Liputan6.com, Jakarta - Sampah di Indonesia masih menjadi masalah yang belum terselesaikan dengan baik. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) yang diinput dari 127 kabupaten/kota se-Indonesia pada 2023 menunjukkan timbulan sampah mencapai 13 juta ton/tahun, 67,93 persen di antaranya sudah terkelola dan sisanya 32,07 persen tidak terkelola.
Berdasarkan jenisnya, sampah sisa makanan atau food waste merupakan fraksi terbesar dengan persentase 41,5 persen. Sementara, sumber sampah paling banyak berasal dari rumah tangga dengan persentase 44,3 persen.
Baca Juga
Advertisement
Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB University Prof. Arief Sabdo Yuwono mengatakan, food waste jika diabaikan akan berdampak besar terhadap kesehatan dan lingkungan. Dampak pertama, populasi lalat vektor penyakit akan tinggi karena lalat mempunyai tempat untuk menaruh telurnya di dalam tumpukan food waste hingga berkembang menjadi larva, pupa, akhirnya terbang dan kawin.
“Dampak kedua adalah timbulnya gangguan kebauan lingkungan yang sangat mengganggu aktivitas manusia. Bau timbul sebagai akibat proses biodegradasi food waste dalam kondisi anaerobik,” katanya kepada Liputan6.com, Senin (11/12/2023).
Dampak ketiga adalah timbulnya air lindi yang berwarna gelap pekat dan berbau tajam. Arief menjelaskan, air lindi akan menjadi sumber gangguan lingkungan selama transportasi sampah padat dari permukiman ke tempat pembuangan sementara (TPS) atau tempat pembuangan akhir (TPA), yaitu berupa ceceran air lindi dari truk pengangkut sampah sepanjang perjalanan truk.
Menurut Arief, untuk mengurangi dampak-dampak food waste terhadap lingkungan tersebut perlu adanya upaya penanganan yang dilakukan. Budidaya maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF) menjadi salah satu cara efektif pengolahan sampah sisa makanan.
“Sampah pangan sangat mudah dan cocok diolah dengan maggot atau larva BSF. Selain akan diperoleh kompos, hasil lainnya adalah protein pakan berupa larva BSF yang sangat bermanfaat bagi usaha budidaya unggas atau ikan atau burung,” jelas pakar dan praktisi pengelolaan sampah rumah tangga ini.
Saksikan Video Pilihan Ini
Alasan Mengapa Harus Budidaya Maggot
Ketua Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara (PPMN) Muhammad Ardhi Elmeidian menuturkan, pengolahan sampah dengan budidaya maggot sedang menjadi tren beberapa tahun terakhir. Ada beberapa alasan mengapa banyak orang memilih mengolah sampah khususnya sampah makanan dengan budidaya maggot.
Pengolahan sampah dengan maggot termasuk cepat. Maggot bisa mengurai sampah makanan kurang dari 24 jam. Dari segi biaya, modal budidaya maggot terhitung murah karena bisa dilakukan dalam skala terkecil sekalipun.
“Budidaya maggot mudah, cukup mempelajari panduan yang kami sebarkan dengan praktik selama satu hingga dua siklus (45-90 hari). Maggot juga sangat bernilai karena bernutrisi tinggi, sekurang-kurangnya untuk pakan ternak atau ikan dan kasgot untuk kompos,” ungkapnya membeberkan alasan perlunya budidaya maggot kepada Liputan6.com, Senin (11/12/2023).
“Pakan ternak dan ikan adalah target utama dan terdekat sebagai hilir dari pengolahan sampah organik dapur dengan BSF. Karena pakan ternak ternyata juga bermasalah di Indonesia lebih khusus Jawa barat,” lanjut dia.
Selain itu, budidaya maggot juga bernilai ekonomis. Menurut Ardhie, budidaya maggot termasuk bisnis yang sangat menjanjikan mengingat benefitnya secara menyeluruh dirasakan umat manusia. Kata dia, bisnis maggot adalah memanfaatkan peluang dari masalah sampah yang belum terselesaikan.
