IEA Prediksi Permintaan Batu Bara Global Bakal Turun

International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional prediksi permintaan batu bara akan turun dalam tiga tahun seiring China akan lebih banyak pakai energi baru terbarukan. (EBT).

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Des 2023, 17:36 WIB
Permintaan batu bara global kemungkinan akan mencapai puncaknya pada 2023 dan bisa turun sekitar 2 persen dalan tiga tahun ke depan.(merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Permintaan batu bara global kemungkinan akan mencapai puncaknya pada 2023 dan bisa turun sekitar 2 persen dalam tiga tahun ke depan.

Hal ini seiring China lebih banyak memakai sumber energi terbarukan. Demikian disampaikan the International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional pada Jumat, 15 Desember 2023. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, ditulis Minggu (17/12/2023).

Ini adalah pertama kalinya lembaga yang bermarkas di Paris ini prediksi penurunan minat terhadap batu bara dalam tiga tahun.

Dalam laporan IEA menyebutkan, permintaan batu bara akan mencapai puncaknya 8,54 miliar metrik ton (MT) atau 9,4 miliar ton pada 2023. Permintaan ini melampaui rekor sebelumnya sebesar 8,42 miliar metrik ton pada 2022.

IEA prediksi permintaan akan mulai turun pada 2024, dan turun 2,3 persen pada akhir 2026. Direktur IEA, Keisuke Sadamori menuturkan, perkiraan tersebut menunjukkan “titik balik batu bara jelas akan segera terjadi”.

“Kami telah melihat penurunan permintaan batu bara global beberapa kali, namun penurunan tersebut hanya berlangsung singkat dan disebabkan oleh peristiwa luar biasa seperti runtuhnya Uni Soviet dan krisis COVID-19,” ujar dia dalam keterangan resmi.

Ia menambahkan, kali ini tampak berbeda karena penurunan ini lebih bersifat struktural yang didorong perluasan teknologi energi ramah lingkungan yang besar dan berkelanjutan.

IEA menyebutkan, lebih dari separuh kapasitas energi terbarukan yang mulai beroperasi dalam tiga tahun ke depan akan berada di China. IEA menyampaikan, saat ini China menyumbang lebih dari separuh permintaan batu bara global.

Kesepakatan iklim global yang baru yang disepakati pada Rabu pekan ini di KTT COP 28 memberikan seruan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada negara-negara untuk beralih dari bahan bakar fosil, tetapi menggunakan bahasa yang tidak jelas sehingga memungkinkan beberapa negara untuk mengambil tindakan.


China Bakal Memutuskan

Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perjanjian tersebut tidak mewajibkan untuk “hentikan” minyak, batu bara, dan gas alam, hal yang telah diseruhkan oleh lebih dari 100 negara dan kelompok lingkungan.

China Bakal Ambil Keputusan Terakhir

IEA prediksi permintaan batu bara akan menurun pada 2023 di hampir semua negara maju didorong oleh rekor penurunan sekitar 20 persen di Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, permintaan bergerak ke arah timur dan akan meningkat 5 persen di China pada 2023 dan lebih dari 8 persen di India karena kuatnya pertumbuhan kebutuhan listrik dan rendahnya keluaran pembangkit listrik tenaga air.

IEA menuturkan, meskipun secara keseluruhan dunia berada pada jalur yang tepat untuk mengurangi konsumsi batu bara dalam tiga tahun ke depan, banyak hal yang bergantung pada kemampuan China untuk memperluas kapasitas energi ramah lingkungannya.

"Ketersediaan pembangkit listrik tenaga air merupakan variabel kunci dalam jangka pendek, karena batu bara digunakan sebagai pengganti ketika pembangkit listrik tenaga air berkinerja buruk di Tiongkok,” tulis badan tersebut dalam laporannya.

IEA menambahkan, China “yang akan mengambil keputusan terakhir.”

 


Rencana China

Alat berat (kanan) digunakan untuk memuat batu bara ke truk di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

Pekan lalu, pemerintah China mengeluarkan rencana aksi untuk meningkatkan kualitas udara, berjanji untuk “secara giat mengembangkan energi baru dan bersih” dan secara ketat mengendalikan penggunaan batu bara.

Dengan tujuan mengurangi kepadatan partikel berbahaya di udara yang dikenal sebagai PM2.5 sebesar 10% pada 2025 dibandingkan dengan tingkat pada 2020, rencana tersebut menyerukan peran yang lebih besar bagi energi bahan bakar non-fosil, mempromosikan kendaraan listrik dan memindahkan lebih banyak barang ke seluruh negeri. melalui kereta api dan jalur air dibandingkan melalui jalan darat.

IEA mengatakan konsumsi batu bara global masih akan mencapai lebih dari 8 miliar metrik ton pada 2026, dan bahwa penggunaan “batu bara yang tidak dapat dikurangi” perlu diturunkan “jauh lebih cepat” dibandingkan tingkat penurunan saat ini untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Batu bara yang tidak berkurang mengacu pada pembakaran batu bara tanpa menangkap dan menyimpan emisi karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global, kata juru bicara IEA kepada wartawan.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya