Liputan6.com, Jakarta - Perang Israel vs Hamas kini memasuki bulan ketiga. Jumlah korban tewas pun dilaporkan terus bertambah.
Dalam perang paling berdarah yang pernah terjadi di Gaza --dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel selatan, mengutip Anadolu per 13 Desember 2023, dilaporkan jumlah korban meninggal mencapai 18.600 warga Palestina. Demikian menurut kementerian kesehatan (Kemenkes) Gaza yang dikelola Hamas.
Advertisement
Sementara Kemenkes Gaza menyebut serangan Israel telah melukai 50.594 orang.
Adapun menurut CNN, jumlah Israel Defense Forces/IDF atau tentara Israel yang terbunuh di Gaza selama konflik menjadi 166 orang.
Pihak IDF mengatakan 135 sandera masih ditahan oleh Hamas. 19 di antaranya diperkirakan tewas, menurut kantor berita Reuters.
Menurut LSM ActionAid, perempuan dan anak perempuan di Gaza terbunuh dan terluka pada tingkat yang mengerikan, hak-hak penting mereka atas makanan, air dan layanan kesehatan tidak diberikan setiap hari, sementara mereka mengalami tekanan psikologis dan trauma yang sangat besar setelah dua bulan hidup dalam teror.
"Gaza adalah tempat paling berbahaya di dunia bagi perempuan atau anak perempuan saat ini. Jumlah perempuan dan anak perempuan yang dibunuh secara tidak wajar dalam kekerasan ini meningkat setiap jamnya," kata Riham Jafari, Koordinator Advokasi dan Komunikasi ActionAid Palestina, dalam pernyataannya.
"Sementara itu, setiap hari mereka harus berjuang mati-matian untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka."
Setidaknya dua ibu terbunuh setiap 60 menit, sementara tujuh perempuan terbunuh setiap dua jam di daerah kantong yang terkepung tersebut, kata para dokter di wilayah tersebut kepada organisasi tersebut.
Lebih dari 5.000 perempuan telah terbunuh sejak Israel mengobarkan perang di Gaza akibat serangan Hamas pada 7 Oktober ke Israel selatan.
Krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza membuat Majelis Umum PBB pada Selasa (12/12) memberikan suara mayoritas untuk menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza, sebagai bentuk dukungan global yang kuat untuk mengakhiri perang Israel-Hamas. Pemungutan suara tersebut juga menunjukkan semakin terisolasinya Amerika Serikat dan Israel.
Hasil pemungutan suara di badan dunia yang beranggotakan 193 negara itu menghasilkan 153 suara setuju, 10 suara menentang, dan 23 suara abstain. Amerika Serikat dan Israel ikut menentang resolusi tersebut oleh delapan negara - Austria, Ceko, Guatemala, Liberia, Mikronesia, Nauru, Papua Nugini, Paraguay.
Dukungan terhadap resolusi gencatan senjata ini lebih tinggi dibandingkan resolusi 27 Oktober yang menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan" yang mengarah pada penghentian permusuhan, dengan hasil pemungutan suara 120-14 dan 45 abstain.
Setelah Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan atau DK PBB pada hari Jumat (8/12), yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan, negara-negara Arab dan Islam menyerukan sidang darurat Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara untuk melakukan pemungutan suara mengenai resolusi yang mengajukan tuntutan yang sama.
Berbeda dengan resolusi Dewan Keamanan, resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum. Namun pesan-pesan majelis tersebut "juga sangat penting" dan mencerminkan opini dunia, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric pada Senin (11/12) mengutip Associated Press.
Pemungutan suara di Majelis Umum mencerminkan semakin terisolasinya Amerika Serikat karena menolak mengikuti tuntutan gencatan senjata. Dibandingkan dengan PBB atau organisasi internasional lainnya, Amerika Serikat dipandang sebagai satu-satunya entitas yang mampu membujuk Israel untuk menerima gencatan senjata sebagai sekutu terdekat dan pemasok persenjataan terbesarnya.
Daftar 153 Negara yang Setuju dengan Resolusi Gencatan Senjata Terbaru
Berikut daftarnya sesuai dengan urutan alfabet, mengutip Al Jazeera:
A: Afghanistan, Albania, Aljazair, Andorra, Angola, Antigua dan Barbuda, Armenia, Australia, Azerbaijan
B: Bahama, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belarus, Belgia, Belize, Benin, Bhutan, Bolivia, Bosnia dan Herzegovina, Botswana, Brasil, Brunei, Burundi
C: Kamboja, Kanada, Republik Afrika Tengah, Chad, Chili, Tiongkok, Kolombia, Komoro, Kosta Rika, Pantai Gading, Kroasia, Kuba, Siprus
D: Djibouti, Denmark, Djibouti, Dominika, Republik Dominika
E: Timor Timur, Ekuador, Mesir, El Salvador, Eritrea, Estonia, Ethiopia
F: Fiji, Finlandia, Prancis
G: Gabon, Gambia, Ghana, Yunani, Grenada, Guinea, Guinea-Bissau, Guyana
H: Honduras
I: Islandia, India, india, Iran, Irak, Irlandia
J: Jamaika, Jepang, Yordania
T: Kazakstan, Kenya, Kuwait, Kyrgyzstan
Kiri: Laos, Latvia, Lebanon, Libya, Liechtenstein, Luksemburg
M: Madagaskar, Malaysia, Maladewa, Mali, Malta, Mauritania, Mauritius, Meksiko, Moldova, Monako, Mongolia, Montenegro, Maroko, Mozambik, Myanmar
N: Namibia, Nepal, Selandia Baru, Nikaragua, Niger, Nigeria, Makedonia Utara, Norwegia
O: Oman
P: Pakistan, Peru, Filipina, Polandia, Portugal
T: Qatar
A: Republik Korea (Korea Selatan), Rusia, Rwanda, Republik Kongo
S: Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Samoa, San Marino, Arab Saudi, Senegal, Serbia, Seychelles, Sierra Leone, Singapura, Slovenia, Kepulauan Solomon, Somalia, Afrika Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swedia, Swiss, Suriah
T: Tajikistan, Thailand, Trinidad dan Tobago, Tunisia, Tuvalu, Turki
A: Uganda, Uni Emirat Arab, Republik Tanzania, Uzbekistan
V: Vanuatu, Vietnam
J: Yaman
Z: Zambia, Zimbabwe
Menolak
A: Austria
C: Republik Ceko
G: Guatemala
I: Israel
L: Liberia
M: Mikronesia
N: Nauru
P: Papua Nugini, Paraguay
U: United States (Amerika Serikat)
Abstain (23)
A: Argentina
B: Bulgaria
C: Cape Verde, Camerun (Kamerun)
E: Equatorial Guinea
G: Georgia, German (Jerman)
H: Hongaria
I: Italia
L: Lituania
G: Malawi, Kepulauan Marshall
N: Netherland (Belanda)
P: Palau, Panama
R: Rumania
S: Slovakia, Sudan Selatan
T: Togo, Tonga
U: Ukraina, United Kingdom (Inggris), Uruguay
Advertisement
3 Permintaan Penting di Resolusi MU PBB hingga Indonesia Galang Dukungan Kawasan
Ada tiga permintaan penting di resolusi itu berdasarkan laporan UN News, Selasa (12/12), berikut ini di antaranya:
1. Menuntut gencatan senjata kemanusiaan secepatnya.
2. Menegaskan permintaan kepada semua pihak agar mematuhi tanggung jawab-tanggung jawab di bawah hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan internasional, terutama terkait perlindungan rakyat sipil.
3. Menuntut pelepasan secepatnya dan tanpa syarat semua tawanan, serta memastikan akses kemanusiaan.
Sejak berakhirnya humanitarian pause (jeda kemanusiaan) di Gaza pada 1 Desember 2023 lalu, situasi kemanusiaan semakin memburuk. Korban jiwa mencapai lebih dari 18.000 orang, di mana 70% merupakan anak-anak.
Data menunjukkan bahwa di Gaza, tiap 10 menit terdapat 1 anak korban jiwa. Situasi ini dan kekhawatiran atas korban yang terus bertambah, serta kondisi sistem kesehatan dan kemanusiaan yang nyaris kolaps di Gaza, telah disampaikan banyak pihak dalam beberapa pekan terakhir, termasuk dari Sekjen PBB dan Comissioner General UNRWA.
Dalam pembukaan Sidang Emergency Special Session ke-10, Presiden Majelis Umum (MU) PBB Denis Francis menegaskan bahwa, "Tujuan kita di sini satu – hanya satu. Yakni menyelamatkan nyawa manusia."
Resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations" yang diajukan Mesir atas nama Kelompok Arab dan OKI di Sidang ESS ke-10 tersebut sangat singkat, meminta agar segera dilakukan gencatan senjata, melindungi warga sipil, melepas seluruh sandera dan memastikan pemenuhan kewajiban hukum humaniter internasional.
Adapun resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations" disepakati pada pertemuan Emergency Special Session ke-10 (ESS ke-10) Majelis Umum (MU) PBB, di New York pada Selasa 12 Desember 2023.
Mengutip situs Kemlu RI, Kamis (14/12/2023), Indonesia diketahui turut menggalang dukungan 11 negara dari berbagai kawasan, yakni:
- Afrika Selatan
- Bangladesh
- Brunei Darussalam
- Kamboja
- Laos
- Malaysia
- Maladewa
- Namibia
- Timor Leste
- Turki
- Thailand
Indonesia menyampaikan Joint Letter kepada Presiden MU PBB untuk dukungan permintaan Kelompok Arab dan OKI agar MU PBB segera menggelar sidang Emergency Special Session tersebut.
Indonesia bersama 104 negara lainnya turut menjadi co-sponsor atas resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations", agar segera dilakukan gencatan senjata, melindungi warga sipil, melepas seluruh sandera dan memastikan pemenuhan kewajiban hukum humaniter internasional.
Menakar Peluang Terciptanya Perundingan Damai israel-Hamas di Gaza
Melihat situasi ini, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah menyebut bahwa resolusi ini hanya akan jadi macan kertas saja.
"Resolusi PBB, yang diputuskan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, hanya akan menjadi macan kertas," kata Teuku Rezasyah saat dihubungi oleh Liputan6.com, Kamis (14/12/2023).
"Israel tetap akan melanjutkan praktik Carpet Bombing secara sistematis, diseluruh wilayah Gaza. Titik-titik pemboman sudah semakin mudah, sejak Israel menguasai wilayah Utara. Selanjutnya, bergerak ke Tengah dan Selatan."
Menurut Rezasyah, Resolusi PBB ini tak menyebut Hamas sebagai teroris dan yang dihasilkan hanya angka statistik saja.
"Bagi Israel, Resolusi yang PBB hasilkan hanyalah angka statistik. Karena Resolusi tersebut tidak pernah menyebut Hamas sebagai Teroris," kata Rezasyah.
"Israel diperkirakan semakin brutal, karena para penyandang senjata dari luar negeri tersebut, tak terpengaruh oleh aksi-aksi demonstrasi yang menentang Israel."
Saat ditanya soal upaya perundingan setelah Resolusi PBB ini keluar? Teuku Rezasyah mengatakan hal ini sangat sulit terjadi.
"Sangat sulit terjadi. Karena tiadanya tekanan politik, ekonomi, dan militer dari OKI dan GNB," kata Rezasyah.
"Sepanjang masyarakat Palestina di dalam dan luar negeri masih berbeda pandangan soal Two States Solution yang menyangkut kewilayahan dan pemerintahan, maka perundingan tidak akan terwujud."
Sementara menurut Helen Clark, anggota The Elders yang merupakan mantan Perdana Menteri Selandia Baru dan UN Development Programme Administrator (Administrator Program Pembangunan PBB), mengatakan tak ada jalan lain selain gencatan senjata sekarang juga.
"Gencatan senjata dan negosiasi penyelesaian politik adalah satu-satunya cara untuk menghentikan siklus kekerasan. Tidak ada solusi militer terhadap konflik ini," jelas Helen.
"Semua negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel dan Hamas Kita harus menggunakan setiap kekuatan yang mereka miliki untuk segera menjamin gencatan senjata kemanusiaan. Kemanusiaan kita menuntut hal itu," pungkas Helen.
Advertisement
Respons Israel Soal Resolusi PBB: Tak Ada Yang Akan Menghentikan Kita
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa ia akan memimpin negaranya agar terus berperang, meski sudah ada resolusi PBB yang menuntut gencatan senjata demi kemanusiaan. Netanyahu tidak gentar jika tak didukung dunia internasional.
Hal itu diungkap Benjamin Netanyahu saat berbicara dengan militer Israel. Pada sebuah video yang ia posting di Twitter yang kini bernama X, Netanyahu berkata ingin menghabisi Hamas.
"(Israel) akan melanjutkan hingga akhir, hingga kemenangan, hingga eliminasi dari Hamas," ujarn PM Netanyahu seperti dikutip BBC, Kamis (14/12).
Ia mengakui adanya tekanan internasional, tetapi PM Netanyahu berjanji bahwa ia tidak akan berhenti.
"Tidak ada yang akan menghentikan kita, kita akan pergi hingga akhir, menuju kemenangan, tidak kurang dari itu," tegasnya.
Sebelumnya, BBC juga melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel mengatakan pihaknya akan melanjutkan perang di Gaza "dengan atau tanpa dukungan internasional".
Menlu Israel Eli Cohen memperingatkan bahwa gencatan senjata pada tahap konflik ini akan menjadi "hadiah" bagi Hamas dan memungkinkan mereka kembali melakukan konflik.
Israel menghadapi tekanan yang meningkat atas jumlah warga sipil Palestina yang dibunuh oleh militernya di Gaza dan memburuknya krisis kemanusiaan di sana.
Beberapa waktu sebelumnya, sekutu Israel, Joe Biden mengakui bahwa Israel mulai kehilangan dukungan global atas pengeboman di Jalur Gaza.
"Mereka mulai kehilangan dukungan global karena pengeboman tanpa pandang bulu yang terjadi," kata Biden, seperti dilansir BBC, Rabu (13/12).
Pernyataan Joe Biden itu disebut menandai komentar paling keras terhadap kepemimpinan Israel. Di lain sisi, kebijakan standar ganda AS sulit dibantah, termasuk dengan melangkahi Kongres untuk mengirim belasan ribu butir amunisi tank ke Israel.
Setelah menuturkan Israel kehilangan dukungan global, Biden kembali menggarisbawahi dukungannya terhadap perang melawan Hamas dan Israel, tegas dia, menyebut Israel berhak melakukannya.