“Sampah organik dapur adalah masalah jika tidak dikelola, masalah seharusnya sama dengan peluang. Apalagi terkait sampah ini ke depan arahnya merupakan urusan wajib layanan dasar revisi UU Nomor 23 Tahun 2014. Artinya, pemerintah wajib membiayai dengan kata lain memfasilitasi para pegiat. Siapa yang difasilitasi? Masyarakat tentunya dan bukan pengusaha,” ujarnya.
Advertisement
Tidak Menjijikkan, Justru Menguntungkan
Sebagian orang masih merasa jijik budidaya maggot. Owner Rumah Organik Cibanteng Bogor Sukatma menegaskan bahwa budidaya maggot tidak menjijikkan, justru menguntungkan karena bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri dan lingkungan.
“Sebenarnya tidak menjijikkan. Saya katakan si maggot bisa membersihkan lingkungan. Kenapa? Karena kita tidak membuang sampah sembarang lagi. Di sini masyarakat suka datang membawa sampah makanan dan dibarter dengan sayuran,” katanya saat ditemui Liputan6.com, Selasa (12/12/2023).
Sukatma menilai budidaya maggot sangat murah. Menurutnya, dengan uang Rp100.000 siapa saja sudah bisa mengolah sampah sisa makanan hingga 200 kg dengan budidaya maggot.
“Sebenarnya budidaya maggot itu murah. Umpamanya kita punya uang Rp100 ribu, beli telur maggot Rp50 ribu dan sisanya untuk peralatannya. Dari Rp50 ribu itu bisa dapat 10 gram telur BSF yang akan menjadi 20 kg maggot, dan itu bisa menghabiskan sampah sekitar 200 kg dalam masa panen,” beber dia.
“Dari 20 kg maggot itu kita gak panen semua, tapi 50 persen kita jadi siklus selanjutnya. Jadi kita gak usah beli telur lagi, cukup Rp100 ribu bisa terus-terusan mengolah sampah,” tambahnya.
Inovasi Budidaya Maggot
Budidaya maggot sudah dilakukan oleh banyak kalangan, termasuk anak muda. Lu'lu' Firdausi Haqiqi bersama tiga kawannya melalui Herowaste termotivasi mengolah sampah organik khususnya sisa makanan dengan budidaya maggot. Ia ingin Herowaste menjadi learning center terutama untuk kegiatan pengabdian masyarakat.
“Kalau Herowaste itu lebih ke social enterprise, fokusnya mengelola sampah organik dengan konsep circular economy. Kami memang mengelola sampahnya dengan maggot BSF karena jika dibandingkan dengan pengolahan sampah organik seperti dibuat kompos bisa memakan waktu 1 bulan lebih, tapi kalau budidaya maggot ngasih makan hari itu juga habis,” tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa (12/12/2023).
“Jadi emang efektif banget. Sisi lain maggotnya juga bisa buat pakan ternak. Makanya kita fokus ke pengolahan sampah maggot ini,” ucap alumnus IPB University ini.
Lu’lu’ mengatakan, saat ini Herowaste berhasil mengembangkan inovasi budidaya maggot dalam satu siklus, namanya Maggocycle. Maggocycle memungkinkan budidaya maggot tanpa ribet. Selain lebih mudah, pengolahan sampah dengan Maggocycle disebut lebih hemat tempat, hemat biaya, dan dapat mengelola sampah 50kg/bulan.
“Maggocycle adalah inovasi dalam satu tempat sudah bisa mengelola sampah organik pakai maggot, gak perlu lahan banyak, gak harus ribet urus panen dan lain-lain. Kita cukup ngasih makan aja, ini untuk orang orang yang pengen mengelola sampah di rumah tapi gak ribet-ribet,” jelas pendiri Herowaste ini.
Advertisement