Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dikenal dengan negara yang kaya raya sejak zaman dahulu.
Sejak abad ke-13 Masehi, muncul berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Nusantara yang menjadi bukti dari perkembangan agama ini di wilayah ini.
Kerajaan-kerajaan Islam ini juga turut berperan dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Nusantara melalui diplomasi, perdagangan, pernikahan, dakwah dan perang.
Berikut adalah beberapa contoh dari kerajaan Islam di Nusantara
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Kerajaan Samudra Pasai
Mengutip Hidayatullah.com, menurut catatan sejarah keberadaan kerajaan-kerajaan Islam memiliki kontribusi yang signifikan dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar di Nusantara tersebut tak hanya sukses menyebarkan Islam, tetapi sukses pula memakmurkan perekonomian di wilayah yang berada dalam kepemerintahannya.
Berikut kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia.
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai atau Samudra Darussalam didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh dan sekaligus sebagai raja pertama pada abad ke-13. Kerajaan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak, sekarang Lhokseumawe (pantai timur Aceh).
Sejarah Kerajaan Samudra Pasai tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah Ibnu Bathutah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah di Samudra pada tahun 1345.
Dalam kitab tersebut terungkap bahwa Samudra Pasai merupakan kerajaan dagang yang makmur. Letak Samudra Pasai sangat strategis, berada di Selat Malaka.
Banyak pedagang dari Jawa, China, dan India yang datang ke sana. Samudra Pasai memiliki mata uang emas yang disebut deureuham (dirham).
Samudra Pasai memiliki kontribusi yang signifikan dalam menyiarkan Islam sampai ke Minangkabau, Jambi, Malaka, Jawa, bahkan ke Thailand. Samudra Pasai juga mencetak kader-kader Islam yang dipersiapkan untuk mengembangkan Islam ke berbagai daerah. Salah satunya adalah Fatahillah.
Ia adalah putra Pasai yang kemudian menjadi panglima di Demak dan menjadi penguasa di Banten.
Advertisement
2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Perlak adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia.
Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan Samudra Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225 – 249 H / 840 – 964 M).
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).
Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan penyebaran dakwah Islam.
Di sektor perekonomian Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri.
Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan.
Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak.
Setelah beliau wafat, Perlak melebur dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa ini didirikan oleh Raden Patah. Awalnya Demak berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Kemunduran Majapahit di abad ke-15 memberi peluang bagi Demak untuk berkembang menjadi kota besar dan pusat perdagangan. Dengan bantuan para ulama Walisongo, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa dan wilayah timur Nusantara.
Sebagai kerajaan, Demak diperintah silih berganti oleh raja-raja. Raden Patah digantikan oleh Adipati Unus (1518-1521). Walau Adipati Unus tidak memerintah lama, tetapi namanya cukup terkenal sebagai panglima perang pemberani.
Ia berusaha membendung pengaruh Portugis jangan sampai meluas ke Jawa. Karena mati muda, Adipati Unus kemudian digantikan oleh adiknya, Sultan Trenggono (1521-1546). Di bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan.
Sultan Trenggono wafat pada pertempuran di Pasuruan tahun 1546. Sepeninggalan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono.
Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen. Namun, Arya Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di Pajang.
Joko Tingkir (1549-1587) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaannya kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pajang.
Advertisement
4. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan ini sebenarnya terdiri atas dua kerajaan, yakni Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia, menjadi raja bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi perdana menteri bergelar Sultan Abdullah.
Karena pusat pemerintahannya terdapat di Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar.
Kerajaan Gowa-Tallo terletak di posisi yang strategis di antara wilayah barat dan timur Nusantara. Kerajaan ini menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya rempah-rempah.
Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar. Raja yang terkenal dari kerajaan Gowa-Tallo adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669).
Tata kehidupan yang tumbuh di Kerajaan Makassar dipengaruhi oleh hukum Islam.
5. Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah, terutama cengkeh.
Sebelum Portugis dan Spanyol masuk ke tanah Maluku, Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, hubungan kedua kerajaan tersebut menjadi renggang setelah Portugis mengadu domba.
Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Sementara Spanyol menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan intrik yang dilakukan kedua bangsa Eropa itu antara Tidore dan Ternate terjadi pertikaian terus-menerus. Kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut.
Di sisi lain, ternyata bangsa Eropa tersebut tak hanya ingin merebut rempah-rempah saja, tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini tentu mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570).
Mereka sadar bahwa telah diadu domba. Akhirnya hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583).
Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Papua (dulu namanya Irian).
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement