Bank Dunia Ingatkan Utang di Negara Berkembang Sudah Membengkak

Restrukturisasi utang-utang juga menjadi lebih sulit dengan munculnya pemberi pinjaman negara baru, terutama Tiongkok, serta semakin banyaknya kreditor swasta.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Des 2023, 12:14 WIB
Logo Bank Dunia.

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang mengeluarkan dana sebesar USD 443 miliar atau setara Rp. 6,8 kuadriliun untuk pembayaran utang pada tahun 2022.

Dalam Laporan Utang Internasional, Bank Dunia mengingatkan bahwA situasi tersebut berisiko terjadinya krisis dan memicu stagnasi ekonomi.

Mengutip US News, Kamis (14/12/2023) pembayaran tersebut termasuk pokok dan bunga, meningkat lebih dari 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Negara-negara berkembang secara global mempunyai banyak utang selama dua dekade terakhir karena pertumbuhan ekonomi yang stabil dan suku bunga rendah.

Namun setelah dampak pandemi, perang di Eropa, dan lonjakan suku bunga, beban utang tersebut menjadi tidak dapat dipertahankan, terutama karena penguatan dolar AS mendorong inflasi dalam negeri lebih tinggi dan menguras cadangan devisa.

Restrukturisasi utang-utang juga menjadi lebih sulit dengan munculnya pemberi pinjaman negara baru, terutama Tiongkok, serta semakin banyaknya kreditor swasta.

Pengolahan kembali beban utang untuk beberapa negara saat ini, termasuk Zambia, Ghana dan Sri Lanka telah terhenti selama bertahun-tahun karena para kreditor berjuang untuk menyetujui persyaratan dalam proses yang didorong oleh Dana Moneter Internasional (IMF).

Bank Dunia memperingatkan bahwa meningkatnya pembayaran utang mengalihkan sumber daya dari bidang kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.

"Tingkat utang yang sangat tinggi dan suku bunga yang tinggi telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis,” kata Indermit Gill, kepala ekonom Bank Dunia.

"Setiap triwulan dimana suku bunga tetap tinggi menyebabkan semakin banyak negara berkembang yang tertekan,' bebernya.

 

 


Default

Teller menghitung lembaran mata uang dolar AS di penukaran mata uang, Jakarta, Kamis (13/4). Bank Dunia memandang nilai tukar rupiah menjadi salah satu mata uang yang cukup stabil dibandingkan dengan mata uang lain. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Dunia mencatat, sekitar 60 persen negara-negara berpendapatan rendah berada pada risiko tinggi atau sudah mengalami kesulitan utang.

Selama tiga tahun terakhir, terdapat 18 negara mengalami gagal bayar (default) di 10 negara berkembang, lebih banyak dari total yang terjadi dalam dua dekade sebelumnya.

Adapun 75 negara termiskin yang berhak menerima pembiayaan dan hibah berbunga rendah dan tanpa bunga dari Asosiasi Pembangunan Internasional Bank Dunia – membayar utang sebesar USD 88,9 miliar untuk membayar utang mereka pada tahun 2022.

Pembayaran bunga oleh negara-negara tersebut meningkat empat kali lipat selama dekade terakhir menjadi USD 23,6 miliar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya