Liputan6.com, Jakarta - Dalam gejolak pasca-kegagalan serangan Jerman terhadap Moskow, Adolf Hitler memutuskan sebuah langkah drastis dengan mengambil alih komando tertinggi militer yakni panglima tentara pada 19 Desember 1941.
Peristiwa ini menandai perombakan besar-besaran dalam struktur komando, seiring dengan dampak besar yang dirasakan oleh tentara Jerman yang saat itu disebut-sebut tengah mengalami kekalahan pertama mereka dalam perang.
Advertisement
Sebelumnya, Jerman melakukan serangan terhadap Moskow di mana hal ini menimbulkan konsekuensi yang buruk terhadap negara tersebut. Saat itu, Jerman tak dapat menembus perimeter atau batas wilayah yang telah diatur Soviet sejauh 200 mil dari kota.
Sebagaimana dilansir History.com, pasukan Jerman berhadapan dengan cuaca musim dingin yang keras, dengan suhu seringkali mencapai 31 derajat di bawah nol. Kondisi ini memaksa tank-tank Jerman hampir membeku di jalurnya.
Soviet kemudian melancarkan serangan balasan ganas dengan dipimpin oleh Jenderal Georgi Zhukov melalui infanteri, tank, dan pesawat sehingga membuat Jerman terpaksa mundur.
Jerman pun mengalami kekalahan pertamanya sejak dimulainya Perang Dunia II. Hal ini jelas berdampak terhadap kondisi jiwa para pasukan.
"Mitos tentara Jerman yang tak terkalahkan telah dipatahkan," tulis Jenderal Jerman Franz Halder.
Meskipun begitu, Hitler menolak menerima kenyataan ini. Ia lantas memecat sejumlah petinggi militer dari komando mereka.
Jenderal Fedor von Bock yang sempat menderita sakit perut parah dan mengeluh tidak dapat "beroperasi" lagi pada 1 Desember didepak, ia digantikan oleh Jenderal Hans von Kluge pemimpin Angkatan Darat ke-4.
Tak hanya itu, Jenderal Karl von Runstedt pun dikabarkan telah dibebastugaskan dari pasukan selatan karena mundur dari Rostov.
Kemudian, Hitler mendeklarasikan dirinya sebagai panglima angkatan bersenjata dalam guncangan terbesarnya karena dia jelas tidak percaya dalam memberikan kembali wilayah yang telah direbut.
Hitler dengan statusnya sebagai panglima menegaskan bahwa dia akan melatih tentara dengan cara "Sosialis Nasional." Artinya, strategi akan ditentukan olehnya secara langsung. Strategi perang akan disusun olehnya sementara para pasukan militer harus mengikuti aturannya.
29 Juli 1921: Adolf Hitler yang Tak Lulus SMA Sah Jadi Pemimpin Partai Nazi
Kisah lain soal Adolf Hitler tercatat pada 29 Juli 1921.
Sejarah mencatat bahwa Adolf Hitler menjadi pemimpin Partai National Socialist German Workers’ (Nazi) atau Partai Buruh Nasional Sosial Jerman.
Di bawah Hitler, Partai Nazi bertumbuh menjadi gerakan massa dan memerintah Jerman sebagai negara totaliter dari tahun 1933 sampai 1945, demikian dilansir dari laman History.com.
Tahun-tahun awal kehidupan Hitler tidak menampakkan dirinya akan tumbuh menjadi pemimpin politik. Pria yang lahir pada 20 April 1889, di Braunau am Inn, Austria, itu dulunya seorang siswa miskin dan tidak pernah lulus SMA.
Selama Perang Dunia I, ia bergabung dengan resimen Bavaria tentara Jerman dan dianggap sebagai prajurit pemberani. Namun, komandannya merasa ia tidak memiliki potensi untuk memimpin dan tidak pernah dipromosikan melebihi kopral.
Frustrasi oleh kekalahan Jerman dalam perang, yang menyebabkan negara tersebut tertekan secara ekonomi dan tidak stabil secara politik, Hitler bergabung dengan organisasi baru yang disebut Partai Buruh Jerman pada tahun 1919.
Partai Buruh Jerman didirikan pada awal tahun yang sama oleh sekelompok kecil orang termasuk tukang kunci Anton Drexler dan jurnalis Karl Harrer. Partai tersebut mempromosikan kebanggaan Jerman dan anti-Semitisme, dan menyatakan ketidakpuasan dengan ketentuan Perjanjian Versailles, penyelesaian damai yang mengakhiri perang dan mengharuskan Jerman untuk membuat banyak konsesi dan reparasi.
Barulah sejak itu Hitler muncul sebagai pembicara publik partai yang paling karismatik dan menarik anggota baru, dengan pidato menyalahkan orang Yahudi dan Marxis atas masalah Jerman dan mendukung nasionalisme ekstrem dan konsep "ras master" Arya.
Pada 29 Juli 1921, Hitler sah mengambil alih kepemimpinan organisasi tersebut, yang saat itu telah berganti nama menjadi Partai Pekerja Sosialis Jerman Nasionalis.
Advertisement
1-9-1939: Invasi Hitler ke Polandia Memicu Perang Dunia II
Lalu pada 1 September 1939, atas perintah Adolf Hitler, sekitar 1,5 juta tentara Jerman dikerahkan untuk menginvasi Polandia. Mulai pukul 04.45, mereka menerobos perbatasan sepanjang 1.750 mil atau 2.816 kilometer.
Serangan dilancarkan secara simultan. Angkatan Udara Jerman atau Luftwaffe membombardir lapangan terbang Polandia, sementara kapal perang dan U-boat menyerang angkatan laut lawan di Laut Baltik.
Untuk Hitler, penaklukan Polandia akan memberikan Lebensraum, atau 'ruang hidup' bagi rakyat Jerman -- perkembangan wilayah hingga ras.
Seperti dikutip dari History.com, Jumat (31/8/2018), berdasarkan rencananya, orang-orang Jerman yang 'superior secara ras' akan menjajah Polandia dan masyarakat Slavia asli akan diperbudak.
Invasi itu menjadi model untuk bagaimana Jerman mengobarkan perang selama enam tahun ke depan, atau yang dikenal sebagai strategi 'blitzkrieg'.
Strategi diawali menghancurkan kontrol udara musuh, rel kereta api, jalur komunikasi, dan penjatuhan amunisi.
Lalu, diikuti oleh invasi darat besar-besaran dengan mengerahkan armada tentara, tank, dan artileri. Kemudian, setelahnya giliran infantri masuk dan menghajar semua resistensi yang muncul.
Teknologi Jerman yang unggul, ditambah miskalkulasi pihak Polandia, Hitler pun menang mudah. Pendudukan Jerman atas Polandia menjadi salah satu bab paling gelap dalam Perang Dunia II. Sekitar 6 juta orang, hampir 18 persen dari penduduk Polandia, tewas selama pemerintahan teror Nazi yang gemar melakukan eksekusi massal, penggusuran paksa dan perbudakan.
Pemimpin Nazi, Adolf Hitler kala itu mengklaim, invasi besar-besaran itu adalah aksi defensif.
21-3-1943: Bomber Bunuh Diri yang Nyaris Meledakkan Hitler
Sementara itu, sebuah konspirasi sempat disusun untuk menghabisi bos Nazi Adolf Hitler. Melibatkan bahan peledak dan seorang perwira militer berlatar belakang bangsawan yang rela menjadi pembom bunuh diri demi menghabisi nyawa sang fuhrer.
Tanggal 21 Maret 1943 dipilih jadi momentum. Dan ini yang mereka rencanakan:
"Sieg Heil!," salam penghormatan ala Nazi diucapkan lantang Baron Rudolf-Christoph von Gersdorff di depan Adolf Hitler. Lengan kanannya terangkat, sementara tangan kiri berada di dalam saku jas.
Tangannya yang tak terlihat itu diam-diam menyalakan sekering zat kimia yang terhubung dengan campuran bahan eksplosif.
Gersdorff lalu mengeluarkan tangannya, memberi isyarat agar sang fuhrer masuk ke ruang pameran di museum militer Zeughaus di Berlin. Saat ia memandu pemimpin Reich Ketiga itu ke pameran peralatan militer yang dirampas dari Uni Soviet, zat asam di sekering bom mulai memenuhi gumpalan kapas yang kemudian memutus sekering. Bom pun meledak menghabisi siapapun yang berada di dalam jangkauannya.
Butuh waktu 15 sampai 20 menit untuk hingga bom meledak dan menamatkan nyawa Hitler. Sementara, tur di museum dijadwalkan berlangsung 30 menit. Waktunya pas!
Gersdorff, yang berlatar belakang staf intelijen, menyiapkan bahan peledak untuk menghabisi nyawa Hitler. Ia bekerja sama dengan Kolonel Henning von Tresckow, salah satu perwira yang diberi tugas menyusun strategi invasi ke Uni Soviet.
Namun, plot tersebut tak pernah terwujud. Gagal total. Penyebabnya, kala itu Hitler sedang buru-buru. Bos Nazi lolos dari percobaan pembunuhan. Untuk kesekian kalinya.
Dalam memoarnya, Soldier in the Downfall, Gersdorff mengaku baru mendapatkan informasi soal plot itu kurang dari sepekan dari waktu yang direncanakan.
Tresckow bertanya, apakah ia bersedia untuk mengenyahkan Hitler di tengah acara Fuhrer’s Memorial Day atau peringatan pengangkatan kanselir Jerman. Gersdorff juga ditanya kesediaannya untuk mati demi mewujudkan rencana itu.
Gersdorff, seorang duda, di mana putrinya satu-satunya berada dalam perawatan sang kakak, tak membutuhkan waktu lama untuk menjawab.
"Saat itu kami begitu terfokus pada misi," tulis dia seperti dikutip dari situs www.ozy.com, Rabu (20/3/2019). "Aku tak membutuhkan banyak waktu untuk menjawab 'ya', atas sebuah pertanyaan paling penting yang pernah ditanyakan siapa pun kepadaku."
Apa alasannya rela mati demi menghabisi Hitler?
Gersdorff mengklaim, ia menyembunyikan sentimen anti-Nazi sejak akhir 1930-an. Kesan pertamanya Hitler adalah, "seorang proletar menjijikkan yang (lompat) kelas" dan mungkin, "secara mentalitas, abnormal".
Pada 1941, ketika perang yang dikobarkan Hitler meluas ke timur, Gersdorff mengaku menerima perintah jahat dan mengerikan, yang memungkinkan tentara Nazi mengeksekusi bahkan membantai warga Rusia tanpa dituntut.
Namun, yang paling mengerikan menurut Gersdorff adalah pembantaian di ghetto Yahudi di Borisov, Belarus, di mana pasukan SS membantai 15.000 pria, wanita, dan anak-anak pada 1942.
Sebuah buletin yang diterbitkan Jewish Telegraphic Agency mengungkapkan bahwa para korban dewasa menjadi sasaran tembakan senapan mesin, sementara anak-anak dikubur hidup-hidup. Saksi mata melaporkan melihat kuburan yang 'bernapas' selama dua jam setelah pembantaian.
Peristiwa berdarah di Borisov membuat Gersdorff dan para konspirator lain merasa, Hitler harus dihabisi untuk menghentikan tindakan kejam semacam itu.
Advertisement