Alasan Warga Rohingya Tak Mau Tinggal di Tempat Pengungsian

Beberapa waktu lalu total ada 1.200 etnis Rohingya yang baru-baru ini datang ke Aceh.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 15 Des 2023, 15:25 WIB
Sementara pemerintah mengundang muspida tiga provinsi untuk mencari lokasi penampungan sementara pengungsi Rohingya. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Hasutan kebencian terhadap imigran Rohingya belakangan kerap muncul di berbagai platform media sosial. Fenomena ini muncul seiring intensnya pendaratan imigran Rohingya di Serambi Makkah dalam satu bulan terakhir.

Selain dibombardir melalui unggahan netizen, narasi "negatif" terhadap imigran Rohingya yang berseliweran di media sosial berkembang biak melalui media massa.

Beberapa waktu lalu totalnya, ada 1.200 etnis Rohingya yang baru-baru ini datang ke Aceh.

Kedatangan Rohingya yang makin banyak ke Aceh juga menimbulkan penolakan dari warga lokal, sebab jumlah etnis Rohingya telah semakin besar. Sementara, pemerintah Indonesia mulai mencurigai aksi human trafficking yang membawa etnis Rohingya ke Aceh.

Berdasarkan laporan VOA Indonesia, lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak bulan November, menurut data dari UNHCR. Tetapi, warga lokal menyorot keadaan ekonomi lokal yang juga kekurangan.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat etnis Rohingya mengungsi dan tak mau tinggal di pengungsian?

Hal ini bermula dari lokasi pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh. Selama ini mereka hidup di Pulau Bhasan Char, yang terletak 60 km dari daratan utama Bangladesh.

Dengan biaya US$350 juta atau Rp5,1 triliun, pemerintah Bangladesh menghabiskan tiga tahun membangun kota baru di pulau terpencil ini. Tujuan mereka adalah merelokasi lebih dari 100.000 pengungsi ke pulau tersebut guna meredakan ketegangan di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, dikutip dari laman BBC, Jumat (15/12/2023).

Terpencilnya pulau itu dan isolasi yang dirasakan di sana adalah yang ditakutkan orang-orang Rohingya.

"Rumah-rumah di Bhasan Char bagus, tapi terlihat seperti penjara," kata Nur Hossain, seorang etnis Rohingya yang tinggal di kamp.

"Di Cox's Bazar kami bermukim sebagai sebuah komunitas. Tapi di pulau, kebebasan kami akan dibatasi. Kami bakal diharuskan hidup di bawah pengawasan angkatan laut," tambahnya.


Unjuk Rasa Warga Lokal

Pejabat tersebut mengatakan, kontingen terbesar dari minoritas Myanmar yang teraniaya akan tiba dalam beberapa bulan ke depan. (Jon S./AFP)

Pekan lalu, para pengunjuk rasa di Pulau Sabang, Aceh, memindahkan tenda-tenda yang didirikan sebagai tempat penampungan sementara bagi warga Rohingya, seperti yang ditunjukkan dalam video-video yang disiarkan di televisi-televisi lokal, dan mengancam akan mendorong kapal-kapal mereka kembali ke laut.

Babar Baloch, juru bicara UNHCR untuk wilayah Asia, mengatakan bahwa badan tersebut “terkejut” dengan laporan tersebut, yang dapat membahayakan nyawa para penumpang.

Kedatangan pengungsi Rohingya cenderung meningkat antara bulan November dan April, ketika laut lebih tenang. Banyak dari mereka naik kapal dan berlayar menuju negara tetangga Thailand, serta Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.

“Terlalu banyak orang Rohingya di Aceh,” kata Desi Silvana, 30, salah seorang warga yang tinggal di daerah tersebut. “Tahun ini sudah ratusan, bahkan ribuan yang datang.”

“Saya tidak mau membayar pajak jika digunakan untuk Rohingya,” kata salah satu pengguna platform sosial X, trianiwiji9. Yang lain menggambarkan Rohingya sebagai “parasit.”


Jokowi: Pemerintah Akan Tampung Sementara Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya yang tidur-tiduran di trotoar Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, pengungsi Rohingya yang terdampar di Indonesia akan ditampung sementara. Namun, dia tak menjawab di mana para pengungsi Rohingya akan ditampung.

"Saya sampaikan bahwa sementara, sementara kita tampung, sementara," kata Jokowi di Stasiun Pompa Ancol Sentiong Jakarta Utara, Senin (11/12).

Dia menyampaikan bahwa pemerintah terus berkoordinasi dengan organisasi-organisasi internasional salah satunya, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terkait pengungsi Rohingya di Indonesia. Pasalnya, warga lokal menolak pengungsi Rohingya.

"Karena kita masih berbicara dengan organisasi-organisasi internasional UNHCR dan lain-lain untuk karena memang masyarakat lokal tidak menginginkannya (pengungsi Rohingya)," tutur Jokowi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah akan memberikan bantuan kemanusiaan sementara untuk pengungsi Rohingya yang sudah terlanjur tiba di Indonesia. Namun, Jokowi memastikan bantuan tersebut akan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal.

"Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal," kata Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (8/12/2023).

Jokowi menuturkan pemerintah akan Indonesia akan terus berkoordinasi dengan organisasi internasional untuk menangani masalah pengungsi Rohingya.


Dugaan Perdagangan Orang

Pengungsi Rohingya duduk bersama di tanah setelah mereka tiba dengan perahu di Pantai Kalee, Laweung, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Indonesia, Selasa (14/11/2023). Hampir 200 pengungsi Rohingya, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, terdampar di provinsi paling barat Indonesia pada 14 November, menurut laporan setempat. (Jon S./AFP)

Jokowi juga mengungkapkan adanya dugaan kuat keterlibatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dibalik banyaknya pengungsi Rohingya ke Indonesia. Dia menekankan pemerintah akan menindak tegas pelaku TPPO tersebut.

"Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak yang masuk ke wilayah Indonesia, terutama Provinsi Aceh. Terdapat dugaan kuat ada keterlibatan jaringan TPPO dalam arus pengungsian ini," jelas dia.

"Pemerintah Indonesia akan menindak tegas pelaku TPPO," sambung Jokowi.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly juga mengatakan, ratusan pengungsi itu merupakan korban dari mafia. Hal ini, kata Yasonna, berdasarkan temuan Polri yang mengungkap dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap pengungsi Rohingya.

"Memang ini adalah sindikat, sudah (ada yang) ditangkap polisi. Karena mereka juga adalah korban-korban dari mafia-mafia yang membawa mereka," kata Yasonna dilansir dari Antara, Senin (11/12).

Yasonna menduga, ada pengungsi-pengungsi yang menjual harta bendanya kemudian datang ke Indonesia dengan ditawarkan iming-iming kehidupan yang lebih layak.

"Tapi sekarang kita lihat reaksi sosial dari masyarakat kita (yang menolak). Perbedaan kultur, perbedaan budaya selalu terjadi," jelasnya.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya