Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan kasus COVID-19 tak hanya terjadi di Singapura dan Malaysia, tapi juga di Indonesia.
Penambahan kasus ini terjadi di momen menuju libur Natal dan tahun baru (Nataru). Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan hari besar meningkatkan mobilitas masyarakat yang dikhawatirkan pula akan menambah lonjakan COVID-19.
Advertisement
Sadar akan potensi ini, fasilitas kesehatan kini tengah bersiap untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan. Salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Menurut Direktur Utama RSUP Persahabatan Agus Dwi Susanto, pihaknya sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk menghadapi peningkatan kasus COVID.
“Kami sudah punya SOP dalam peningkatan kasus COVID yang perlu rawat inap. Strategi peningkatan ruang rawat inap secara bertahap sudah disiapkan dari tahap satu sampai tahap empat,” kata Agus kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Jumat (15/12/2023).
Tak hanya terkait rawat inap, Agus juga menyampaikan bahwa RSUP Persahabatan telah mempersiapkan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Begitu pula kesiapan IGD, RS kami juga sudah disiapkan. Dari sisi SDM (sumber daya manusia) kami sudah rutin merawat pasien COVID, untuk SOP-nya pun sudah ada.”
Sementara terkait obat-obatan, pihak Agus akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemkes) untuk ketersediaannya.
“Obat-obatan kami koordinasi dengan Kemkes untuk ketersediaannya,” katanya.
Kasus COVID-19 per 13 Desember 2023
Saat dihubungi, pihak Agus tengah menggelar webinar daring terkait kenaikan COVID-19 yang sedang terjadi.
Salah satu pembicara dalam acara tersebut adalah Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Ditjen P2P Kemkes, Achmad Farchanny Tri Adryanto.
Menurut Farchanny, total kasus COVID-19 di Indonesia per 13 Desember 2023 adalah 6.815.894 dengan 161.927 kematian.
“Total kasus COVID-19 di Indonesia per 13 Desember tahun ini sebanyak 6.815.894 kasus dengan 161.927 kematian,” kata Farchanny dalam Webinar Waspada Peningkatan Kasus COVID-19, Jumat (15/12/2023).
Jadi, lanjutnya, meski meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Presiden Joko Widodo sudah mencabut status kedaruratan COVID-19, bukan berarti virus SARS-Cov2 itu telah hilang.
Advertisement
Perkuat Pengawasan, Pengamatan, dan Respons Cepat
Farchanny menambahkan, varian-varian baru masih memiliki kemungkinan untuk muncul kapanpun. Sehingga, penguatan surveilans, pengawasan, dan pengamatan menjadi hal penting.
“Kita senantiasa harus memperkuat surveilans kita, pengawasan, pengamatan, dan respons yang cepat, deteksi dini yang cepat untuk penanganan COVID-19 ini.”
Setelah status kedaruratan kesehatan dicabut, data surveilans untuk COVID-19 diintegrasikan dengan surveilans penyakit pernapasan lainnya.
“Ini sesuai dengan arahan WHO, dan Kementerian Kesehatan menuangkannya dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2023. Jadi, surveilans COVID ini kami integrasikan dengan surveilans ILI-SARI.”
ILI adalah influenza-like illness dan SARI adalah severe acute respiratory infections yang berbasis di rumah sakit.
Surveilans COVID-19 Setelah Status Kedaruratan Dicabut
Lebih lanjut Farchanny menjelaskan bahwa surveilans COVID juga diintegrasikan dengan surveilans rutin di program penyakit pernapasan Kementerian Kesehatan.
“Jadi, pengamatan, pengawasan, monitoring terhadap COVID-19 ini dilaksanakan oleh semua fasyankes di Indonesia khususnya di puskesmas-puskesmas melalui sistem intelijen kesehatan SKDR atau Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons.”
“Jadi setiap minggu, semua fasyankes yang mengikuti SKDR ini wajib melaporkan kondisi perkembangan kasus COVID-19 ke Dinas Kesehatan hingga ke Kementerian Kesehatan.”
Dengan kata lain, semenjak dicabutnya status kedaruratan kesehatan, surveilans COVID-19 dilakukan secara mingguan.
Advertisement