi,” kata AKP Bagus Panuntun, Senin (11/12/2023).

Polisi menyebut, pihaknya telah meminta keterangan dari dua orang anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan tersebut.

"Dari hasil penyelidikan sementara, ada dua terlapor yaitu dua ABH yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan terhadap korban dan keduanya sudah kami mintai keterangan," jelas dia.

Menyikapi informasi dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus kekerasan terhadap anak yang tersebar luas di media sosial, kepolisian memastikan tengah melakukan upaya pemeriksaan lebih lanjut.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya