Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait pengakuannya diminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP mantan Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov. PDIP pun mengisyaratkan pembuktian lewat tes uji kebohongan atau lie detector.
"Ya sebenarnya kalau kita cermati pendapat dari para tokoh pro demokrasi, perguruan tinggi, banyak yang percaya terhadap kredibilitas Pak Agus Rahardjo. Sehingga tinggal dibuktikan saja. Kan bisa dibuktikan keterangan seseorang itu betul atau tidak melalui tes kebohongan," tutur Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/12/2023).
Advertisement
Melalui tes kebohongan, lanjut Hasto, dapat membuktikan pihak mana yang melakukan kebohongan publik.
"Nah sehingga hal-hal terkait dengan komitmen pemberantsan korupsi agar tidak ada intervensi terhadap KPK, terhadap proses penegakkan hukum memang harus dilakukan dengan mengedepankan seluruh independensi dari KPK, termasuk para pejabat yang bertugas untuk memerangi dan mencegah korupsi itu," ucap dia.
Hasto mengingatkan agar semua pihak dapat menunggu proses hukum berjalan. Namun begitu, kata dia, terpantau memang banyak dukungan dari masyarakat yang diberikan terhadap Agus Rahardjo atas pernyataannya tersebut.
"Karena memberantas korupsi memang tidak mudah, diperlukan suatu semangat juang dan juga keteguhan di dalam menegakkan prinsip-prinsip kejujuran dan integritas itu," Hasto menandaskan.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Persaudaraan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara.
Agus Rahardjo Dipolisikan
Agus dipolisikan karena pernyataannya yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah meminta menghentikan kasus korupsi e-KTP mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto (Setnov).
"Kami dari DPP Pandawa Nusantara berpandangan bahwa narasi yang disampaikan AR (Agus Rahardjo) itu sarat kuat dengan unsur fitnah dan pencemaran nama baik dan martabat dari seorang presiden," kata Sekjen Pandawa Nusantara Faisal Anwar, saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan Senin 11 Desember 2023.
Terlebih, kata Faisal, pernyataan soal intervensi yang dialami Agus Rahardjo yang kala itu mengusut kasus korupsi e-KTP tidak disertai bukti-bukti hukum yang sah sesuai dengan perundangan.
"Saya sangat menyesalkan sekali, saudara AR yang notabenenya adalah sebagai seorang penegak hukum kan pasti ngerti dan paham. Ketika terjadi soal masalah hukum oleh penyelenggara negara, prosedurnya adalah diselesaikan dengan peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku. Bukan justru dibeberkan di media," ucap dia.
Faisal pun mencurigai ada motif politik Agus Rahardjo yakni demi pencalonannya sebagai calon anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI dari Jawa Timur.
"Jadi kesan yang kami tangkap bahwa yang bersangkutan coba ingin lebih menebalkan kepada pernyataan politik elektoral," ujar Faisal.
Advertisement
Aduan Bisa Dibuktikan
Oleh sebab itu, Faisal meminta agar aduan yang dilayangkannya ke Bareskrim Polri bisa dibuktikan. Apabila pernyataan Agus Rahardjo benar, Faisal mendesak agar proses hukum bisa berjalan demi pembuktian.
"Iya seharusnya begitu. Kalau dia ada punya bukti yang kuat, fakta-fakta yang memang mendukung secara hukum, ya seharusnya disalurkan pada proses peraturan hukum yang berlaku dan undang-undang yang berlaku. Bukan di media," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Dia diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.
Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus Rahardjo dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis 30 November 2023.
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," lanjut Agus.
Agus Rahardjo Merasa Heran
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Dia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.
Setelah duduk, ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setya Novanto disetop KPK.
"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, 'hentikan!'," tutur Agus. "Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," lanjut Agus.
Advertisement